Analisis Prosa Lama dan Prosa Baru "Panji Semirang"
LAPORAN
HASIL ANALISIS KARYA SASTRA PROSA LAMA DAN BARU
Sebagai Tugas Mata Kuliah Menulis Prosa Fiksi
Diampu oleh Dra.Lisdwiana Kurniati,M.Pd.
HASIL ANALISIS KARYA SASTRA PROSA LAMA DAN BARU
Sebagai Tugas Mata Kuliah Menulis Prosa Fiksi
Diampu oleh Dra.Lisdwiana Kurniati,M.Pd.
Disusun oleh;
Kelompok : III
Ketua : Ria Destiana (15040030)
Anggota : Ariyanti Nurrohmah ()
Intan Indah Saputri()
Dewi Amelia ()
Ketua : Ria Destiana (15040030)
Anggota : Ariyanti Nurrohmah ()
Intan Indah Saputri()
Dewi Amelia ()
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
Tahun 2017
KATA
PENGANTAR
Assallamuallaikum
Wr.Wb.
Alhamdulillah,
puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana atas berkat rahmad dan hidayahnya
kami dapat menyusun laporan ini dengan semaksimal mungkin. Sholawat serta salam
tak lupa kami sanjung agungkan kepada Baginda Muhmmad SAW yang mana safaatnya
selalu dinantikan di Yaumil Akhir. Amin Ya Rabbal’alamin.
Terimakasih
kami ucapkan kepada Dosen pengampu mata kuliah menulis prosa fiksi yaitu
Dra.Lisdwiana Kurniati,M.Pd. karena beliau dengan sabar telah membimbing kami
dalam mengerjakan laporan ini. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih untuk
kedua orang tua yang selalu menyemangati kami disetiap waktu serta teman- teman
yang telah mau berbagi ilmu dan membantu kami.
Didalam
laporan ini kami akan membahas tentang Analisis hasil karya sastra prosa lama
dan baru. Dimana prosa lama terdiri dari sebuah roman, hikayat dan dongeng
kemudian ada prosa baru yang terdiri dari novel dan cerpen. Hal yang dikaji
yaitu mengenai unsur intrinsik dan ekstrinsik yang ada pada kedua prosa
tersebut. Oleh karena itulah dalam laporan ini akan dibahas secara terstruktur.
Didalam
penyusunan laporan ini kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan
kesalahan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca untuk menyusun laporan lain dikesempatan yang akan datang. Semoga laporan
ini bermanfaat, tidak hanya bagi kami tetapi juga bagi pembaca.
Wassallamuallaikum
Wr.Wb.
|
Pringsewu, 25 Oktober 2017
Penyusun
|
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................................................
RINGKASAN/ SINOPSIS DARI PROSA LAMA DAN PROSA BARU...................
KATA PENGANTAR......................................................................................................
RINGKASAN/ SINOPSIS DARI PROSA LAMA DAN PROSA BARU...................
A. Roman...................................................................................................................
B. Hikayat
.................................................................................................................
C. Dongeng................................................................................................................
D. Novel.....................................................................................................................
E. Cerpen...................................................................................................................
ANALISIS
PROSA DARI UNSUR INTRINSIK
A. Tema......................................................................................................................
B. Amanat..................................................................................................................
C. Alur.......................................................................................................................
D. Penokohan.............................................................................................................
E. Latar......................................................................................................................
F. Sudut
Pandang......................................................................................................
G. Gaya
Bahasa..........................................................................................................
ANALISIS
PROSA DARI UNSUR EKSTRINSIK
A. Relgius...................................................................................................................
B. Moral.....................................................................................................................
C. Pendidikan............................................................................................................
D. Sosial.....................................................................................................................
E. Ekonomi................................................................................................................
F. Psikologi................................................................................................................
G. Budaya..................................................................................................................
H. Kesehatan
KESIMPULAN
HASIL PEMBAHASAN/ ANALISIS SECARA PERIODISASI SASTRA
A. Prosa
Lama (Angkatan 20-60)
B. Prosa
Baru (Angkatan 70-sekarang)
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
HIKAYAT PANJI SEMIRANG
Karya
Dua buah kerajaan dari dua orang kakak beradik, Ratu
Daha dan Ratu Kuripan merupakan dua hal jauh berbeda. Ratu Daha saudara yang
tertua, ialah seorang tokoh manusia yang tidak teguh pendiriannya. Setiap kali
ia dapat mengubah pendiriannya, karena hasutan selirnya Paduka Liku, ibu Galuh
Ajeng. Apalagi setelah ibu Cendra Kirana meninggal dunia, karena tapai beracun
yang diberikan Paduka Liku. Untuk mendinginkan kemarahan raja. Paduka Liku
mencarikan guna-guna, sehingga kasih raja berpindah kepadanya. Galuh Ajeng
dimanjakan. Dalam semua hal ia ingin didahulukan.
Adiknya,
Raja Kuripan, merupakan seorang tokoh yang berhatihati dalam segala
tindakannya. Tak putus dari berpikir panjang lebar sebelum ia berbuat sesuatu.
Putranya hanya seorang yaitu Raden Inu Kertapati, yang akan dipertunangkan
dengan putri saudaranya, Galuh Cendra Kirana. Saudaranya yang lain adalah Ratu
Gageleng. Ia berputra seorang pula, Raden Singa Menteri, yang suka dipuji
dan disanjung. Segala-galanya akan diberinya asal ia dipuji sebagai seorang
yang tampan dan gagah, yang melebihi orang lain. Saudaranya yang seorang lagi
ialah Biku Gandasari, seorang perempuan, menyisihkan diri dari keduniawian dan
bertapa di Gunung Wilis.
Pada
suatu seketika, Raden Inu mengirimkan dua buah boneka. Sebuah dari pada emas
yang dibungkus dengan kain biasa, sedang yang lain daripada perak, tetapi dibungkus
dengan kain sutera yang mahal harganya. Tentulah Galuh Ajeng yang dapat memilih
lebih dahulu dan tentu pula ia akan memilih apa yang terbungkus dengan kain
sutera itu.
Setelah
ia mengetahui, bahwa boneka Cendra Kirana terbuat dari pada emas ia merajuk
kepada ibu dan ayahnya untuk ditukar. Tetapi bagaimanapun juga ayah memaksanya,
namun boneka emas itu tak juga diserahkan oleh Galuh Cendra Kirana. Kemarahan
ayahnya timbul, sehingga rambut Galuh Cendra Kirana diguntingnya. Sejak itulah
ia merasa, bahwa hidup di istana merupakan hidup di bara api. Apalagi sudah ternyata, bahwa ayahnya telah membencinya. Pada
suatu malam ia melarikan diri dengan ibu tirinya, selir raja yang pertama,
Mahadewi, bersama-sama dengan dua orang pengiringnya Ken Bayan Ken Sengit. Di
daerah antara perjalanan Daha dan Kuripan ia mendirikan sebuah keraton, sedang
namanya diubah dengan Panji Semirang Asmarantaka. Begitu juga dengan dua
pengiringnya menyamar pula sebagai orang laki-laki dan namanya pun berubah. Ken
Bayan dengan Kuda Perwira sedang Ken Sengit dengan Kuda Peranca. Kerajaan baru
itu makin besar, karena keberanian kedua orang pengiring Panji Semirang yang
merampas harta benda orang yang lalu di situ. Utusan Raja Kuripan ke Daha dapat
pula dikalahkan, sehingga Raden Inu sendirilah yang datang untuk menuntut
balas. Tetapi apa yang terjadi?
Setelah
Raden Inu melihat wajah Panji Semirang, ia terpesona dan tak kuasa pula untuk
menuntut balas. Malahan terjadi suatu persahabatan. Dengan demikian, Raden Inu
dapat meneruskan perjalanannya ke Daha untuk melangsungkan perkawinannya dengan
Galuh Cendra Kirana. Bukan kesenangan dan kegembiraan, tetapi penyesalan dan
kekecewaan yang didapatinya di Daha, karena Galuh Cendra Kirana sudah tak ada
di sana. Walaupun demikian perkawinan itu dilangsungkan juga dengan Galuh
Ajeng, karena permintaan yang keras dari ibunya, Paduka Liku, kepada Ratu Daha.
Perkawinan itu tidak membawa kebahagiaan kedua belah pihak, karena tak ada
benih cinta dan senang yang tertanam di dalamnya. Malahan Raden Inu mulai
curiga, bahwa Panji Semirang itu ialah kekasihnya, Galuh Cendra Kirana. Daha
ditinggalkannya untuk menyusul Panji Semirang di kerajaan baru itu bersama-sama
dengan 3 orang pengiringnya: Jeruje Kartala, Persanta, dan Punta.
Kekecewaan
yang kedua tak dapat pula ditolaknya. Kerajaan baru itu sudah kosong. Panji
Semirang dengan pengiring-pengiring-nya telah meninggalkan tempat itu menuju
Gunung Wilis, tempat pertapaan bibinya. Raden Inu hanya mendapatkan Mahadewi,
yang tidak dibawa dalam perjalanan pindah karena sudah tua. Ia didapatinya
sedang menangis. Perkataannya yang keluar mengatakan, bahwa Panji Semirang
memanglah Galuh Cendra Kirana, putri Ratu Daha. Setelah Mahadewi diantarkan ke
Daha kembali, berangkatlah Raden Inu menyusul kekasihnya dengan nama samaran
Panji Jayeng Kesuma.
Dalam
perjalanannya Panji Semirang meninggalkan pakaian lakilakinya. Puspa Juwita dan
Puspa Sari, kedua putri pemberian Raja Mentawan yang kalah perang terkejut.
Mereka baru mengetahui, bahwa Panji Semirang adalah seorang perempuan. Setelah
merintis hutan dan gunung sampailah mereka ke pertapaan Biku Gandasari di
Gunung Wilis. Mereka disambut dengan ramah tamah. Beberapa hari mereka tinggal
di pertapaan itu. Pada suatu hari Biku Gandasari menyampaikan kata kepada
kemenakannya, bahkan cita-citanya akan sampai juga kalau ia pada hari itu
berangkat meninggalkan pertapaannya dan menyamar sebagai seorang gambuh (=
penari) Panji Semirang dan pengiringnya mengenakan pakaian laki-laki lagi.
Galuh Cendra Kirana mengubah namanya lagi dengan Gambuh Warga Asmara.
Banyak
sudah negeri yang didatangi dan di mana-mana Gambuh mendapat sambutan yang
hangat. Akhirnya sampailah mereka ke Gageleng, kerajaan pamannya. Di daerah itu
mereka mempertunjukkan kegambuhannya.
Dalam
perjalanannya Raden Inu atau Panji Jayeng Kesuma sudah beberapa hari tinggal di
kerajaan Gageleng. Raden Inulah yang menambah menggilakan Raden Singa Menteri
yang gila sanjung dan dipuji itu. Banyak pegawai istana yang beruntung karena
hadiah Raden Singa Menteri karena pujian-pujian, bahwa ia lebih gagah dan
tampan dari pada Raden Inu, sepupunya. Dari pengiring-pengiringnya
Raden Inu mendengar, bahwa Gambuh Warga Asmara baik sekali bermain. Mereka
minta, agar gambuh itu dapat pula bermain di istana. Rupa Gambuh Warga Asmara
menerbitkan prasangka lagi pada Raden Inu. Dalam hatinya ia menyatakan bahwa
Gambuh itu Panji Semirang. Tetapi beberapa kali dinyatakan Gambuh Warga Asmara
tetap menjawab, bahwa ia tidak kenal kepada Panji Semirang.
Walaupun
demikian tak putus-putus Raden Inu untuk mengamat-amati Gambuh itu. Rahasia itu
lama lama terbuka juga. Tiap-tiap malam sebelum tidur, boneka emas, pemberian
Raden Inu dahulu, selalu ditimang-timang dan dibelai-belai dengan rasa kasih
sayang. Pada suatu malam Raden Inu dapat melihat hal itu dalam intaiannya.
Dengan tiada menanti lagi dipeluknya Gambuh itu, yang tiada lain daripada
Cendra Kirana yang telah lama dikejar-kejar dan dicari-carinya.
Perkawinannya
dilangsungkan di Kerajaan Kuripan. Dalam perkawinan itu diundang juga Ratu
Gageleng dan Raja Daha beserta Paduka Liku dan Galuh Ajeng. Galuh Ajeng
menangis pula dengkinya, karena istri Raden Inu Kertapati tiada lain, selain
Galuh Cendra Kirana. Akhirnya ia dikawinkan dengan Raden Singa Menteri, putra
Raja Gageleng, yang gila puji itu dan sanjung itu.
Paduka
Liku sudah tidak menjadi impian dan kekasih Raja Daha lagi, karena kekuatan
guna-gunanya sudah luntur. Mahadewilah yang diangkat menjadi permaisuri. Selanjutnya tampuk pimpinan Kerajaan Kuripan dan Daha dikendalikan
oleh Raden Inu Kertapati bersama-sama dengan permaisurinya Galuh Cendra Kirana.
CERPEN “GODLOB”
Karya : Danarto
Penerbit : Grafitipers
Penerbit : Grafitipers
Cerpen berjudul Godlob merupakan salah satu cerpen
yang di muat dalam Kumpulan cerpen Godlob karya Danarto.
Godlob pertamakali diterbitkan pada tahun 1975. Berikut
adalah Kutipan Keseluruhan (Full) Cerita pendek yang berjudul Godlob, karya
DANARTO
Gagak-gagak
hitam bertebahan dari angkasa, sebagai gumpalan-gumpalan batu yang dilemparkan,
kemudian mereka berpusar-pusar, tiap-tiap gerombolan membentuk lingkaran
sendiri-sendiri, besar dan kecilm tidak keruan sebagai benang kusut. Laksana
setan maut yang compang-camping mereka buas dan tidak mempunyai ukuran hingga
mereka loncat ke sana loncat kemari, terbang ke sana terbang kemari, dari
bangkai atau mayat yang satu ke gumpalan daging yang lain. Dan burung-burung
ini jelas kurang tekun dan tidak memiliki kesetiaan. Matahari sudah condong,
bulat-bulat tidak membara dan membakar padang gundul yang luas itu, yang
diatasnya berkaparan tubuh-tubuh yang gugur, prajurit-prajurit yang baik, yang
sudah mengorbankan satu-satunya milik yang tidak bisa dibeli: nyawa ! Ibarat
sumber yang mati mata airnya, hingga tamatlah segala kegiatan menangis karena
habisnya susu ibu.
http://remajasampit.blogspot.com/
Tiap mayat berpuluh-puluh gagak yang berpesta pora
bertengger-tengger di atasnya, hingga padang gundul itu sudah merupakan
gundukan-gundukan semak hitam yang bergerak-gerak seolah-olah kumpulan
kuman-kuman dalam luka yang mengerikan.
http://remajasampit.blogspot.com/
Suara-suaranya bagai kaleng-kaleng yang
ditendang-tendang di atas lantai ubin, merupakan panduan suara lagu-lagu maut
yang dahsyat, tak henti-hentinya memenuhi seluruh padang bekas pertempuran itu,
jalinan-jalinan nada yang kacau-balau seolah setan-setan itu ketakutan oleh
ancaman setan-setan lain atau sebuah persidangan tempat terjadi
perdebatan-perdebatan yang tak menentu, dengan hasil yang gilang-gemilang,
yaitu kemampuan memberikan rakyat berkaparan di tong-tong sampah.
http://remajasampit.blogspot.com/
Senjata berserakan di mana-mana. Beberapa senapan
dengan sangkur terhunus, menancap disisi-sisi mayat dengan topi bajanya
terpasang diatas. Mungin seorang teman sempat berbuat begini, sebelum ia
sendiri ditolong oleh teman lainnya diberi tanda begitu.
http://remajasampit.blogspot.com/
Beberpa ekor gagak bermain-main dengan granat dan
beberpa ekor yang lain menyeret-nyeret tali pinggang yang penuh peluru. Yang
lain kelihatan hinggap diatas bren sambil menggaruk-garuk tubuhnya dan
merentang-rentangkan sayapnya.
Bau busuk, anyir, menegang-negang seluruh bentangan
padang gundul itu, hingga udara siang hari ingar-bingar oleh daging-daging yang
menguap dan malam hari terasa pengap, seolah-olah mayat-mayat itu ada dalam
kaleng.
Kalau angin bertiup keras, maka bau itu terbang ke
mana-mana jauh dan jauh sekali, seolah kabar-kabar buruk yang diwartakan kepada
tiap hidung, untuk dirasakan bersama bahwa perang itu busuk. Tetapi prajurit
adalah prajurit, ia tabah akan semua perintah, walaupun bagaimana bentuk dan
beratnya, dan perang itu pun berjalan lancar dan memuaskan dengan hasil yang
gilang-gemilang, yitu pembunuhan berpuluh-puluh ribu manusia sebagai babatan
alang-alang. Ya, manusia adalah alang-alang.
http://remajasampit.blogspot.com/
Matahari makin condong, bagai gumpalan emas raksasa
yang bagus, membara menggantung di awang-awang dan pelan-pelan mau menghilang
di balik bukit sana.
Dari ujung padang gundul itu, berderak-derak sebuah
gerobak tanpa atap yang ditarik oleh dua ekor kerbau. Kelihatan di dalamnya dua
orang laki-laki. Seorang anak muda terbaring parah di atas jerami. Yang seorang
lagi tua, tetapi masih kelihatan kuat. Gerobak itu bergerak lambat dan karena
keadaan jalan yang tidak rata, banyak lubang bekas meledaknya bom-bom atau
peluru-peluru meriam hingga kedua penumpang itu terangguk-angguk, bahkan
kadang-kadang terbanting pada dinding gerobak. Kerbau-kerbau itu berjalan
gontai dan lemah, seolah-olah sudah segan untuk menarik kedua pemumpangnya dan
ingin berhenti saja. Tiap kali gerobak itu melewati gerombolan gagak-gagak yang
sedang pesta itu, gerombolan yang satu ke gerombolan yang lain, hingga
mengingatkan lalat-lalat yang diusir dari koreng kerumunannya.
http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Bangsat, kamu sinting!’’ bentak orang tua itu sambil
memukul beberapa ekor gagak ke sana kemari yang tiba-tiba menyerang gerobak
itu.
‘’Kau kira! Kau kira!’’ ia memukul seekor yang hinggap
di kepala anak muda yang berdarah itu. ‘’Kau kira kami bangai-bangkai ?’’
tetapi pukulan meleset dan mengenai kaleng hingga berderang terpelanting jauh
dan burung itu terbang tertawa-tawa.
Ia meloncat mengambil kaleng itu. Kemudian geronak itu
dibiarkannya ja;an di muka, ia terpukau berdiri. Pandangannya berkeliling. Raut
mukanya menyeringai menatap gerombolan gagak-gagak mengerumuni bangkai-bangkai
itu. Puluhan, ratusan, memenuhi padang itu. Kemudian ia lari dan tertawa-tawa,
meloncat ke dalam gerobak.
http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Anakku.’’katanya sambilmemapah anak muda itu.’’Kau
lihat. Kau lihat. Baru sekarang aku takjub atas pemandangan ini. Kau lihat.’’
‘’Ayah, cukuplah,’’jawab anak muda itu sambil
merebahkan sirinya siatas jerami lagi.;;bukankah aku menarin-kemarin juga
terbaring seperti mereka, sebelum Ayah mendapatkan aku ?
‘’Yah, seperti mereka, sebelum aku mendapatkan kau!
Dan berhari-hari tangan-tanganmu yang lemah itu menggapai-gapai untuk mengusir
burung-burung yang menyerangmu. Dan hidupmu yang mearisi hidung ibumu itu sudah
cukup kebal untuk bau busuk bangkai kawan-kawanmu atau musuh-musuhmu. Dan udara
menghantarkan kuman-kuman untuk mngunyah sedikit demi sedikit luka-lukamu yang
parah itu.’’
‘’Ayah, cukuplah,’’ keluh prajurit muda itu sambil
membetulkan balutan luka-luka yang kotor dan membusuk itu.
‘’Kau masih ingat sajak ‘Sang Politikus’?’’tanya orang
tua itu. Tapi karena kata-kata itu seoalh-olah ditunjukan kepada dirinya
sendiri, maka anak muda itu tidak menjawab. Orang tu itu lalu berdiri,
tangannya merentang dan memandang sekeliling:
Oh, bunga penyebar bangkai
Di sana, di sana pahlawanku tumbuh mewangi
Ia berhenti deklamasi, sejenak ia termangu, sedang
tangannya masih tetap terentang, lalu meledaklah tawanya dan bubarlah
gerombolan gagak di kanan kirinya.
‘’Sajak itu cukaup baik, cukup bermutu, bukan ?’’kata
orang tua itu.’’Anakku, kau tahu bedanya sajak yang dibuat oleh seorang
politikus dan seorang penyair?’’
Orang tua itu lalu memandang berkeliling lagi.
http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Kalau ada seorang yang menderita luka datamg kepada
seorang politikus, maka dipukullah luka itu, hingga orang yang punya luka itu
akan berteriak kesakitan dari lari tunggang langgang. Sedangkan kalau ia datang
pada seorang penyair, luka itu akan di elus-elusnya hingga ia merasa
seolah-olah lukanya telah tiada. Sehingga tidak seorangpun dari kedia macam
orang itu berusaha mengobati dan menyembuhkan luka itu. Bagaimana pendapatmu,
Anakku?’’
‘’Ayah, cukuplah,’’http://remajasampit.blogspot.com/
Dan gagak-gagak itu bubar berkerumun kembali. Lalu
ganti berganti: bau busuk-kerbau gontai, bau busuk-sore redup, bau busuk-derap
gerobak, bau busuk-kaok gagak.
‘’Malam datang, Anakku. Sedang gagak-gagak itu masih
belum juga kenyang.’’
Keadaan telah gelap gulita, hanya sekali-kali jauh
dsana melayang-layang pistol cahaya, mencari-cari nyawanya yang masih hinggap
di badan.
‘’kalau malam gelap seperti ini, aku sangsi apa besok
matahari sanggup menembusnya. Semuanya menyaksikan saya. Siang berganti siang.
Malam berganti malam. Tidak ada sesuatu yang baru dalam hidup kita. Rutin,
Rutin.
‘’Ayah, cukuplah. Bagiku semuanya memastikan. Tidak
ada yang menyangsikan walaupun keadaanya rutin, rutin belaka. Semuanya kita
sudah di atur. Tanpa kuminta dan di luar pengetahuan saya, lahirlah saya dari
rahim ibuku yang bersuamikan Ayah,’’ia berhenti bicara karena napasnya
tersengal-sengal. Dan roda-roda gerobak berderak-derak, sedang dua ekor kerbau
ogah-ogahan.
‘’Aku anak bungsu. Kenapa aku tidak meminta sebagai
anak sulung ? Aku kagum kepada tentara. Aku ingin memasukinya. Aku dilarang.
Perang pecah dan membawaku ke sana. Sekarang aku luka parah, mungkin bisa hidup
terus, mungkin sebentar nanti mati. Tetapi kini aku bisa berkata bahwa tentara
itu baik. Semacam manusia yang percaya kepada manusia lain, sehingga kepasrahan
ini mampu mendorng nya untuk mengorbankan segala-galanya, harta bendanya,
keluarganya, dan nyawanya.’’
http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Ya manusia yang mulia di mata Tuhan.’’kata orang tua
itu.’’Ayah, kenapa aku tak memilih lapangan yang lain ?Seandainya pilihanky itu
sesuatu bencana bagiku, sang nasiblah yang mengantarkan aku ke sana, jadi
seharusnya manusia merasa senang juga.
‘’Apa yang ada ini mempunyai pasangan-pasangan. Kalu
sesuatu meleset dari pasangannya, manusialah yang salah mengerjakannya. Satu
senti meleset mengakibatkan melesetnya seratus senti yang lain’’.
‘’Sebagaimana perang ini terjadi, umpamanya, nukanlah
baegitu, Anakku?’’tukas ayahnya.’’Ada setetes yang tidak beres di kalangan
atas, yang mengakibaykan puluhan, ratusan ,ribuan jiwa manusia hancur. Dan yang
setetes itu harus diselidiki betul-betul. Mungkin perkara sepuluh persen komisi
atau membela celana kotor yang cengeng. Atau tentang kebenaran bibir cewek.’’
‘’Ayah, cukuplah,’’potong anak muda itu, sambil
menggeliat dan mengaduh karena menahan sakit.
‘’Mungkin. Seratus satu kemungkinan. Tetapi sesuatu
yang sudah menjadi bubur, tidak berguna disesali. Yang terang, aku sudah
bekerja sebaik-baiknya, O, Nasibku. . ..’’
‘’Nasibkulah, Anakku! Nasibkulah yang menyebabkan aku
berbicara, sehingga tidak cukup sekian saja. Aku sudah menyerahkan empat nyawa
anak-anakku kepada sang Politikus dan tidak ada satupun yang kuterima. Sekarang
ia merenggut anakku yang terakhir dan nyawanya paling kusayangi, kau! Kau!
Sesuatu yang bagaimanakah dan bentuk kebenaran macam apakah menghallalkan itu
semuanya? Anakku! Anakku! Tak bisa kutanggungkan lagi . . ..’’
‘’Ayah, cukuplah! Cukuplah!’’
http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Belum cukup! Aku harus memutuskan sesuatu yang
hebat, biar aku tidak diragukan habis-habisan! Lihatlah, Anakku! Lihatlah!
Gelap gulita dan pekat. Saking gelapnya hampir hampir aku tak bisa melihat
tubuhku sendiri. Tidak ada setitik cahaya pun. Florance Nightingale telah
digondol gagak-gagak. Lembah kebenaran sudah diganti padang kurus kesangsian.
Kau lihat di sana, katedral telah disapu habis rata dengan tanah dan sekarang
ditumbuhi semak belukar. Kau lihat di sana masjid digerayangi cacing-cacing dan
ula-ulat. Kau ihat di sana, perawan-perawan telah diseka di kamar-kamar. Kau
lihat di sana, kuris-kursi pemerintahan sudah digadaikan. Apakah yang bisa
diharapkan lagi, Anakku?’’
‘’Ayah, cukuplah. Seharusnya keluarga kita berbangga.
Perang yang susul-menyusul, kita telah mampu menyambungkan tangan kita.’’
‘’Berbangga? Aku telah kenyang dengannya. Sekarang aku
harus memutuskan sesuatu yang hebat, biar aku tak dirugikan habis-habisan.
Anakku, aku minta sumbanganmu?’’
‘’Lukamu cukup parah, bukan ?’’
‘’Aku tidak tahu . . ..’’http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Tiap hari banyak orang-orang berbondong-bondong di
batas kota dari pagi ghingga petang atau dari petang hingga pagi untuk
menjemput, kalau-kalau suaminya, saudaranya, anaknya, kawannya, pulang dari
pertempuran. Betapa setianya mereka. O, seandainya mereka tahu apa yang terjadi
sesunggunya di padang gundul ini! Ibumu akan menyambutmu, juga kawan-kawanmu,
juga para tetangga. Engkau sejenak akan dikagumi untuk kemudian dilupakan
selama-lamanya.’’
‘’Ayah! Apakah Ayah tidak bisa melihat hikmah yang
terkandung dalam semua kejadian ini?’’
‘’Tidak! Aku tidak melhatnya, sebab di situ memang
tidak ada apa-apa!
Beberpa ekor gagak menubruk-nubruk dinding gerobak.
Sedang udara dingin mnusuk-nusuk malam yang lengang itu.
‘’Supaya aku tidak terlalu rugi. Supaya nasibku
sedikit lebih baik, aku minta sumbanganmu.’’
‘’Apa maksud Ayah sebenarnya?’’
‘’Anakku. Aku ingin kau jadi pahlawan.’’
‘’Ayah???’’http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Begitu bukan sajak sang Politikus?
Oh, bunga penyebar bangkai
Di sana, di sana, pahlawanku tumbuh mewangi
Betapa lezatnya sajak itu, Anakku. Apakah kau tidak
bisa melihat kenikmatan pembunuhan dalam sajak itu?’’http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Ayah???”’http://remajasampit.blogspot.com/
Orang tua itu bangkit dan seandainya ada cahaya yang
menerangi wajahnya, akan tampak betapa tegang urat-uratnya dan menyerengai
merah. Lalu ia berkata keras-keras,
‘’Anakku, maafkan ayahmu. Kau harus kubunuh!’’
‘’Ayah dengan cara demikian ayah hendak menjadikan ku
pahlawan? Ayah menghalallkank? Aku dan Aya adalah dua manusia. Di mata Tuhan,
kita masing-masing berdiri sendiri-sendiri. Aku mempunyai Sang Nasib Pengasuhku
sendiri! Ayah di atur oleh yang lain!
‘’Anakku, kali ini pengasuhmu menyerahkanmu
kepadaku!’’
‘’Tidak! Tidak mungkin! Pengasuhku bekerja
konstruktif!’’
‘’Ayah!!!’’http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Anakku!!!’’
‘’Ayah . . ..’’http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Anakku . . ..’’
************
Sehari sehabis pengangkatan prajurit muda itu sebagai
pahlawan oleh para pembesar di balai kota, maka pagi harinya iring-iring
jenazah yang panjang itu menuju makam pahlawan dengan kemegahan upacara
militer. Banyak pengiring yang menangis. Anak semuda dia dengan keyakinanya,
terlalu sayang untuk pergi.
Suasana siang terasa sepi. Pintu-pintu rumah tertutup
rapat. Anak-anak tidak bermain-main di halaman seperti biasanya. Angin bertiup
keras, hingga keadaan jalan yang panas kemarau itu penuh bertebaran debu-debu.
http://remajasampit.blogspot.com/
Hari berikutnya, sehabis penguburan, matahri
mencambuk-cambuk kulit, ketika tiba-tiba jalan di depan balai kota di gemparkan
oleh seorang perempuan membopong mayat.
Orang berduyun-duyun menuju kepadanya, hingga suasana
hiuk-pikuk. Masing-masing menanya apa yang terjadi:
Siapakah wanita aneh itu ? tidak jijikkah ia? Aduh,
seorang perempuan yang berani. Benar? Mayat pahlawan kemarin? Digali lagikah
ia? Ya, Tuhan, oleh tangan ibunya sendiri. Jadi, yang membopong itu ibunya?
Aduhai, satu paduan yang bagus: Ibu Pertiwi membopong Pahlawanya. Bukan
begitu> kenapa tidak demikian? Tmpaknya suatu pemandangan yang mengerikan.
Mau dia apakan? Ada sesuatu yang salah? Bagaimana
mungkin?
Kemudian para pembesar pada keluar dari balai kota dan
turun mendapatkan orang-orang. Dalam sekejap, orang-orang yang berkerumun itu
sudah sama banyaknya dengan rombongan pengantar jenazah kemarin. Lau di antara
orang-orang yang mengelilingi permepuan dengan mayat itu, tersembullah seorang
tua yang serta-merta berhadapan dengan peristiwa itu.
‘’Ini daia orangnya! Ia adalah suamiku, namun sejak
kugali mayat anakku ini, ia telah kuceraiakn. Semalam ia telah bercerita
panjang lebar tentang garis depan. Akhirnya ia pulang membawa tiupan-tiupan
buat kita. Mayat ini sama sekali bukan pahlawan. Dan seandainya ia sanggup
banhun, ia akan berkata kepada kita bahwa ia tdak ingin jadi pahlawan, aku tahu
tabiat anak-anakku. Daialah! Orang laki-laki ini yang membikinnya jadi
pahlawan! Dia membunuhnya! Dia menipu kita!’’
http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Sebaiknya, aku kena tipu oleh mereka!’’ Tangis
laki-laki itu sambil menunjuk dengan garangnya kepada para pemvesar. Yang
ditunjuk melongo dan menarik dadanya undur.
‘’Kita semuanya kena tipu mentah-mentah. Lihatlah aku!
Keluargaku ludes! Tidak ada satu pun yang kudapat!’’
‘’Penghianat!’’ teriak para pembesar bersama-sama
‘’Menurut hukum yang bagaimanakah seorang berhak
menyebut orang lain penghianat atau pahlawan? Kemarin kubawa mayat anakku, anak
yang penghabisan dari empat orang lainnya yang sudah hancur duluan. Perang demi
perang telah memeluk anak-anakku dengan mesranya. Dalam sekejap mata mayat ini
diangkat jadi phlawan. Aku sudah mengira, aku sudah menduga. Sementara kalian
dengan berkaleng-kaleng air mata mengantarkan ke kuburan, aku dengan tertawa
terpingkal-pigkal!’’
‘’Dengan berpijak pada nilai-nilai objektif, akan ada
tipuan-tipuan,’’ kata para pembesar bersama-sama.
‘’Adakah nilai-nilai Objektif? Semuanya adalah
Subjektif!’’
‘’Apa yang kau harapkan sekarang?’’ kata para pembesar
bersama-sama.
‘’Apa yang bisa kau harapkan dari kalian?’’
Lalu laki-laki itu mamandang sekeliling, menatapi
wajah demi wajah:
‘’Kalian orang-orang kecil, sekali-kali boleh pergi ke
garis depan. Hingga kita bisa juga berbicara tentang negara, tentang perang,
tentang ekonomi, tentang sajak, tentang kebun binatang, tentang perempuan.
Sudah diborongnya semua. Lanyas kiya sidiuruh bicara tentang apa?
‘’Oh, perutku terasa muak! Mual! Hingga mau muntah
saja!’’
Tiba-tiba perempuan itu mencabut pistol dari
pinggangnya dan sejenak menggelegar bunyinya memenuhi sudut-sudut kota dan
sejenak laki-laki tua yang ada di hadapannya itu. Perlahan perempuan itu
berjongkok di depannya. Ait matanya meleleh.
Suaminya menggeliat menoleh kepadanya:
‘’Perang demi perang berlalu, iseng demi iseng
berpadu.’’
Kemudian ia meraih mayat anaknya dan jatuh.
Suasana hening. Sekaliannya dipaku di tempat
berdirinya masing-masing.
Perempuan itu berdiri. Dengan wajah termangu ia
memandang ke atas:
‘’Oh, nasibku, nasibku. Sedang kepada setan pun tak
kuharapkan nasib yang demikian.’’
NOVEL “ATHEIS”
Karya:
Karya:
Hasan seorang putra mantri guru yang bertempat
tinggal di kampung Panyeredan, di lereng gunung Telaga Bodas. Raden
Wiradikarta, demikian nama ayah Hasan. sebelum pesiun,Raden Wirakarta pernah
berdinas di daerah Tasikmalaya, Ciamis, Banjor, Tenggarong, dan beberapa tempat
kecil yang lain. Ia terkenal sebagai pemeluk agama Islam yang taat, saleh, dan
alim. Dia memang keturunan orang-orang yang kuat imannya. Kehidupan sehari-hari
rumah tangganya diwarnai dan bernapaskan ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.
Sebagai anak satu-satunya yang masih hidup
dari keluaga Raden Wirdikata, karena ketiga kakaknya telah meninggal. Oleh
karena itu Hasan sejak kecil mendapat pendidikkan agama secara mendalam. Ibunya
selalu melatih Hasan menghafal ayat-ayat alquran. Hasan tumbuh menjadi anak
yang patuh pada orang tua dan taat pada agama. Salat dan berpuasasering dijalankanya.Cerita
tentang surga, neraka, dan dosa selalu ia dengar pada saat menjelang tidur baik
dari ibunya maupun dari Siti pembantunya. Ketika Hasan meranjak dewasa, ia
mengikuti jejak orang tuanya untuk memiliki ilmu sareat dan terekat. Ia berguru
ke Banten. Semenjak menganut ajaran mistik, Hasan semakin rajin melakukan
ibadat. Sabagai akibatnya, pekerjaan kantornya sering terbengkalai. Dari
teman-temanya sekantor dia mendapat gelar “Pak Kiai”. Selain dari itu,
kesehatan badanya tidak pernah diperhatikan, bahkan hidupnya dikendalikan oleh
hal-hal yang tidak rasional, misalnya ia pernah mandi sampai 40 kali semalam,
tanpa menggunakan handuk sebagai pengering badannya. Sehingga ia akhirnya
terkena penyakit TBC, Ia pernah juga berpuasa tujuh hari tujuh malam
terus-menerus dan selama tiga hari tiga malam mengunci diri di dalam kamar
tanpa makan, minum, dan tidur. Iman yang tampaknya kuat, yang tidak disertai
oleh kesadaran yang tinggi dan diimbangi oleh pengetahuan serta pengalaman
hidup yang luas ternyata tidak dapat bertahan terhadap segala goncangan. Hasan
sebagai hasil dari pendidikan lingkungan masyarakat agama yang tertutup,
fanatik, ia berkembang menjadi manusia yang fanatik, sempit pandangan hidup dan
kurang memiliki pengalaman. Ia melihat segala macam kehidupan dalam masyarakat
dengan menggunakan ukuran-ukuran kaca mata ajaran agama. Hal ini sangat
membatasi gerak dan wataknya sehingga ia kurang memahami masalah-masalah
kehidupan yang sebenarnya.
Kehadiran Rusli dan Kartini merubah perilaku
kehidupan Hasan. Kartini ialah wanita modern yang hidup dengan perlengkapan
yang modern pula, sedangkan Rusli adalah seorang laki-laki yang beriodiologi
komunis. Menurut penglihatan Rusli dan Kartini Hasan memiliki kepribadian yang
menarik, karena dianggap hal yang baru. Hasan jatuh cinta kapada Kartini karena
Kartini mirip sekali dengan Rukmini bekas pacarnya. Ia menginginkan hidup di
samping Kartini dalam satu rumah tangga yang berbahagia. Rasa cinta itulah yang
merupakan awal dari segala perubahan dalam hidupnya. Ia berusaha manyenangkan
dan menarik hati Kartini, bahkan ia rela mengorbankan segala-galanya. Imanya
luntur, hubungan dengan orang tuanya menjadi putus .
Hanyutlah Hasan dalam kehidupan yang dianut
oleh Kartini dan kawan-kawannya : modern, bebas, dan berdasarkan paham
Marxisme. Walaupun diketahui banyak tingkah laku Kartini yang sebenarnya
bertentangan dengan ajaran agama Islam, Hasan tetap mencintainya. Semua
gerak-gerik, tingkah laku Kartini di terima dengan senang, dengan harapan agar
kartini tetap dekat dengan dia.
Di tengah harapan Hasan untuk hidup bersama
dengan kartini, muncullah Anwar yang mencoba-coba menaruh hati juga kepada
Kartini. Perasaan cemburu Hasan mendorongnya untuk menutupi segala
kelemahannya. Kini tidak ada hal yang dianggap pantangan lagi oleh Hasan,
seperti bioskop, makan masakan cina, bergaul dengan wanita yang bukan
muhrimnya, mengikuti pertemuan yang memperdalam dalam Marxisme, bahkan
menyangkal adanya Tuhan.
Kartini adalah seorang janda yang ditinggal
mati oleh suaminya dan mengharap kasih-sayang seorang pria. Bagi dia Rusli
bukanlah pria yang menjadi harapanya karena Rusli menyerahkan hidupnya untuk
kepentingan politik. Demikian pula Anwar tidak menarik baginya, sedangkan Hasan
laki-laki yang polos, mencurahkan kasih sayangnya dengan sepenuhnya hatinya dan
mendapat sambutan baik dari Kartini. Akhirnya mereka kawin. Mereka tinggal di
rumah Kartini di Jalan Lengkong Besar 27.
Perkawinan mereka ternyata tidak membuahkan
kebahagian seperti yang mereka dambakan. Kartini meneruskan kebiasaan hidup
bebas, pergi tanpa suaminya. Di samping itu, Hasan selaui dihantui oleh
larangan ayahnya untuk tidak kawin dengan Kartini dan diharapkan kawin dengan
Fatimah yaitu anak angkat dari keluarga Hasan.
Pada suatu hari terjadilah pertengkaran, yaitu
ketika Hasan menunggu-nunggu kedatangan Kartini, Kartini datang bersama-sama
dengan Anwar. Memuncaklah marah Hasan, dan Kartini ditempelengi; terjadilah
perpisahan.
Sejak terjadi pertengkaran itu Kartini pergi
meninggalkan Hasan. Ia pergi tanpa tujuan. Di jalan ia bertemu dengan Anwar.
Atas bujukan Anwar, Kartini mau diajqk bermalam di suatu hotel bersama-sama
dengan Anwar. Karena Anwar berusaha untuk memperkosanya, Kartini lari dari
penginapan itu dengan meneruskan perjalanannya ke Kebon Manggu.
Dalam perjalanan hidup selanjutnya, Hasan
akhirnya ingat kembali pada ajaran agama yang pernah diberikan oleh orang
tuanya. Dia menyesal atas kelalaian selama ini, ia mengutuki teman-temanya yang
telah yang telah membawa kejalan yang sesat, jalan yang menyimpan dari agama,
bahkan jalan yang bertentangan dengan agama. Dia insaf dan sadar, ia berusaha
kembali ke jalan hidup semula, hidup dengan berpegang pada ajaran agama Islam.
Mendengar kabar bahwa ayahnya sedang sakit
parah, Hasan pulang menjenguknya. Ia bertemu dengan ayahnya yang sudah dalam
keadaan keritis. Menjelang ajalnya, ayahnya masih sempat mengusir Hasan yang
menungguinya agar tidak berada di dekatnya. Setelah Hasan keluar dari kamar
tidur, ayahnya meninggal dengan tenang. Sejak itu Hasan telah kehilangan
segala-galanya, istrinya, ayahnya,dan hari depannya bahkan tujuan hidupnya.
Ketika pulang ke Bandung, ke rumah Kartini,
terjadilah kusukeiho. Hasan terpaksa harus mencari tempat berlindung. Ia
berlindung di suatu lubang perlindungan bersama-sama dengan orang-orang yang
senasib. Di tempat perlindungan itulah terngiang-ngiang suara ayahnya di
hatinya, suara yang menasehati, memarahi, mengutuk perbuatan-perbuatanya yang
telah menyimpang dari ajaran agama Islam. Hal ini membuka hatinya untuk lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan lagi. Sementara itu, Hasan yang telah di serangi
penyakit TBC makin parah. Penyakit TBC-nya kambuh; ia merasa tak kuat
melanjutkan perjalanan, dan mencari penginapan yang terdekat untuk
beristirahat.
Dari daftar tamu di penginapan, tempat ia
beristirahat, di temukan nama Kartini dan Anwar. Setelah mendapat penjelasan
dari pelayan hotel dan mengetahui suasana di situ, Hasan yakin bahwa Kartini
telah beruat serong dengan Anwar. Meledaklah amarahnya, ia lari ke luar pada
malam gelap untuk membalas dendam. Sementara itu, serene mengaung-ngaung tanda
ada bahaya. Semua lampu dimatikan, setiap orang mencari perlindungan. Hasan
sudah gelap mata, tidak menghiraukan lagi tanda bahaya, lari terus,Akhirnya ia
di tembak tentara jepang karena disangka mata-mata musuh dan dibawa ke markas
Ken Peitai. Ketika Kartini berusaha menemuinya, mereka memperoleh berita bahwa
Hasan telah meninggal beberapa menit yang lalu. Mungkin Hasan yang sudah
menderita TBC itu tidak tahan atas siksaan Ken Petai. Setelah mendengar berita
tersebut Kartini tidak bisa lagi membendung air matanya, ia sangat sedih
sekaligus menyesali perbuatannya. Seaindaianya Hasan masih ada di sampingnya ia
akan lebih setia kepadanya, berbakti kepadanya, akan tunduk dan taat kapada
segala perintahnya. Tetapi nasi telah menjadi bubur, Hasan telah pergi
meninggalkanya untuk selamanya.
Tamat
ANALISIS PROSA DARI UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK
Sebuah karya
sastra mengandung unsur intrinsik serta unsur ekstrinsik. Keterikatan yang erat
antarunsur tersebut dinamakan struktur pembangun karya sastra. Unsur intrinsik
ialah unsur yang secara langsung membangun cerita dari dalam karya itu sendiri,
sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang turut membangun cerita dari luar
karya sastra.
Unsur intrinsik yang terdapat dalam puisi, prosa, dan drama memiliki perbedaan, sesuai dengan ciri dan hakikat dari ketiga genre tersebut. Namun unsur ekstrinsik pada semua jenis karya sastra memiliki kesamaan.
Unsur intrinsik yang terdapat dalam puisi, prosa, dan drama memiliki perbedaan, sesuai dengan ciri dan hakikat dari ketiga genre tersebut. Namun unsur ekstrinsik pada semua jenis karya sastra memiliki kesamaan.
Unsur
intrinsik sebuah puisi terdiri dari tema, amanat, sikap atau nada, perasaan,
tipografi, enjambemen, akulirik, rima, citraan, dan gaya bahasa. Unsur
ekstrinsik yang banyak mempengaruhi puisi antara lain: unsur biografi, unsur
kesejarahan, serta unsur kemasyarakatan. Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik
dalam sebuah karya sastra adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat
ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri yaitu:
1. Tema
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu
karya sastra disebut tema. Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita,
sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam
cerita. Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu, tema
menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Tema dalam banyak hal bersifat
”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi
tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema ada yang
dinyatakan secara eksplisit (disebutkan) dan ada pula yang dinyatakan secara
implisit (tanpa disebutkan tetapi dipahami).
Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain: minat pribadi, selera pembaca, dan keinginan
penerbit atau penguasa. Dalam sebuah karya sastra, disamping ada tema sentral,
seringkali ada pula tema sampingan. Tema sentral adalah tema yang menjadi pusat
seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Adapun tema sampingan adalah
tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.
2. Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh
pengarang terhadap pembaca melalui karyanya, yang akan disimpan rapi dan
disembunyikan pengarang dalam keseluruhan cerita. Amanat adalah ajaran moral
atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya.
Amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan
cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang
terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara
eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran,
atau larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.
3.
Tokoh
Penokohan
adalah : Pemberian watak terhadap pelaku-pelaku cerita dalam sebuah karya
sastra. Tokoh Cerita terdiri atas : Tokoh Protagonis : tokoh dalam karya sastra
yang memegang peranan baik. Tokoh Antagonis : tokoh dalam karya sastra yang
merupakan penantang dari tokoh utama,biasanya memegang peranan jahat. Tokoh
Tambahan : tokoh yang tidak memegang peranan dan tidak mengucapkan sepatah katapun,
bahkan dianggap tidak penting sebagai individu. Tokoh adalah individu
ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam
berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat
pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Tokoh dapat dibedakan
menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh
yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh
sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)
Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang membawakan
perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif.
2)
Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan
perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai
negatif.
Adapun
menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM, ada lima cara menyajikan watak tokoh,
yaitu:
1)
Melalui apa yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya,
terutama bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
2)
Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat
mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau
pria, kasar atau halus.
3)
Melalui penggambaran fisik tokoh.
4)
Melalui pikiran-pikirannya
5)
Melalui penerangan langsung
4.
Alur (Plot)
Alur :
rangkaian peristiwa / jalinan cerita dari awal sampai kimaks serta
penyelesaian. Macam-macam Alur yaitu:
1)
Alur mundur : jalinan peristiwa dari masa kini ke masa
lalu.
2)
Alur maju : jalinan peristiwa dari masa lalu ke masa
kini
3)
Alur gabungan : gabungan dari alur maju dan alur
mundur secara bersama-sama.
Dan secara umum Alur terbagi ke dalam bagian-bagian
berikut;
1)
Pengenalan situasi : memperkenalkan para tokoh, menata
adegan, dan hubungan antar tokoh.
2)
Pengungkapan peristiwa : mengungkap peristiwa yang
menimbulakan berbagai masalah.
3)
Menuju adanya konflik : terjadi peningkatan perhatian
ataupun keterlibatan situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
Alur dapat disusun berdasarkan tiga hal, yaitu:
1)
Berdasarkan urutan waktu terjadinya (kronologi). Alur
yang demikian disebut alur linear.
2)
Berdasarkan hubungan sebab akibat (kausal). Alur yang
demikian disebut alur kausal.
3)
Berdasarkan tema cerita. Alur yang demikian disebut
alur tematik. Dalam cerita yang beralur tematik, setiap peristiwa seolah-olah
berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih
dapat dipahami.
Adapun struktur alur adalah sebagai berikut:
1)
Bagian awal, terdiri atas: 1) paparan (exposition), 2)
rangsangan (inciting moment), dan 3) gawatan (rising action).
2)
Bagian tengah, terdiri atas: 4) tikaian (conflict), 5)
rumitan (complication), dan 6) klimaks.
3)
Bagian akhir, terdiri atas: 7) leraian (falling
action), dan 8- selesaian (denouement).
Adapun hal yang harus dihindari dalam alur adalah
lanturan (digresi). Lanturan adalah peristiwa atau episode yang tidak
berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang
dihadapi dalam cerita.
5.
Latar (setting)
Latar/ setting
: bagian dari sebuah prosa yang isinya melukiskan tempat cerita terjadi dan
menjeaskan kapan cerita itu berlaku. Macam-macam Setting:
1)
Tempat : di rumah, di sekolah, di jalan.
2)
Waktu : pagi hari, siang hari, sore hari.
3)
Suasana : sedih, senang, tegang.
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan
yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa
dalam cerita. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok:
1)
Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
2)
Latar waktu, berhubungan dengan masalah ‘kapan’
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
3)
Latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya
fiksi. Latar sosial bisa mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta status sosial.
6.
Sudut pandang (point of view)
Sudut
pandang : pandangan pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Macam-macam
sudut pandang:
1)
Orang pertama : pengarang menjadi pelaku utama dan
memakai istilah “Aku” dan “Saya”.
2)
Orang ketiga : pengarang yang menceritakan ceritanya
atau berperan sebagai pengamat dan menggunakan itilah “Dia”,”Ia”,atau nama
orang. Sudut pandang adalah cara memandang dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita
dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu.
Sudut pandang orang pertama masih bisa dibedakan
menjadi dua:
1)
‘Aku’ tokoh utama. Dalam sudut pandang teknik ini, si
‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik
yang bersifat batiniyah, dalam diri sendiri, maupun fisik, dan hubungannya dengan
sesuatu yang di luar dirinya. Si ‘aku’ menjadi fokus pusat kesadaran, pusat
cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ‘aku’, peristiwa, tindakan, dan
orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki
kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita
yang demikian, si ‘aku’ menjadi tokoh utama (first person central).
2)
Aku’ tokoh tambahan. Dalam sudut pandang ini, tokoh
‘aku’ muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first
pesonal peripheral). Tokoh ‘aku’ hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca,
sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk
mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan
berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang
lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan
dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ‘aku’ tambahan
tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah. Dengan demikian si ‘aku’ hanya
tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi
oleh orang lain. Si ‘aku’ pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup
cerita.
Sudut pandang orang ketiga (third person point of
view)
Dalam cerita yang menpergunakan sudut pandang orang
ketiga, ‘dia’, narator adalah seorang yang berada di luar cerita, yang
menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia,
dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus
disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Sudut pandang ‘dia’ dapat
dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan
pengarang terhadap bahan ceritanya:
1)
‘Dia’ mahatahu. Dalam sudut pandang ini, narator dapat
menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ‘dia’ tersebut. Narator
mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai
hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang
melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup
waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ‘dia’ yang satu ke ‘dia’
yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan
tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi
tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
2)
‘Dia’ terbatas (‘dia’ sebagai pengamat). Dalam sudut
pandang ini, pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang
terbatas hak berceritanya, terbatas pengetahuannya (hanya menceritakan apa yang
dilihatnya saja).
7.
Gaya bahasa
Gaya bahasa
yaitu bahasa yang digunakan pengarang dalam menulis cerita yang berfungsi untuk
menciptakan hubungan antara sesama tokoh dan dapat menimbulkan suasana yang
tepat guna, adegan seram, cinta ataupun peperangan maupun harapan. Gaya bahasa
adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya
sastra yang hidup dan indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh diksi
(pemilihan kata) yang tepat. Namun, diksi bukanlah satu-satunya hal yang
membentuk gaya bahasa.
Gaya bahasa
merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang
pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya,
karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat
dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di
sekitamya. Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda: berterus
terang, satiris, simpatik, menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. Bahasa
dapat menciptakan suasana yang tepat bagi adegan seram, adegan cinta, adegan peperangan
dan lain-lain.
Unsur
Extrinsik Prosa
Unsur Ekstrinsik adalah Unsur yang terdapat di luar karya sastra.
Unsur Ekstrinsik Prosa meliputi:
1) Norma : aturan yang digunakan si pengarang dalam menulis Prosa.
2) Biografi Pengarang : daftar riwayat hidup si pengarang.
Unsur Ekstrinsik adalah Unsur yang terdapat di luar karya sastra.
Unsur Ekstrinsik Prosa meliputi:
1) Norma : aturan yang digunakan si pengarang dalam menulis Prosa.
2) Biografi Pengarang : daftar riwayat hidup si pengarang.
A. Unsur Intrinsik Hikayat Panji Semirang
1.
Tema
Kedengkian membutakan mata hati seseorang
2.
Alur
Maju, Karena rangkaian ceritanya dimulai dari yang paling awal sampai
peristiwa terakhir.
3.
Penokohan
1)
Galuh Ajeng : Jahat, iri hati, licik
2)
Cendera Kirana : Lemah lembut, sopan, baik hati
3)
Paduka liku : Jahat, pendendam , licik, Iri hati
4)
Sang Ratu : Baik, penyayang
5)
Sang Nata : Baik, bijaksana
6) Menteri : Jahat, pantang menyerah
7) Petapa : Sakti
4. Setting
1) Tempat : Kerajaan Negeri Daha, hutan
2) Waktu : Siang, Sore, dan Malam hari
5. Point of View
Orang ketiga , Pengarang berperan
sebagai pengamat
6. Gaya Bahasa
Mudah dipahami dan menggunakan bahasa melayu serta adanya majas hiperbola yaitu
majas yang melebih-lebihkan. Kutipannya : :Hidup di Istana bagaikan hidup
dibara Api”.
7. Amanat
1) Janganlah menjadi orang yang pendendam dan iri hati
2) Janganlah mencelakakan orang lain yang senantiasa baik kepadamu
3) Janganlah merebut kebahagiaan yang telah menjadi milik saudaramu sendiri
4) Kita tidak boleh memaksakan kehendak keada orang lain
5) Milikilah hati yang baik, lemah lembut dan bertingkah laku santun
8. Suasana
Membahagiakan, Mengkhawatirkan.
B. Unsur Intrinsik Dongeng (Legenda) Danau Toba
1.
Tema : Legenda Danau
Toba
2. Penokohan
1) Toba : Antagonis
Bukti “Amarah
Toba semakin bertambah ketika anaknya mengaku bahwa dia yang memakan sebagian
besar dari nasi itu”, karena dia telah melanggar janjinya terhadap istrinya.
2) Ibunya samosir : Protagonis
Bukti : Samosir
sangat dimanjakan ibunya
3) Samosir : Antagonis
Bukti: Telah
makan makanan yang seharusnya di makan oleh ayahnya (Toba), pada kalimat: Anak
itu sangat dimanjakan ibunya yang mengakibatkan anak itu bertabiat kurang baik
dan pemalas.
3. Latar
1) Tempat :
a. Di rumah
Toba
Bukti: Toba
sangat terkejut ketika ia melihat ada seorang wanita yang sangat cantik dan
berambut panjang sedang memasak didapur rumahnya
b. Di ladang
Bukti: Suatu
hari, anak itu disuruh ibunya mengantarkan nasi keladang untuk ayahnya.
c. Di sungai
Bukti: Lalu sang
ibu berlari menuju sungai yang tidak begitu jauh letaknya dari dari rumah
mereka.
2) Waktu
a. Sore hari
Bukti: Karena
hari sudah mulai gelap maka Toba pun bergegas hendak pulang ke rumah.
b. Siang hari
Bukti: Suatu
hari, anak itu disuruh ibunya mengantarkan nasi keladang untuk ayahnya.
4. Suasana
cerita : Menegangkan
Bukti: Lalu sang
ibu berlari menuju sungai yang tidak begitu jauh letaknya dari dari rumah
mereka. Ketika dia tiba ditepi sungai itu kilat menyambar disertai bunyi guruh
yang menggelegar. Sesaat kemudian dia melompat kedalam sungai dan tiba-tiba
berubah menjadi seekor ikan besar. pada saat yang sama, sungai itupun banjir
besar dan turun pula hujan yang sangat lebat.
5. Sudut Pandang :
Orang ketiga.
Alasannya karena menggunakan kata
nya, dan nama tokoh.
6. Amanat
Jika kita mempunyai janji haruslah
kita tepati , dan jangan sekali-sekali kita melanggar perjanjian yang telah
kita sepakati.
7. Gaya bahasa
Majas Sarkasme karena majas ini
mengungkapkan sindiran secara langsung dengan kata- kata yang kasar dan kerang.
Kutipannya: “Dasar anak ikan!”
8. Alur :
Gabungan
Alasannya: karena cerita
tersebut merupakan gabungan dari alur maju dan alur mundur.
C. Unsur Instrinsik Cerpen Godlob
1. Tema : kemanusiaan
Tema
merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra. Tema disaring
dari motif- motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan
hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema menjadi dasar
pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian
cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas dan abstrak.
Cerpen Godlob karya Danarto bertemakan kemanusiaan karena tidak adanya hak
saling menghargai dan menjujung hak orang lain. Dijelaskan pada tokoh sang ayah
yang membunuh anaknya sendiri demi gelar kepahlawanan. Terlihat pada kutipan
dibawah ini:
‘’Anakku,
maafkan ayahmu. Kau harus kubunuh!’’
‘’Ayah
dengan cara demikian ayah hendak menjadikan ku pahlawan? Ayah menghalalkan?
Dan juga tokoh sang ibu yang
membalasdendamkan kematian anaknya dengan membunuh ayah. Terlihat pada k utipan
dibawah ini:
“Tiba-tiba
perempuan itu mencabut pistol dari pinggangnya dan sejenak menggelegar bunyinya
memenuhi sudut-sudut kota dan sejenak laki-laki tua yang ada di hadapannya itu.
Perlahan perempuan itu berjongkok di depannya. Ait matanya meleleh.
Suaminya
menggeliat menoleh kepadanya”.
Banyak manusia yang dibutakan
pikirannya dengan pekerjaan, jabatan atau pangkat, harta, keluarga sehingga
manusia tidak mengenal keindahan dan kebenaran hidup. Manusia mengahalalkan
segala cara untuk bertahan hidup, agar dipandang, menyenangkan diri sendiri
tanpa memikirkan dan memedulikan nasib orang lain. Hingga merenggut hak orang
lain untuk mencapai kebahagian dan kesejahteraan hidup, bahkan yang lebih
membutuhkan sekali pun pada mereka.
Terlihat pada kutipan dibawah ini:
‘’Menurut
hukum yang bagaimanakah seorang berhak menyebut orang lain penghianat atau pahlawan?
Kemarin kubawa mayat anakku, anak yang penghabisan dari empat orang lainnya
yang sudah hancur duluan. Perang demi perang telah memeluk anak-anakku dengan
mesranya. Dalam sekejap mata mayat ini diangkat jadi phlawan. Aku sudah
mengira, aku sudah menduga. Sementara kalian dengan berkaleng-kaleng air mata
mengantarkan ke kuburan, aku dengan tertawa terpingkal-pingkal!’’
2. Alur : maju
Didalam cerpen ini alur yang
digunakan adalah alur maju karena dalam cerpen ini menyajikan sebuah peristiwa
ke peristiwa yang lain berdasarkan urutan waktu secara runtut dari awal hingga
akhir secara runtut. Sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh dan padu.
Tahapan alur:
a. Tahap
Pengenalan
Perkenalan, penjelasan awal cerita.
Kutipan:
Tiap mayat
berpuluh-puluh gagak yang berpesta pora bertengger-tengger di atasnya, hingga
padang gundul itu sudah merupakan gundukan-gundukan semak hitam yang
bergerak-gerak seolah-olah kumpulan kuman-kuman dalam luka yang mengerikan.
b. Tahap
Pertikaian
Konflik mulai timbul. Kepentingan
tokoh sudah mulai muncul. Akhirnya konflik mulai tampak.
Kutipan:
Dan
gagak-gagak itu bubar berkerumun kembali. Lalu ganti berganti: bau busuk-kerbau
gontai, bau busuk-sore redup, bau busuk-derap gerobak, bau busuk-kaok gagak.
”Malam
datang, Anakku. Sedang gagak-gagak itu masih belum juga kenyang.’’
Keadaan
telah gelap gulita, hanya sekali-kali jauh dsana melayang-layang pistol cahaya,
mencari-cari nyawanya yang masih hinggap di badan.
‘’kalau
malam gelap seperti ini, aku sangsi apa besok matahari sanggup menembusnya.
Semuanya menyaksikan saya. Siang berganti siang. Malam berganti malam. Tidak
ada sesuatu yang baru dalam hidup kita. Rutin, Rutin.
c.
Tahap Penanjakan Konflik
Penanjakan konflik. Konflik sudah mulai meruncing.
Kepentingan individu/ kelompok mulai menunjukkan kerumitannya/
kegawatannya.
Kutipan:
Orang tua
itu bangkit dan seandainya ada cahaya yang menerangi wajahnya, akan tampak
betapa tegang urat-uratnya dan menyerengai merah. Lalu ia berkata
keras-keras,‘’Anakku, maafkan ayahmu. Kau harus kubunuh!’’
‘’Ayah
dengan cara demikian ayah hendak menjadikan ku pahlawan? Ayah menghalallkank?
Aku dan Aya adalah dua manusia. Di mata Tuhan, kita masing-masing berdiri
sendiri-sendiri. Aku mempunyai Sang Nasib Pengasuhku sendiri! Ayah di atur oleh
yang lain!
‘’Anakku,
kali ini pengasuhmu menyerahkanmu kepadaku!’’
‘’Tidak!
Tidak mungkin! Pengasuhku bekerja konstruktif!’’
‘’Ayah!!!’’http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Anakku!!!’’
‘’Ayah . .
..’’http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Anakku . .
..’’
d.
Tahap Klimaks
Klimaks/ puncak konflik. Konflik sampai pada
puncaknya.Pada tahap ini mungkin terjadi perkela-hian, perdebatan,kontak fisik.
Kutipan:
Tiba-tiba
perempuan itu mencabut pistol dari pinggangnya dan sejenak menggelegar bunyinya
memenuhi sudut-sudut kota dan sejenak laki-laki tua yang ada di hadapannya itu.
Perlahan perempuan itu berjongkok di depannya. Ait matanya meleleh.
Suaminya
menggeliat menoleh kepadanya.
e.
Tahap Penyelesaian
Puncak konflik/klimaks yang sudah mulai menurun.
Kutipan:
‘’Perang demi perang berlalu, iseng
demi iseng berpadu.’’
Kemudian ia meraih mayat anaknya dan
jatuh.
Suasana hening. Sekaliannya dipaku
di tempat berdirinya masing-masing.
Perempuan itu berdiri. Dengan wajah
termangu ia memandang ke atas:
‘’Oh, nasibku, nasibku. Sedang
kepada setan pun tak kuharapkan nasib yang demikian.’’
3.
Setting
Sebuah cerita pada
hakikatnya ialah peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu
atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan pada tempat tertentu.
Latar ialah penempatan waktu dan tempat beserta lingkungannya dalam prosa
fiksi.
1.
Setting tempat :
Latar tempat mengacu pada
lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur
tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu
serta inisial tertentu.
a.
Lapangan tempur
Tak
henti-hentinya memenuhi seluruh padang bekas pertempuran itu.
b.
Balai kota
-
Sehari
sehabis pengangkatan prajurit muda itu sebagai pahlawan oleh para pembesar di
balai kota.
-
Hari
berikutnya, sehabis penguburan, matahri mencambuk-cambuk kulit, ketika
tiba-tiba jalan di depan balai kota di gemparkan oleh seorang perempuan
membopong mayat.
c. Di atas
gerobak penuh jerami
Kemudian ia
lari dan tertawa-tawa, meloncat ke dalam gerobak.
d.
Pemakaman
Pagi harinya
iring-iring jenazah yang panjang itu menuju makam pahlawan dengan kemegahan
upacara militer.
e.
Padang
-
Dari padang
gundul itu, berderak-derak sebuah gerobak tanpa atap yang ditarik dua ekor
kerbau.
-
Tiap mayat
berpuluh-puluh gagak yang berpesta pora bertengger-tengger di atasnya, hingga
padang gundul itu sudah merupakan gundukan-gundukan semak hitam yang
bergerak-gerak seolah-olah kumpulan kuman-kuman dalam luka yang mengerikan.
2.
Setting waktu
Latar waktu berhubungan
dengan masalah ”kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Masalah ”kapan” teersebut biasanya dihubungkan dengan waktu.
a.
Siang hari
Siang hari
ingar-bingar oleh daging-daging yang menguap.
b.
Malam hari
-
“Malam
datang, Anakku. Sedang gagak-gagak itu masih belum juga kenyang.’’
-
Dan malam
hari terasa pengap, seolah-olah mayat-mayat itu ada dalam kaleng.
-
Keadaan
telah gelap gulita, hanya sekali-kali jauh dsana melayang-layang pistol cahaya,
mencari-cari nyawanya yang masih hinggap di badan.
c.
Sore
Matahari
sudah condong, bulat-bulat tidak membara dan membakar padang gundul yang luas
itu, yang diatasnya berkaparan tubuh-tubuh yang gugur, prajurit-prajurit yang
baik, yang sudah mengorbankan satu-satunya milik yang tidak bisa dibeli: nyawa
! Ibarat sumber yang mati mata airnya, hingga tamatlah segala kegiatan menangis
karena habisnya susu ibu.
3.
Setting suasana
Latar suasana berisi penggambaran suasana dalam sebuah cerpen.
a.
Mencekam
Suara-suaranya
bagai kaleng-kaleng yang ditendang-tendang di atas lantai ubin, merupakan
panduan suara lagu-lagu maut yang dahsyat, tak henti-hentinya memenuhi seluruh
padang bekas pertempuran itu, jalinan-jalinan nada yang kacau-balau seolah
setan-setan itu ketakutan oleh ancaman setan-setan lain atau sebuah persidangan
tempat terjadi perdebatan-perdebatan yang tak menentu, dengan hasil yang
gilang-gemilang, yaitu kemampuan memberikan rakyat berkaparan di tong-tong
sampah.
b.
Sepi
Suasana
siang terasa sepi. Pintu-pintu rumah tertutup rapat. Anak-anak tidak
bermain-main di halaman seperti biasanya. Angin bertiup keras, hingga keadaan
jalan yang panas kemarau itu penuh bertebaran debu-debu.
4.
Sudut Pandang
Didalam cerpen ini menggunakan sudut pandang orang
ketiga serba tahu adalah pengarang tidak terlibat langsung dalam cerita
ditandai penggunaan kata ganti orang dia, mereka, dan sebagainya atau
menggunakan nama tokoh.
Terlihat pada kutipan berikut ini:
‘’Ini daia
orangnya! Ia adalah suamiku, namun sejak kugali mayat anakku ini, ia telah
kuceraiakn. Semalam ia telah bercerita panjang lebar tentang garis depan. Akhirnya
ia pulang membawa tiupan-tiupan buat kita. Mayat ini sama sekali bukan
pahlawan. Dan seandainya ia sanggup banhun, ia akan berkata kepada kita bahwa
ia tdak ingin jadi pahlawan, aku tahu tabiat anak-anakku. Daialah! Orang
laki-laki ini yang membikinnya jadi pahlawan! Dia membunuhnya! Dia menipu
kita!’’.
5.
Perwatakan
Tokoh cerita ialah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama , yang oleh
pembaca ditafsirkan memilki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti
yang diespresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sedangkan
penokohan ialah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita.
1)
Ayah : sebagai manusia yang ambisius, penasaran, dan
haus akan keadilan. Dibuktikan dengan membunuh anaknya sendiri sebagai
sumbangan untuknya agar anaknya menjadi pahlawan. Mencari ide-ide hebat agar
tidak dirugikan lagi. Kutipan :
“Berbangga? Aku
telah kenyang dengannya. Sekarang aku harus memutuskan seseuatu yang hebat,
biar aku tak dirugikan habis-habisan.”
2)
Anak : memiliki sikap kepasrahan dan ketidakberdayaan
pada diri manusia. Dibuktikan dengan dirinya yang menerima nasib hidupnya
dihubungkan dengan disebutnya “tentara” dalam cerpen. Kutipan :
“Ayah, cukuplah.
Seharusnya keluarga kita berbangga. Perang yang susul menyusul, kita telah
mampu menyumbangkan tenaga kita.”
3)
Perempuan : penyayang, dan pendendam. Dibuktikan
ketika ia mengetahui anaknya mati dibunuh ayahnya, bukan mati karena
peperangan, perempuan itu marah dan ia menembakkan pistol kepada lelaki tua
untuk membalas dendam. Kutipan :
“Ini dia orangnya!
Ia adalah suamiku, namun sejak kugali mayat anakku ini, ia telah kuceraikan.
Semalam ia telah bercerita panjang lebar tentang garis depan. Akhirnya ia
pulang dengan membawa tipuan-tipuan buat kita. Mayat ini sama sekali bukan
pahlawan. Aku tahu tabiat anak-anakku. Dialah! Orang laki-laki ini yang
membikinnya jadi pahlawan! Dia membunuhnya! Dia menipu kita!”.
4)
Penduduk : berduka, sedih, marah, dan kecewa.
Dibuktikan ketika para masyarakat merasa ditipu oleh para pembesar atau
petinggi Negara karena peperangan itu mereka kehilangan keluarga yang mereka
cintai. Kutipan:
‘’Sebaiknya,
aku kena tipu oleh mereka!’’ Tangis laki-laki itu sambil menunjuk dengan
garangnya kepada para pemvesar. Yang ditunjuk melongo dan menarik dadanya
undur.
‘’Kita
semuanya kena tipu mentah-mentah. Lihatlah aku! Keluargaku ludes! Tidak ada
satu pun yang kudapat!’’.
6.
Amanat
Amanat merupakan pesan moral yang disampaikan oleh
penulis kepada pembaca melalui cerpen. Didalam cerpen “Godlob” karya Danarto mempunyai amanat yaitu jangan terlalu
berambisi dalam mendapatkan suatu hal yang menguntungkan diri sendiri, hingga
keadilan dan hak-hak seseorang ditelan mentah. Sebagai seorang pemimpin
seharusnya mempedulikan rakyatnya tidak semenah-menah dengan kekuasaan yang
dimilikinya sehingga tercapai kedamain dan kesejahteraan bersama.
D.
Unsur
Intrinsik Novel “Atheis”
1.
Tema
Seorang pemuda yang mengalami kegoncangan kepercayaan yang disebabkan
tidak adanya keseimbangan antara hubungan dengan manusia dan hubungan dengan
Allah swt.Sebagaimana dijelaskan di halaman 76 “Keras aku mengucapkan nama
tuhan itu pada tiap kali aku berubah sikap. Keras-keras supaya bisa mengatasi
suara hati dan pikiran. Keras-keras pula nama tuhan itu kuucapkan dalam hati.
Tapi tak lama kemudian melentur-lentur lagi pikiran itu, sekarang malah makin
simpang siur makin kacau rasanya”, juga terdapat pada halaman 135 “sembahyang
hanya kadang-kadang saja lagi kulakukan, yaitu apabila aku meras terlalu berat
tertimpa oleh tekanan kesedihan yang tak terpikul agi oleh batinku. Puasa sama
sekali sudah kupandang suatu perbuata yang sesat. Dan tidak muntah-muntah atau
merasa jijik lagi kalau makan-makan direstoran cina.
2.
Latar/ Setting
Di dalam novel Atheis banyak sekali latar yang dipergunakan misalnya;
1)
Latar
Tempat
a. Kantor Kenpeitai, ( halaman 1) “sempoyongan Kartini keluar dari
sebuah kamar dalam kantor
Kenpeitai”
b. Gang Asmi halaman 86 (bagian IV) “ tiba –tiba
persis didekat simpangan gang asmi terdengarlah seseorang lari menyusul”
c. Kantor Gementee, Bandung (halaman 20) “Ketika baru-baru ini dia
bekerja dikantor Gementee”.
d. Kebun Manggu (halaman30) “Sambil mendayung keg
an Kebon Manggu”
e. Lengkong Besar (halaman 175) “Tidak tetap
langkahku ketika malam itu kira-kira pukul tujuh malam aku berjalan kerumah
kartini di Lengkong besar”
f. Halte Wanaraja (hal 139) “Aku, Anwar dijemput
dengan sebuah delman yang sengaja dikirim oleh ayahku ke halte wanaraja)
g. Kuburan Garawangsa (halaman 162) “Kami
berangkt lagi ke kuburan Garawangsa”
h. Loket Kotaparaja (bagian IV halaman 26) “loket
bagian jawatan air dari Kotaparaja tidak begitu ramai seperti biasa”
i. Lereng gunung telaga bodas (bagian III halaman
10) “Di lereng gunung telaga bodas ditengah-tengah pegunungan priangan yang
indah”
2) Latar Waktu
a. Sore hari “hari itu baik sorenya”.
Halaman 55 (Bagian IV)
b. Malam hari “malam itu aku kecewa karena sudah
masak ku idam-idamkan akan berkunjung kerumah Rusli sore itu, tapi Rusli
pergi”halaman 57 (bagian IV)
c. Malam rabu ketika Hasan bertemu Kartini di
Gang Asmi “tiba –tiba persis didekat simpangan
gang asmi terdengarlah seseorang lari menyusul, kami persis berjalan dibawah lampu(hal
80-86).
d. Pukul tujuh malam ““Tidak tetap langkahku
ketika malam itu kira-kira pukul Tujuh malam aku berjalan kerumah kartini di
Lengkong besar” halaman 175 (bagian IV)
e. 12 Februari 1941 saat Hasan menikah dengan
Kartini. “12 Februari 1941 sejak aku kawin dengan kartini (halaman l 177)
f. 1 Oktober setelah Hasan dan Kartini menikah
kira-kira tiga tahun setengah (hal 177))
3) Latar Suasana
a. Sedih ketika Hasan meninggal dunia.(halaman 4)
“Hasan ternyata sudah meninggal dunia, beberapa menit yang lalu. Bercucuran air
matanya ia sekan-akan berpijak di atas dunia yang tidak dikenalnya lagi”
b. Mengharukan saat Hasan berpisah dengan
Rukmini, saat Hasan berdebat dengan kedua orang tuanya.
c. Menakutkan saat Hasan dan Anwar berjalan
menyusuri kuburan Garawangsa. (halaman 160) “makin dekat ke kuburan makin berat
perasaanku takut menindas jiwaku”.
3.
Alur
Campuran
Alur
ceritanya adalah sebagai berikut :
1) Penyelesaian
Hasan
meninggal dunia. (Bagian I, halaman 4)
“Hasan ternyata telah meninggal dunia, beberapa menit yang lalu hal itu
diketahui oleh Kartini. Rupanya bada hasan yang lemah berpenyakit tbc tidak
sanggup mengatasi segala siksaan
algojo-algojo kenpei yang kejam itu.
2) Perkenalan awal
Tokoh
“aku” ketika bersama Hasan (Bagian II, halaman 6) “Ketika itulah perkenalanku
dengan seorang laki-laki yang memerlukan datang pada suatu sore kerumahku”
3) Perkenalan
Perkenalan
tokoh-tokoh serta latar tempat, waktu dalam novel oleh tokoh “aku” sebagai
Hasan. (Bagian III, halaman 10) “kampong Payeredan adalah kampungku, disalah
sebuah rumah setengah batu itu tinggal orang tuaku Raden Wiradikarta.”
4) Konflik 1
Melihat
cara bergaul Kartini dan Rusli yang menyimpang, Hasan ingin menyadarkan mereka
menuju jalan yang benar. (Bagian IV halaman 52) “tidak, kalau ada orang yang
harus membawa dia ke jalan yang benar
ialah mesti orang-orang yang alim, yang saleh, yang rajin beramal
ibadat, bukan macam si rusli itu, jalan agama yang telah dirintis oleh
Rosul-Nya, jalan inilah yang harus ditempuh oleh kartini.”
5) Konflik 2
Hasan
mulai menyukai Kartini. (Bagian IV)
6) Konflik 3
Hasan
sedikit terpengaruh oleh cara bergaul Kartini dan Rusli. (Bagian IV)
7) Konflik 4
Hasan
tidak menyukai sikap Anwar saat mereka bertemu. (Bagian V)
8) Konflik 5
Hasan
benar-benar terjerumus ke dalam pergaulan atheis. (Bagian VI-VII)
9) Konflik 6
Hasan
pulang kampung ke Garut dan berdebat dengan ayahnya. (Bagian IX)
10) Konflik 7
Hasan
menikah dengan Kartini. (Bagian XI)
11) Konflik 8
Kartini
menemukan surat-surat yang membuatnya tidak percaya terhadap Hasan. (Bagian
XII)
12) Klimaks
Hasan
bertengkar hebat dengan Kartini hingga Kartini dipukuli olehnya. Sampai
akhirnya Kartini berniat pergi ke kampung halamannya, namun ia bertemu dengan
Anwar. Lalu mereka pergi ke sebuah penginapan. (Bagian XII-XIV)
13) Peleraian
Mengetahui
ayahnya meninggal, Hasan mulai sadar untuk kembali ke jalan yang benar. Pada
saat itu ia mengetahui bahwa Kartini pernah ke penginapan bersama Anwar. Hasan
pun mencari Anwar untuk membuat perhitungan. (Bagian XV)
14) Penyelesaian
Hasan
tertembak, lalu meninggal dunia. (Bagian XV)
4.
Penokohan
1. Tokoh Utama
a. Hasan
a) Penurut
Bukti
: aku merasa bahwa aku adalah seorang anak yang mau...(hal 21)
b) Sering berbohong
Bukti
: .....jawabku berbohong (hal 50)
c) Pencemburu
Bukti :Kadang-kadang
ia suka pula membikin aku cemburuan...(hal 110)
d) Tidak berpendirian tetap
Bukti
: Tidak setia pada pendirian sendiri.....(hal 137)
e) Penakut
Bukti
: pada Bagian IX.
b. Kartini
a) Berideologi tegas dan radikal
Bukti
: Ya bung pengalamannya .....(hal 38)
b) Setia
Bukti
: terdapat pada Bagian XIV
c. Anwar
a) Periang
Bukti
:.....ternyata seorang periang. (hal 102)
b) Tidak konsekwen
Bukti
: ...tidak konsekwen. (hal 132)
c) Anarkhis
d) Suka mencuri
e) Tidak sopan
f) Cari perhatian
2. Tokoh Sampingan
a. Rusli : pandai, atheis.
b. Raden Wiradikarta : sangat saleh dan alim (hal 16)
c. Ibu Hasan : sangat saleh dan alim (hal 16)
d. Haji Dahlan : penasehat yang baik (hal 18)
e. Kiyai Mahmud : seorang guru tarekat yang baik (hal 19)
f. Fatimah : baik hati, rajin, penurut
g. Bung Parta : pandai (hal 112)
h. Bibi Hasan : baik (hal 47), rajin beribadat
(hal 48)
i.
Minah : penurut, baik
j.
Mimi : baik, jujur,
selalu ingin tahu
k. Ibu Kartini : serakah (hal 38-39)
l.
Pak
Artasan : sopan (hal
142), pandai mendongeng (Hal 143)
m. Pak Ahim : sopan (hal 142), penakut
n. Amat :
terbuka, jujur
o. Siti :
pandai mendongeng, rajin beribadat (hal 23)
TOKOH
ANTAGONIS : Batin Hasan
TOKOH
PROTAGONIS : Hasan.
TOKOH
TRITAGONIS : Batin Hasan
5.
Sudut
Pandang
Di
dalam novel Athes selain menggunakan gaya aku, pengarang juga menggunakan pula
gaya dia. Dengan demikian sudut pandang pengarang ( point of view ) ialah
campuran ( multiple ) antara orang pertama sebagai pelaku utama dengan orang
ketiga yang mengetahui segalanya.
6.
Gaya
Bahasa
Sebagian
besar novel Atheis menggunakan bahasa yang mudah dipahami, tapi tidak sedikit
yang menggunakan bahasa kiasan seperti:
1) Majas Asosiasi atau Perumpamaan
Suaranya
menggores tajam dalam hatiku seperti suara paku diatas batu tulis. (hal 10)
Seperti
kucing yang sabar menunggu-nunggu kesempatan untuk menyergap tikus yang sedang
diintainya, ......(hal 65)
Rupanya
perkataan Ayah laksana jari yang melepaskan cangkolan gramopon yang baru
diputar. (hal 17)
2) Majas Hiperbola
Semuanya
kelihatannya sangat lesu juga. Serupa onggokan- onggokan daging juga yang tak
berdaya apa-apa pula. (hal 7)
Aku
agak malu , terasa darah membakar telinga lagi. Hidung bergerak tak keruan.
(hal 42)
3) Majas Metafora
Sungguh
lokomotip yang rakus ia! (hal 65)
Selain
itu pengarang juga menggunakan bahasa Belanda seperti :
1) In de nood leert men bidden (hal 20)
2) Zeer eenvoudig(hal 104).
3) Ik ben een god in het diepst van mijngedachten
(hal 104).
4) Heerlijk zeg! Gestolen vruchten smaken
inderdaas zoet (hal 162).
7. Amanat
Novel Atheis mengandung pesan yaitu, seseorang dalam menjalankan
kehidupan di dunia ini haruslah seimbang antara kehidupan vertikal dan
horizontal yaitu hubungan sesama manusia dan hubungan dengan Allah swt. Agar
seseorang bahagia hidupnya di dunia dan akhirat.
UNSUR EKSTRINSIK
Unsur-unsur Ekstrinsik Cerpen “Godlob” karya Danarto
1. Latar
Belakang Pengarang
Lahir di
Sragen dari Siti Aminah, seorang pedagang eceran di pasar kabupaten, dengan
Djakio Hardjosoewarno, seorang buruh pabrik gula Modjo, Danarto adalah anak
keempat dari lima bersaudara. Menikah dengan Siti Zainab Luxfiati, seorang
psikolog.
Selama
kuliah di ASRI Yogyakarta, dia aktif dalam Sanggar Bambu pimpinan pelukis
Sunarto Pr, dan ikut mendirikan Sanggar Bambu Jakarta. Tahun 1979-1985 bekerja
di majalah Zaman, tahun 1976 mengikuti International Writing Program di
Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Tahun 1983 menghadiri Festival
Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda.
Ia pernah
bergabung dengan Teater Sardono, yang melawat ke Eropa Barat dan Asia, 1974. Di
samping berpameran Kanvas Kosong (1973) ia juga berpameran puisi konkret
(1978). Pada 1 Januari 1986, Danarto mengakhiri masa bujangannya dengan
menikahi Siti Zainab Luxfiati, yang biasa dipanggil Dunuk. Sayangnya, rumah
tangga Danarto tidak berlangsung lama. Danarto dan Zainab bercerai setelah
lebih kurang 15 tahun berumah tangga.
Perjalanan
hidup Danarto kaya dengan pengalaman baik di dalam negeri dan di luar negeri.
Selain sebagai sastrawan, ia dikenal juga sebagai pelukis, yang memang ditekuni
sejak masa muda. Sebagai pelukis ia pernah mengadakan pameran di beberapa kota.
Sebagai budayawan dan penyair ia pernah mengikuti program menulis di luar
negeri diantaranya di Kyoto, Jepang.
2. Kondisi
Masyarakat Saat Karya Sastra Diciptakan
Cerpen Godlob karya Danarto dibuat pada tahun 1967, cerpen ini
sendiri menjadi judul sebuah kumpulan cerpen yang berjudul sama, Godlob. Dari
beberapa sumber yang saya baca, Danarto bukanlah sastrawan yang produktif
mengeluarkan cerpen karena dalam kurun waktu 12 tahun (1975-1987) hanya ada 3
kumpulan cerpen yang muncul. Kumpulan cerpen Godlob termasuk terbitan tahun
1975. Tentang peristiwa kehidupan masyarakat pada umumnya dan fakta sosial atau
fakta kemanusiaan yang terjadi di negara Israel-Palestina dari dimulainya
peperangan.
3. Nilai-nilai
yang terkandung dalam cerpen Godlob
1)
Nilai sosial
Nilai sosial
adalah nilai yang bisa dipetik dari interaksi-interaksi tokoh-tokoh yang ada di
dalam cerpen dengan tokoh lain, lingkungan dan masyarakat sekitar tokoh.
Dalam cerpen
Godlob tersebut menunjukan rasa semangat berjuang dalam peperangan hingga
peperangan berakhir. Seperti pada kutipan berikut:
-
‘’Malam
datang, Anakku. Sedang gagak-gagak itu masih belum juga kenyang.’’ Keadaan
telah gelap gulita, hanya sekali-kali jauh dsana melayang-layang pistol cahaya,
mencari-cari nyawanya yang masih hinggap di badan.
-
Semacam
manusia yang percaya kepada manusia lain, sehingga kepasrahan ini mampu
mendorng nya untuk mengorbankan segala-galanya, harta bendanya, keluarganya,
dan nyawanya.’’
2) Nilai
agama
Nilai agama adalah hal-hal yang
bisa dijadikan pelajaran yang terkandung di dalam cerpen yang berkaitan dengan
ajaran agama.
Di dalam cerpen Godlob menceritakan
bahwa dalam keadaan peperangan mereka tidak melupakan Tuhan mereka dan selalu
bersyukur atas apa yang telah terjadi. Seperti pada kutipan
berikut:
‘’Ya
manusia yang mulia di mata Tuhan.’’kata orang tua itu.’’Ayah, kenapa aku tak
memilih lapangan yang lain ?Seandainya pilihanky itu sesuatu bencana bagiku,
sang nasiblah yang mengantarkan aku ke sana, jadi seharusnya manusia merasa
senang juga.
3) Nilai
moral
Nilai moral adalah nilai-nilai yang
terkandung di dalam cerita dan berkaitan dengan akhlak atau etika yang berlaku
di dalam masyarakat. Di dalam suatu cerpen, nilai moral bisa menjadi suatu
nilai yang baik maupun nilai yang buruk.
Dalam cerpen Godlob menceritakan
bahwa peperangan yang terjadi karena para politikus atau para petinggi Negara
yang saling bersaing untuk memperebutkan kekuasaan tanpa memperdulikan apa
akibat pada masyarakatnya. Seperti pada kutipan berikut:.
‘’Nasibkulah,
Anakku! Nasibkulah yang menyebabkan aku berbicara, sehingga tidak cukup sekian
saja. Aku sudah menyerahkan empat nyawa anak-anakku kepada sang Politikus dan
tidak ada satupun yang kuterima. Sekarang ia merenggut anakku yang terakhir dan
nyawanya paling kusayangi, kau! Kau! Sesuatu yang bagaimanakah dan bentuk
kebenaran macam apakah menghallalkan itu semuanya? Anakku! Anakku! Tak bisa
kutanggungkan lagi . . ..’’
Unsur-unsur
Ekstrinsik Dalam Novel “Atheis”
1. Latar
Belakang Sosial Budaya
Dalam
segi sosial budaya novel Atheis menyuguhkan dua macam anggota masyarakat yang memiliki latar belakang
lingkungan hidup yang berbeda, yaitu kelompok masyarakat tertutup dan kelompok
masyarakat terbuka.
2. Latar
Belakang Agama
Dalam
segi agama novel Atheis menyuguhkan dua macam kelompok masyarakat yang
berlainan kepercayaan; Kelompok masyarakat yang pertama ialah kelompok
masyarakat yang mempercayai adanya Tuhan ( Theis ) dan sangat taat beribadah
dalam memeluk agama Islam, sedangkan kelompok masyarakat yang kedua ialah
kelompok masyarakat yang tidak mempercayai adanya Tuhan ( Atheis ), melainkan
menganggap mesin atau teknologi sebagai Tuhan mereka.
3. Hal
yang menarik di dalam novel Atheis
Ketika
Hasan beristirahat disebuah penginapan, ia melihat daftar tamu di penginapan
itu, ia menemukan nama Kartini dan Anwar. Setelah mendapat penjelasan dari
pelayan hotel, Hasan yakin bahwa Kartini telah berbuat serong dengan Anwar, Ia
lari keluar pada malam gelap untuk membalas dendam, tapi terdengar suara serene
mengaung-ngaung tanda bahaya, tapi Hasan tidak menghiraukannya, lari terus,
akhirnya ia ditembak oleh tentara Jepang karena disangka mata-mata musuh. Hasan
tersungkur, dangan bibir melepas kata “Allahu Akbar“, tak bergerak lagi.
4. Hal
Yang Kurang Menarik Dalam Novel Atheis
Ketika
Hasan dan Kartini pergi berjalan-jalan selepas menonton bioskop. Mereka
berjalan-jalan ke sebuah taman lalu duduk di salah satu bangku taman, sambil
memandangi bulan yang begitu indah.
5. Hubungan
Cerita Dengan Kehidupan sehari-hari
Banyak
orang di lingkungan kita yang cara hidupnya tidak seimbang antara keperluan
dunia dan keperluan akhirat contohnya:
1)
Ada orang yang lebih mementingkan
kehidupan dunianya dibanding kehidupan akhiratnya dan sebaliknya.
2)
Ada orang yang lebih mementingkan
kehidupan akhiratnya dan tidak
memikirkan kehidupan.
Unsur
Ektrinsik Hikayat “Panji Semirang”
1. Latar
Belakang Pengarang
Pengarang
melihat kejadian tentang ini sehingga ia gambarkan apa yang ia lihat dan fahami
dalam bentuk tulisan.
2. Agama : Agama yang tergambar didalam hikayat ini
yaitu beragam Budha.
3. Lingkungan
Sosial
Lingkungan
sosial yang kurang baik karena banyak terdapat perpecahan antara mereka
terlebih jelas telah di gambarkan konflik yang jelas terdapat unsur benci, iri
dan dendam.
4. Moral
Moral sang pengarang, disisi lain menunjukan ke sesuatu yang baik, tetapi disisi lainnya lagi menunjukan ke sesuatu yang kurang baik.
Moral sang pengarang, disisi lain menunjukan ke sesuatu yang baik, tetapi disisi lainnya lagi menunjukan ke sesuatu yang kurang baik.
5. Pendidikan : Pendidikan yang baik karena amat yang
didapat sangat mendukung.
6. Pemakaian
Bahasa
Komentar
Posting Komentar