Analisis Prosa Lama dan Prosa Baru "Panji Semirang"


LAPORAN
HASIL ANALISIS KARYA SASTRA PROSA LAMA DAN BARU
Sebagai Tugas Mata Kuliah Menulis Prosa Fiksi
Diampu oleh Dra.Lisdwiana Kurniati,M.Pd.








Disusun oleh;
                                                Kelompok      : III
                                                Ketua              : Ria Destiana (15040030)
                                                Anggota          : Ariyanti Nurrohmah ()
                                                                          Intan Indah Saputri()
                                                                          Dewi Amelia ()


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
Tahun 2017
KATA PENGANTAR

Assallamuallaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana atas berkat rahmad dan hidayahnya kami dapat menyusun laporan ini dengan semaksimal mungkin. Sholawat serta salam tak lupa kami sanjung agungkan kepada Baginda Muhmmad SAW yang mana safaatnya selalu dinantikan di Yaumil Akhir. Amin Ya Rabbal’alamin.
Terimakasih kami ucapkan kepada Dosen pengampu mata kuliah menulis prosa fiksi yaitu Dra.Lisdwiana Kurniati,M.Pd. karena beliau dengan sabar telah membimbing kami dalam mengerjakan laporan ini. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih untuk kedua orang tua yang selalu menyemangati kami disetiap waktu serta teman- teman yang telah mau berbagi ilmu dan membantu kami.
Didalam laporan ini kami akan membahas tentang Analisis hasil karya sastra prosa lama dan baru. Dimana prosa lama terdiri dari sebuah roman, hikayat dan dongeng kemudian ada prosa baru yang terdiri dari novel dan cerpen. Hal yang dikaji yaitu mengenai unsur intrinsik dan ekstrinsik yang ada pada kedua prosa tersebut. Oleh karena itulah dalam laporan ini akan dibahas secara terstruktur.
Didalam penyusunan laporan ini kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menyusun laporan lain dikesempatan yang akan datang. Semoga laporan ini bermanfaat, tidak hanya bagi kami tetapi juga bagi pembaca.
Wassallamuallaikum Wr.Wb.


Pringsewu, 25 Oktober 2017



Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................................................
RINGKASAN/ SINOPSIS DARI PROSA LAMA DAN PROSA BARU...................
A.    Roman...................................................................................................................
B.     Hikayat .................................................................................................................
C.     Dongeng................................................................................................................
D.    Novel.....................................................................................................................
E.     Cerpen...................................................................................................................
ANALISIS PROSA DARI UNSUR INTRINSIK
A.    Tema......................................................................................................................
B.     Amanat..................................................................................................................
C.     Alur.......................................................................................................................
D.    Penokohan.............................................................................................................
E.     Latar......................................................................................................................
F.      Sudut Pandang......................................................................................................
G.    Gaya Bahasa..........................................................................................................
ANALISIS PROSA DARI UNSUR EKSTRINSIK
A.    Relgius...................................................................................................................
B.     Moral.....................................................................................................................
C.     Pendidikan............................................................................................................
D.    Sosial.....................................................................................................................
E.     Ekonomi................................................................................................................
F.      Psikologi................................................................................................................
G.    Budaya..................................................................................................................
H.    Kesehatan
KESIMPULAN HASIL PEMBAHASAN/ ANALISIS SECARA PERIODISASI SASTRA
A.    Prosa Lama (Angkatan 20-60)
B.     Prosa Baru (Angkatan 70-sekarang)
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
HIKAYAT PANJI SEMIRANG
Karya

Dua buah kerajaan dari dua orang kakak beradik, Ratu Daha dan Ratu Kuripan merupakan dua hal jauh berbeda. Ratu Daha saudara yang tertua, ialah seorang tokoh manusia yang tidak teguh pendiriannya. Setiap kali ia dapat mengubah pendiriannya, karena hasutan selirnya Paduka Liku, ibu Galuh Ajeng. Apalagi setelah ibu Cendra Kirana meninggal dunia, karena tapai beracun yang diberikan Paduka Liku. Untuk mendinginkan kemarahan raja. Paduka Liku mencarikan guna-guna, sehingga kasih raja berpindah kepadanya. Galuh Ajeng dimanjakan. Dalam semua hal ia ingin didahulukan.

Adiknya, Raja Kuripan, merupakan seorang tokoh yang berhatihati dalam segala tindakannya. Tak putus dari berpikir panjang lebar sebelum ia berbuat sesuatu. Putranya hanya seorang yaitu Raden Inu Kertapati, yang akan dipertunangkan dengan putri saudaranya, Galuh Cendra Kirana. Saudaranya yang lain adalah Ratu Gageleng. Ia berputra seorang  pula, Raden Singa Menteri, yang suka dipuji dan disanjung. Segala-galanya akan diberinya asal ia dipuji sebagai seorang yang tampan dan gagah, yang melebihi orang lain. Saudaranya yang seorang lagi ialah Biku Gandasari, seorang perempuan, menyisihkan diri dari keduniawian dan bertapa di Gunung Wilis.

Pada suatu seketika, Raden Inu mengirimkan dua buah boneka. Sebuah dari pada emas yang dibungkus dengan kain biasa, sedang yang lain daripada perak, tetapi dibungkus dengan kain sutera yang mahal harganya. Tentulah Galuh Ajeng yang dapat memilih lebih dahulu dan tentu pula ia akan memilih apa yang terbungkus dengan kain sutera itu.

Setelah ia mengetahui, bahwa boneka Cendra Kirana terbuat dari pada emas ia merajuk kepada ibu dan ayahnya untuk ditukar. Tetapi bagaimanapun juga ayah memaksanya, namun boneka emas itu tak juga diserahkan oleh Galuh Cendra Kirana. Kemarahan ayahnya timbul, sehingga rambut Galuh Cendra Kirana diguntingnya. Sejak itulah ia merasa, bahwa hidup di istana merupakan hidup di bara api. Apalagi sudah ternyata, bahwa ayahnya telah membencinya. Pada suatu malam ia melarikan diri dengan ibu tirinya, selir raja yang pertama, Mahadewi, bersama-sama dengan dua orang pengiringnya Ken Bayan Ken Sengit. Di daerah antara perjalanan Daha dan Kuripan ia mendirikan sebuah keraton, sedang namanya diubah dengan Panji Semirang Asmarantaka. Begitu juga dengan dua pengiringnya menyamar pula sebagai orang laki-laki dan namanya pun berubah. Ken Bayan dengan Kuda Perwira sedang Ken Sengit dengan Kuda Peranca. Kerajaan baru itu makin besar, karena keberanian kedua orang pengiring Panji Semirang yang merampas harta benda orang yang lalu di situ. Utusan Raja Kuripan ke Daha dapat pula dikalahkan, sehingga Raden Inu sendirilah yang datang untuk menuntut balas. Tetapi apa yang terjadi?

Setelah Raden Inu melihat wajah Panji Semirang, ia terpesona dan tak kuasa pula untuk menuntut balas. Malahan terjadi suatu persahabatan. Dengan demikian, Raden Inu dapat meneruskan perjalanannya ke Daha untuk melangsungkan perkawinannya dengan Galuh Cendra Kirana. Bukan kesenangan dan kegembiraan, tetapi penyesalan dan kekecewaan yang didapatinya di Daha, karena Galuh Cendra Kirana sudah tak ada di sana. Walaupun demikian perkawinan itu dilangsungkan juga dengan Galuh Ajeng, karena permintaan yang keras dari ibunya, Paduka Liku, kepada Ratu Daha. Perkawinan itu tidak membawa kebahagiaan kedua belah pihak, karena tak ada benih cinta dan senang yang tertanam di dalamnya. Malahan Raden Inu mulai curiga, bahwa Panji Semirang itu ialah kekasihnya, Galuh Cendra Kirana. Daha ditinggalkannya untuk menyusul Panji Semirang di kerajaan baru itu bersama-sama dengan 3 orang pengiringnya: Jeruje Kartala, Persanta, dan Punta.

Kekecewaan yang kedua tak dapat pula ditolaknya. Kerajaan baru itu sudah kosong. Panji Semirang dengan pengiring-pengiring-nya telah meninggalkan tempat itu menuju Gunung Wilis, tempat pertapaan bibinya. Raden Inu hanya mendapatkan Mahadewi, yang tidak dibawa dalam perjalanan pindah karena sudah tua. Ia didapatinya sedang menangis. Perkataannya yang keluar mengatakan, bahwa Panji Semirang memanglah Galuh Cendra Kirana, putri Ratu Daha. Setelah Mahadewi diantarkan ke Daha kembali, berangkatlah Raden Inu menyusul kekasihnya dengan nama samaran Panji Jayeng Kesuma.

Dalam perjalanannya Panji Semirang meninggalkan pakaian lakilakinya. Puspa Juwita dan Puspa Sari, kedua putri pemberian Raja Mentawan yang kalah perang terkejut. Mereka baru mengetahui, bahwa Panji Semirang adalah seorang perempuan. Setelah merintis hutan dan gunung sampailah mereka ke pertapaan Biku Gandasari di Gunung Wilis. Mereka disambut dengan ramah tamah. Beberapa hari mereka tinggal di pertapaan itu. Pada suatu hari Biku Gandasari menyampaikan kata kepada kemenakannya, bahkan cita-citanya akan sampai juga kalau ia pada hari itu berangkat meninggalkan pertapaannya dan menyamar sebagai seorang gambuh (= penari) Panji Semirang dan pengiringnya mengenakan pakaian laki-laki lagi. Galuh Cendra Kirana mengubah namanya lagi dengan Gambuh Warga Asmara.

Banyak sudah negeri yang didatangi dan di mana-mana Gambuh mendapat sambutan yang hangat. Akhirnya sampailah mereka ke Gageleng, kerajaan pamannya. Di daerah itu mereka mempertunjukkan kegambuhannya.

Dalam perjalanannya Raden Inu atau Panji Jayeng Kesuma sudah beberapa hari tinggal di kerajaan Gageleng. Raden Inulah yang menambah menggilakan Raden Singa Menteri yang gila sanjung dan dipuji itu. Banyak pegawai istana yang beruntung karena hadiah Raden Singa Menteri karena pujian-pujian, bahwa ia lebih gagah dan tampan dari pada Raden Inu, sepupunya. Dari pengiring-pengiringnya Raden Inu mendengar, bahwa Gambuh Warga Asmara baik sekali bermain. Mereka minta, agar gambuh itu dapat pula bermain di istana. Rupa Gambuh Warga Asmara menerbitkan prasangka lagi pada Raden Inu. Dalam hatinya ia menyatakan bahwa Gambuh itu Panji Semirang. Tetapi beberapa kali dinyatakan Gambuh Warga Asmara tetap menjawab, bahwa ia tidak kenal kepada Panji Semirang.

Walaupun demikian tak putus-putus Raden Inu untuk mengamat-amati Gambuh itu. Rahasia itu lama lama terbuka juga. Tiap-tiap malam sebelum tidur, boneka emas, pemberian Raden Inu dahulu, selalu ditimang-timang dan dibelai-belai dengan rasa kasih sayang. Pada suatu malam Raden Inu dapat melihat hal itu dalam intaiannya. Dengan tiada menanti lagi dipeluknya Gambuh itu, yang tiada lain daripada Cendra Kirana yang telah lama dikejar-kejar dan dicari-carinya.

Perkawinannya dilangsungkan di Kerajaan Kuripan. Dalam perkawinan itu diundang juga Ratu Gageleng dan Raja Daha beserta Paduka Liku dan Galuh Ajeng. Galuh Ajeng menangis pula dengkinya, karena istri Raden Inu Kertapati tiada lain, selain Galuh Cendra Kirana. Akhirnya ia dikawinkan dengan Raden Singa Menteri, putra Raja Gageleng, yang gila puji itu dan sanjung itu.

Paduka Liku sudah tidak menjadi impian dan kekasih Raja Daha lagi, karena kekuatan guna-gunanya sudah luntur. Mahadewilah yang diangkat menjadi permaisuri.  Selanjutnya tampuk pimpinan Kerajaan Kuripan dan Daha dikendalikan oleh Raden Inu Kertapati bersama-sama dengan permaisurinya Galuh Cendra Kirana.
CERPEN “GODLOB”
Karya : Danarto
Penerbit : Grafitipers

Cerpen berjudul Godlob merupakan salah satu cerpen yang di muat dalam Kumpulan cerpen Godlob karya Danarto. Godlob pertamakali diterbitkan pada tahun 1975. Berikut adalah Kutipan Keseluruhan (Full) Cerita pendek yang berjudul Godlob, karya DANARTO

Gagak-gagak hitam bertebahan dari angkasa, sebagai gumpalan-gumpalan batu yang dilemparkan, kemudian mereka berpusar-pusar, tiap-tiap gerombolan membentuk lingkaran sendiri-sendiri, besar dan kecilm tidak keruan sebagai benang kusut. Laksana setan maut yang compang-camping mereka buas dan tidak mempunyai ukuran hingga mereka loncat ke sana loncat kemari, terbang ke sana terbang kemari, dari bangkai atau mayat yang satu ke gumpalan daging yang lain. Dan burung-burung ini jelas kurang tekun dan tidak memiliki kesetiaan. Matahari sudah condong, bulat-bulat tidak membara dan membakar padang gundul yang luas itu, yang diatasnya berkaparan tubuh-tubuh yang gugur, prajurit-prajurit yang baik, yang sudah mengorbankan satu-satunya milik yang tidak bisa dibeli: nyawa ! Ibarat sumber yang mati mata airnya, hingga tamatlah segala kegiatan menangis karena habisnya susu ibu.
http://remajasampit.blogspot.com/
Tiap mayat berpuluh-puluh gagak yang berpesta pora bertengger-tengger di atasnya, hingga padang gundul itu sudah merupakan gundukan-gundukan semak hitam yang bergerak-gerak seolah-olah kumpulan kuman-kuman dalam luka yang mengerikan.
http://remajasampit.blogspot.com/
Suara-suaranya bagai kaleng-kaleng yang ditendang-tendang di atas lantai ubin, merupakan panduan suara lagu-lagu maut yang dahsyat, tak henti-hentinya memenuhi seluruh padang bekas pertempuran itu, jalinan-jalinan nada yang kacau-balau seolah setan-setan itu ketakutan oleh ancaman setan-setan lain atau sebuah persidangan tempat terjadi perdebatan-perdebatan yang tak menentu, dengan hasil yang gilang-gemilang, yaitu kemampuan memberikan rakyat berkaparan di tong-tong sampah.
http://remajasampit.blogspot.com/
Senjata berserakan di mana-mana. Beberapa senapan dengan sangkur terhunus, menancap disisi-sisi mayat dengan topi bajanya terpasang diatas. Mungin seorang teman sempat berbuat begini, sebelum ia sendiri ditolong oleh teman lainnya diberi tanda begitu.
http://remajasampit.blogspot.com/
Beberpa ekor gagak bermain-main dengan granat dan beberpa ekor yang lain menyeret-nyeret tali pinggang yang penuh peluru. Yang lain kelihatan hinggap diatas bren sambil menggaruk-garuk tubuhnya dan merentang-rentangkan sayapnya.
Bau busuk, anyir, menegang-negang seluruh bentangan padang gundul itu, hingga udara siang hari ingar-bingar oleh daging-daging yang menguap dan malam hari terasa pengap, seolah-olah mayat-mayat itu ada dalam kaleng.

Kalau angin bertiup keras, maka bau itu terbang ke mana-mana jauh dan jauh sekali, seolah kabar-kabar buruk yang diwartakan kepada tiap hidung, untuk dirasakan bersama bahwa perang itu busuk. Tetapi prajurit adalah prajurit, ia tabah akan semua perintah, walaupun bagaimana bentuk dan beratnya, dan perang itu pun berjalan lancar dan memuaskan dengan hasil yang gilang-gemilang, yitu pembunuhan berpuluh-puluh ribu manusia sebagai babatan alang-alang. Ya, manusia adalah alang-alang.
http://remajasampit.blogspot.com/
Matahari makin condong, bagai gumpalan emas raksasa yang bagus, membara menggantung di awang-awang dan pelan-pelan mau menghilang di balik bukit sana.
Dari ujung padang gundul itu, berderak-derak sebuah gerobak tanpa atap yang ditarik oleh dua ekor kerbau. Kelihatan di dalamnya dua orang laki-laki. Seorang anak muda terbaring parah di atas jerami. Yang seorang lagi tua, tetapi masih kelihatan kuat. Gerobak itu bergerak lambat dan karena keadaan jalan yang tidak rata, banyak lubang bekas meledaknya bom-bom atau peluru-peluru meriam hingga kedua penumpang itu terangguk-angguk, bahkan kadang-kadang terbanting pada dinding gerobak. Kerbau-kerbau itu berjalan gontai dan lemah, seolah-olah sudah segan untuk menarik kedua pemumpangnya dan ingin berhenti saja. Tiap kali gerobak itu melewati gerombolan gagak-gagak yang sedang pesta itu, gerombolan yang satu ke gerombolan yang lain, hingga mengingatkan lalat-lalat yang diusir dari koreng kerumunannya.
http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Bangsat, kamu sinting!’’ bentak orang tua itu sambil memukul beberapa ekor gagak ke sana kemari yang tiba-tiba menyerang gerobak itu.
‘’Kau kira! Kau kira!’’ ia memukul seekor yang hinggap di kepala anak muda yang berdarah itu. ‘’Kau kira kami bangai-bangkai ?’’ tetapi pukulan meleset dan mengenai kaleng hingga berderang terpelanting jauh dan burung itu terbang tertawa-tawa.
Ia meloncat mengambil kaleng itu. Kemudian geronak itu dibiarkannya ja;an di muka, ia terpukau berdiri. Pandangannya berkeliling. Raut mukanya menyeringai menatap gerombolan gagak-gagak mengerumuni bangkai-bangkai itu. Puluhan, ratusan, memenuhi padang itu. Kemudian ia lari dan tertawa-tawa, meloncat ke dalam gerobak.
http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Anakku.’’katanya sambilmemapah anak muda itu.’’Kau lihat. Kau lihat. Baru sekarang aku takjub atas pemandangan ini. Kau lihat.’’
‘’Ayah, cukuplah,’’jawab anak muda itu sambil merebahkan sirinya siatas jerami lagi.;;bukankah aku menarin-kemarin juga terbaring seperti mereka, sebelum Ayah mendapatkan aku ?
‘’Yah, seperti mereka, sebelum aku mendapatkan kau! Dan berhari-hari tangan-tanganmu yang lemah itu menggapai-gapai untuk mengusir burung-burung yang menyerangmu. Dan hidupmu yang mearisi hidung ibumu itu sudah cukup kebal untuk bau busuk bangkai kawan-kawanmu atau musuh-musuhmu. Dan udara menghantarkan kuman-kuman untuk mngunyah sedikit demi sedikit luka-lukamu yang parah itu.’’
‘’Ayah, cukuplah,’’ keluh prajurit muda itu sambil membetulkan balutan luka-luka yang kotor dan membusuk itu.
‘’Kau masih ingat sajak ‘Sang Politikus’?’’tanya orang tua itu. Tapi karena kata-kata itu seoalh-olah ditunjukan kepada dirinya sendiri, maka anak muda itu tidak menjawab. Orang tu itu lalu berdiri, tangannya merentang dan memandang sekeliling:
Oh, bunga penyebar bangkai
Di sana, di sana pahlawanku tumbuh mewangi
Ia berhenti deklamasi, sejenak ia termangu, sedang tangannya masih tetap terentang, lalu meledaklah tawanya dan bubarlah gerombolan gagak di  kanan kirinya.
‘’Sajak itu cukaup baik, cukup bermutu, bukan ?’’kata orang tua itu.’’Anakku, kau tahu bedanya sajak yang dibuat oleh seorang politikus dan seorang penyair?’’
Orang tua itu lalu memandang berkeliling lagi.
http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Kalau ada seorang yang menderita luka datamg kepada seorang politikus, maka dipukullah luka itu, hingga orang yang punya luka itu akan berteriak kesakitan dari lari tunggang langgang. Sedangkan kalau ia datang pada seorang penyair, luka itu akan di elus-elusnya hingga ia merasa seolah-olah lukanya telah tiada. Sehingga tidak seorangpun dari kedia macam orang itu berusaha mengobati dan menyembuhkan luka itu. Bagaimana pendapatmu, Anakku?’’
‘’Ayah, cukuplah,’’http://remajasampit.blogspot.com/
Dan gagak-gagak itu bubar berkerumun kembali. Lalu ganti berganti: bau busuk-kerbau gontai, bau busuk-sore redup, bau busuk-derap gerobak, bau busuk-kaok gagak.
‘’Malam datang, Anakku. Sedang gagak-gagak itu masih belum juga kenyang.’’
Keadaan telah gelap gulita, hanya sekali-kali jauh dsana melayang-layang pistol cahaya, mencari-cari nyawanya yang masih hinggap di badan.
‘’kalau malam gelap seperti ini, aku sangsi apa besok matahari sanggup menembusnya. Semuanya menyaksikan saya. Siang berganti siang. Malam berganti malam. Tidak ada sesuatu yang baru dalam hidup kita. Rutin, Rutin.

‘’Ayah, cukuplah. Bagiku semuanya memastikan. Tidak ada yang menyangsikan walaupun keadaanya rutin, rutin belaka. Semuanya kita sudah di atur. Tanpa kuminta dan di luar pengetahuan saya, lahirlah saya dari rahim ibuku yang bersuamikan Ayah,’’ia berhenti bicara karena napasnya tersengal-sengal. Dan roda-roda gerobak berderak-derak, sedang dua ekor kerbau ogah-ogahan.
‘’Aku anak bungsu. Kenapa aku tidak meminta sebagai anak sulung ? Aku kagum kepada tentara. Aku ingin memasukinya. Aku dilarang. Perang pecah dan membawaku ke sana. Sekarang aku luka parah, mungkin bisa hidup terus, mungkin sebentar nanti mati. Tetapi kini aku bisa berkata bahwa tentara itu baik. Semacam manusia yang percaya kepada manusia lain, sehingga kepasrahan ini mampu mendorng nya untuk mengorbankan segala-galanya, harta bendanya, keluarganya, dan nyawanya.’’
http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Ya manusia yang mulia di mata Tuhan.’’kata orang tua itu.’’Ayah, kenapa aku tak memilih lapangan yang lain ?Seandainya pilihanky itu sesuatu bencana bagiku, sang nasiblah yang mengantarkan aku ke sana, jadi seharusnya manusia merasa senang juga.
‘’Apa yang ada ini mempunyai pasangan-pasangan. Kalu sesuatu meleset dari pasangannya, manusialah yang salah mengerjakannya. Satu senti meleset mengakibatkan melesetnya seratus senti yang lain’’.
‘’Sebagaimana perang ini terjadi, umpamanya, nukanlah baegitu, Anakku?’’tukas ayahnya.’’Ada setetes yang tidak beres di kalangan atas, yang mengakibaykan puluhan, ratusan ,ribuan jiwa manusia hancur. Dan yang setetes itu harus diselidiki betul-betul. Mungkin perkara sepuluh persen komisi atau membela celana kotor yang cengeng. Atau tentang kebenaran bibir cewek.’’
‘’Ayah, cukuplah,’’potong anak muda itu, sambil menggeliat dan mengaduh karena menahan sakit.
‘’Mungkin. Seratus satu kemungkinan. Tetapi sesuatu yang sudah menjadi bubur, tidak berguna disesali. Yang terang, aku sudah bekerja sebaik-baiknya, O, Nasibku. . ..’’
‘’Nasibkulah, Anakku! Nasibkulah yang menyebabkan aku berbicara, sehingga tidak cukup sekian saja. Aku sudah menyerahkan empat nyawa anak-anakku kepada sang Politikus dan tidak ada satupun yang kuterima. Sekarang ia merenggut anakku yang terakhir dan nyawanya paling kusayangi, kau! Kau! Sesuatu yang bagaimanakah dan bentuk kebenaran macam apakah menghallalkan itu semuanya? Anakku! Anakku! Tak bisa kutanggungkan lagi . . ..’’
‘’Ayah, cukuplah! Cukuplah!’’
http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Belum cukup! Aku harus memutuskan sesuatu yang hebat, biar aku tidak diragukan habis-habisan! Lihatlah, Anakku! Lihatlah! Gelap gulita dan pekat. Saking gelapnya hampir hampir aku tak bisa melihat tubuhku sendiri. Tidak ada setitik cahaya pun. Florance Nightingale telah digondol gagak-gagak. Lembah kebenaran sudah diganti padang kurus kesangsian. Kau lihat di sana, katedral telah disapu habis rata dengan tanah dan sekarang ditumbuhi semak belukar. Kau lihat di sana masjid digerayangi cacing-cacing dan ula-ulat. Kau ihat di sana, perawan-perawan telah diseka di kamar-kamar. Kau lihat di sana, kuris-kursi pemerintahan sudah digadaikan. Apakah yang bisa diharapkan lagi, Anakku?’’
‘’Ayah, cukuplah. Seharusnya keluarga kita berbangga. Perang yang susul-menyusul, kita telah mampu menyambungkan tangan kita.’’
‘’Berbangga? Aku telah kenyang dengannya. Sekarang aku harus memutuskan sesuatu yang hebat, biar aku tak dirugikan habis-habisan. Anakku, aku minta sumbanganmu?’’
‘’Lukamu cukup parah, bukan ?’’
‘’Aku tidak tahu . . ..’’http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Tiap hari banyak orang-orang berbondong-bondong di batas kota dari pagi ghingga petang atau dari petang hingga pagi untuk menjemput, kalau-kalau suaminya, saudaranya, anaknya, kawannya, pulang dari pertempuran. Betapa setianya mereka. O, seandainya mereka tahu apa yang terjadi sesunggunya di padang gundul ini! Ibumu akan menyambutmu, juga kawan-kawanmu, juga para tetangga. Engkau sejenak akan dikagumi untuk kemudian dilupakan selama-lamanya.’’
‘’Ayah! Apakah Ayah tidak bisa melihat hikmah yang terkandung dalam semua kejadian ini?’’
‘’Tidak! Aku tidak melhatnya, sebab di situ memang tidak ada apa-apa!
Beberpa ekor gagak menubruk-nubruk dinding gerobak. Sedang udara dingin mnusuk-nusuk malam yang lengang itu.
‘’Supaya aku tidak terlalu rugi. Supaya nasibku sedikit lebih baik, aku minta sumbanganmu.’’
‘’Apa maksud Ayah sebenarnya?’’
‘’Anakku. Aku ingin kau jadi pahlawan.’’
‘’Ayah???’’http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Begitu bukan sajak sang Politikus?
Oh, bunga penyebar bangkai
Di sana, di sana, pahlawanku tumbuh mewangi

Betapa lezatnya sajak itu, Anakku. Apakah kau tidak bisa melihat kenikmatan pembunuhan dalam sajak itu?’’http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Ayah???”’http://remajasampit.blogspot.com/
Orang tua itu bangkit dan seandainya ada cahaya yang menerangi wajahnya, akan tampak betapa tegang urat-uratnya dan menyerengai merah. Lalu ia berkata keras-keras,
‘’Anakku, maafkan ayahmu. Kau harus kubunuh!’’
‘’Ayah dengan cara demikian ayah hendak menjadikan ku pahlawan? Ayah menghalallkank? Aku dan Aya adalah dua manusia. Di mata Tuhan, kita masing-masing berdiri sendiri-sendiri. Aku mempunyai Sang Nasib Pengasuhku sendiri! Ayah di atur oleh yang lain!
‘’Anakku, kali ini pengasuhmu menyerahkanmu kepadaku!’’
‘’Tidak! Tidak mungkin! Pengasuhku bekerja konstruktif!’’
‘’Ayah!!!’’http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Anakku!!!’’
‘’Ayah . . ..’’http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Anakku . . ..’’
************

Sehari sehabis pengangkatan prajurit muda itu sebagai pahlawan oleh para pembesar di balai kota, maka pagi harinya iring-iring jenazah yang panjang itu menuju makam pahlawan dengan kemegahan upacara militer. Banyak pengiring yang menangis. Anak semuda dia dengan keyakinanya, terlalu sayang untuk pergi.
Suasana siang terasa sepi. Pintu-pintu rumah tertutup rapat. Anak-anak tidak bermain-main di halaman seperti biasanya. Angin bertiup keras, hingga keadaan jalan yang panas kemarau itu penuh bertebaran debu-debu.
http://remajasampit.blogspot.com/
Hari berikutnya, sehabis penguburan, matahri mencambuk-cambuk kulit, ketika tiba-tiba jalan di depan balai kota di gemparkan oleh seorang perempuan membopong mayat.
Orang berduyun-duyun menuju kepadanya, hingga suasana hiuk-pikuk. Masing-masing menanya apa yang terjadi:

Siapakah wanita aneh itu ? tidak jijikkah ia? Aduh, seorang perempuan yang berani. Benar? Mayat pahlawan kemarin? Digali lagikah ia? Ya, Tuhan, oleh tangan ibunya sendiri. Jadi, yang membopong itu ibunya? Aduhai, satu paduan yang bagus: Ibu Pertiwi membopong Pahlawanya. Bukan begitu> kenapa tidak demikian? Tmpaknya suatu pemandangan yang mengerikan.
Mau dia apakan? Ada sesuatu yang salah? Bagaimana mungkin?

Kemudian para pembesar pada keluar dari balai kota dan turun mendapatkan orang-orang. Dalam sekejap, orang-orang yang berkerumun itu sudah sama banyaknya dengan rombongan pengantar jenazah kemarin. Lau di antara orang-orang yang mengelilingi permepuan dengan mayat itu, tersembullah seorang tua yang serta-merta berhadapan dengan peristiwa itu.
‘’Ini daia orangnya! Ia adalah suamiku, namun sejak kugali mayat anakku ini, ia telah kuceraiakn. Semalam ia telah bercerita panjang lebar tentang garis depan. Akhirnya ia pulang membawa tiupan-tiupan buat kita. Mayat ini sama sekali bukan pahlawan. Dan seandainya ia sanggup banhun, ia akan berkata kepada kita bahwa ia tdak ingin jadi pahlawan, aku tahu tabiat anak-anakku. Daialah! Orang laki-laki ini yang membikinnya jadi pahlawan! Dia membunuhnya! Dia menipu kita!’’
http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Sebaiknya, aku kena tipu oleh mereka!’’ Tangis laki-laki itu sambil menunjuk dengan garangnya kepada para pemvesar. Yang ditunjuk melongo dan menarik dadanya undur.
‘’Kita semuanya kena tipu mentah-mentah. Lihatlah aku! Keluargaku ludes! Tidak ada satu pun yang kudapat!’’
‘’Penghianat!’’ teriak para pembesar bersama-sama
‘’Menurut hukum yang bagaimanakah seorang berhak menyebut orang lain penghianat atau pahlawan? Kemarin kubawa mayat anakku, anak yang penghabisan dari empat orang lainnya yang sudah hancur duluan. Perang demi perang telah memeluk anak-anakku dengan mesranya. Dalam sekejap mata mayat ini diangkat jadi phlawan. Aku sudah mengira, aku sudah menduga. Sementara kalian dengan berkaleng-kaleng air mata mengantarkan ke kuburan, aku dengan tertawa terpingkal-pigkal!’’
‘’Dengan berpijak pada nilai-nilai objektif, akan ada tipuan-tipuan,’’ kata para pembesar bersama-sama.
‘’Adakah nilai-nilai Objektif? Semuanya adalah Subjektif!’’
‘’Apa yang kau harapkan sekarang?’’ kata para pembesar bersama-sama.
‘’Apa yang bisa kau harapkan dari kalian?’’
Lalu laki-laki itu mamandang sekeliling, menatapi wajah demi wajah:
‘’Kalian orang-orang kecil, sekali-kali boleh pergi ke garis depan. Hingga kita bisa juga berbicara tentang negara, tentang perang, tentang ekonomi, tentang sajak, tentang kebun binatang, tentang perempuan. Sudah diborongnya semua. Lanyas kiya sidiuruh bicara tentang apa?
‘’Oh, perutku terasa muak! Mual! Hingga mau muntah saja!’’

Tiba-tiba perempuan itu mencabut pistol dari pinggangnya dan sejenak menggelegar bunyinya memenuhi sudut-sudut kota dan sejenak laki-laki tua yang ada di hadapannya itu. Perlahan perempuan itu berjongkok di depannya. Ait matanya meleleh.
Suaminya menggeliat menoleh kepadanya:
‘’Perang demi perang berlalu, iseng demi iseng berpadu.’’
Kemudian ia meraih mayat anaknya dan jatuh.
Suasana hening. Sekaliannya dipaku di tempat berdirinya masing-masing.
Perempuan itu berdiri. Dengan wajah termangu ia memandang ke atas:
‘’Oh, nasibku, nasibku. Sedang kepada setan pun tak kuharapkan nasib yang demikian.’’











NOVEL “ATHEIS”
Karya:

Hasan seorang putra mantri guru yang bertempat tinggal di kampung Panyeredan, di lereng gunung Telaga Bodas. Raden Wiradikarta, demikian nama ayah Hasan. sebelum pesiun,Raden Wirakarta pernah berdinas di daerah Tasikmalaya, Ciamis, Banjor, Tenggarong, dan beberapa tempat kecil yang lain. Ia terkenal sebagai pemeluk agama Islam yang taat, saleh, dan alim. Dia memang keturunan orang-orang yang kuat imannya. Kehidupan sehari-hari rumah tangganya diwarnai dan bernapaskan ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.
Sebagai anak satu-satunya yang masih hidup dari keluaga Raden Wirdikata, karena ketiga kakaknya telah meninggal. Oleh karena itu Hasan sejak kecil mendapat pendidikkan agama secara mendalam. Ibunya selalu melatih Hasan menghafal ayat-ayat alquran. Hasan tumbuh menjadi anak yang patuh pada orang tua dan taat pada agama. Salat dan berpuasasering dijalankanya.Cerita tentang surga, neraka, dan dosa selalu ia dengar pada saat menjelang tidur baik dari ibunya maupun dari Siti pembantunya. Ketika Hasan meranjak dewasa, ia mengikuti jejak orang tuanya untuk memiliki ilmu sareat dan terekat. Ia berguru ke Banten. Semenjak menganut ajaran mistik, Hasan semakin rajin melakukan ibadat. Sabagai akibatnya, pekerjaan kantornya sering terbengkalai. Dari teman-temanya sekantor dia mendapat gelar “Pak Kiai”. Selain dari itu, kesehatan badanya tidak pernah diperhatikan, bahkan hidupnya dikendalikan oleh hal-hal yang tidak rasional, misalnya ia pernah mandi sampai 40 kali semalam, tanpa menggunakan handuk sebagai pengering badannya. Sehingga ia akhirnya terkena penyakit TBC, Ia pernah juga berpuasa tujuh hari tujuh malam terus-menerus dan selama tiga hari tiga malam mengunci diri di dalam kamar tanpa makan, minum, dan tidur. Iman yang tampaknya kuat, yang tidak disertai oleh kesadaran yang tinggi dan diimbangi oleh pengetahuan serta pengalaman hidup yang luas ternyata tidak dapat bertahan terhadap segala goncangan. Hasan sebagai hasil dari pendidikan lingkungan masyarakat agama yang tertutup, fanatik, ia berkembang menjadi manusia yang fanatik, sempit pandangan hidup dan kurang memiliki pengalaman. Ia melihat segala macam kehidupan dalam masyarakat dengan menggunakan ukuran-ukuran kaca mata ajaran agama. Hal ini sangat membatasi gerak dan wataknya sehingga ia kurang memahami masalah-masalah kehidupan yang sebenarnya.
Kehadiran Rusli dan Kartini merubah perilaku kehidupan Hasan. Kartini ialah wanita modern yang hidup dengan perlengkapan yang modern pula, sedangkan Rusli adalah seorang laki-laki yang beriodiologi komunis. Menurut penglihatan Rusli dan Kartini Hasan memiliki kepribadian yang menarik, karena dianggap hal yang baru. Hasan jatuh cinta kapada Kartini karena Kartini mirip sekali dengan Rukmini bekas pacarnya. Ia menginginkan hidup di samping Kartini dalam satu rumah tangga yang berbahagia. Rasa cinta itulah yang merupakan awal dari segala perubahan dalam hidupnya. Ia berusaha manyenangkan dan menarik hati Kartini, bahkan ia rela mengorbankan segala-galanya. Imanya luntur, hubungan dengan orang tuanya menjadi putus .
Hanyutlah Hasan dalam kehidupan yang dianut oleh Kartini dan kawan-kawannya : modern, bebas, dan berdasarkan paham Marxisme. Walaupun diketahui banyak tingkah laku Kartini yang sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama Islam, Hasan tetap mencintainya. Semua gerak-gerik, tingkah laku Kartini di terima dengan senang, dengan harapan agar kartini tetap dekat dengan dia.
Di tengah harapan Hasan untuk hidup bersama dengan kartini, muncullah Anwar yang mencoba-coba menaruh hati juga kepada Kartini. Perasaan cemburu Hasan mendorongnya untuk menutupi segala kelemahannya. Kini tidak ada hal yang dianggap pantangan lagi oleh Hasan, seperti bioskop, makan masakan cina, bergaul dengan wanita yang bukan muhrimnya, mengikuti pertemuan yang memperdalam dalam Marxisme, bahkan menyangkal adanya Tuhan.
Kartini adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya dan mengharap kasih-sayang seorang pria. Bagi dia Rusli bukanlah pria yang menjadi harapanya karena Rusli menyerahkan hidupnya untuk kepentingan politik. Demikian pula Anwar tidak menarik baginya, sedangkan Hasan laki-laki yang polos, mencurahkan kasih sayangnya dengan sepenuhnya hatinya dan mendapat sambutan baik dari Kartini. Akhirnya mereka kawin. Mereka tinggal di rumah Kartini di Jalan Lengkong Besar 27.
Perkawinan mereka ternyata tidak membuahkan kebahagian seperti yang mereka dambakan. Kartini meneruskan kebiasaan hidup bebas, pergi tanpa suaminya. Di samping itu, Hasan selaui dihantui oleh larangan ayahnya untuk tidak kawin dengan Kartini dan diharapkan kawin dengan Fatimah yaitu anak angkat dari keluarga Hasan.
Pada suatu hari terjadilah pertengkaran, yaitu ketika Hasan menunggu-nunggu kedatangan Kartini, Kartini datang bersama-sama dengan Anwar. Memuncaklah marah Hasan, dan Kartini ditempelengi; terjadilah perpisahan.
Sejak terjadi pertengkaran itu Kartini pergi meninggalkan Hasan. Ia pergi tanpa tujuan. Di jalan ia bertemu dengan Anwar. Atas bujukan Anwar, Kartini mau diajqk bermalam di suatu hotel bersama-sama dengan Anwar. Karena Anwar berusaha untuk memperkosanya, Kartini lari dari penginapan itu dengan meneruskan perjalanannya ke Kebon Manggu.
Dalam perjalanan hidup selanjutnya, Hasan akhirnya ingat kembali pada ajaran agama yang pernah diberikan oleh orang tuanya. Dia menyesal atas kelalaian selama ini, ia mengutuki teman-temanya yang telah yang telah membawa kejalan yang sesat, jalan yang menyimpan dari agama, bahkan jalan yang bertentangan dengan agama. Dia insaf dan sadar, ia berusaha kembali ke jalan hidup semula, hidup dengan berpegang  pada ajaran agama Islam.
Mendengar kabar bahwa ayahnya sedang sakit parah, Hasan pulang menjenguknya. Ia bertemu dengan ayahnya yang sudah dalam keadaan keritis. Menjelang ajalnya, ayahnya masih sempat mengusir Hasan yang menungguinya agar tidak berada di dekatnya. Setelah Hasan keluar dari kamar tidur, ayahnya meninggal dengan tenang. Sejak itu Hasan telah kehilangan segala-galanya, istrinya, ayahnya,dan hari depannya bahkan tujuan hidupnya.
Ketika pulang ke Bandung, ke rumah Kartini, terjadilah kusukeiho. Hasan terpaksa harus mencari tempat berlindung. Ia berlindung di suatu lubang perlindungan bersama-sama dengan orang-orang yang senasib. Di tempat perlindungan itulah terngiang-ngiang suara ayahnya di hatinya, suara yang menasehati, memarahi, mengutuk perbuatan-perbuatanya yang telah menyimpang dari ajaran agama Islam. Hal ini membuka hatinya untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan lagi. Sementara itu, Hasan yang telah di serangi penyakit TBC makin parah. Penyakit TBC-nya kambuh; ia merasa tak kuat melanjutkan perjalanan, dan mencari penginapan yang terdekat untuk beristirahat.
Dari daftar tamu di penginapan, tempat ia beristirahat, di temukan nama Kartini dan Anwar. Setelah mendapat penjelasan dari pelayan hotel dan mengetahui suasana di situ, Hasan yakin bahwa Kartini telah beruat serong dengan Anwar. Meledaklah amarahnya, ia lari ke luar pada malam gelap untuk membalas dendam. Sementara itu, serene mengaung-ngaung tanda ada bahaya. Semua lampu dimatikan, setiap orang mencari perlindungan. Hasan sudah gelap mata, tidak menghiraukan lagi tanda bahaya, lari terus,Akhirnya ia di tembak tentara jepang karena disangka mata-mata musuh dan dibawa ke markas Ken Peitai. Ketika Kartini berusaha menemuinya, mereka memperoleh berita bahwa Hasan telah meninggal beberapa menit yang lalu. Mungkin Hasan yang sudah menderita TBC itu tidak tahan atas siksaan Ken Petai. Setelah mendengar berita tersebut Kartini tidak bisa lagi membendung air matanya, ia sangat sedih sekaligus menyesali perbuatannya. Seaindaianya Hasan masih ada di sampingnya ia akan lebih setia kepadanya, berbakti kepadanya, akan tunduk dan taat kapada segala perintahnya. Tetapi nasi telah menjadi bubur, Hasan telah pergi meninggalkanya untuk selamanya.

Tamat






















ANALISIS PROSA DARI UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

Sebuah karya sastra mengandung unsur intrinsik serta unsur ekstrinsik. Keterikatan yang erat antarunsur tersebut dinamakan struktur pembangun karya sastra. Unsur intrinsik ialah unsur yang secara langsung membangun cerita dari dalam karya itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang turut membangun cerita dari luar karya sastra.
Unsur intrinsik yang terdapat dalam puisi, prosa, dan drama memiliki perbedaan, sesuai dengan ciri dan hakikat dari ketiga genre tersebut. Namun unsur ekstrinsik pada semua jenis karya sastra memiliki kesamaan.

Unsur intrinsik sebuah puisi terdiri dari tema, amanat, sikap atau nada, perasaan, tipografi, enjambemen, akulirik, rima, citraan, dan gaya bahasa. Unsur ekstrinsik yang banyak mempengaruhi puisi antara lain: unsur biografi, unsur kesejarahan, serta unsur kemasyarakatan. Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri yaitu:
1.      Tema
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu, tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema ada yang dinyatakan secara eksplisit (disebutkan) dan ada pula yang dinyatakan secara implisit (tanpa disebutkan tetapi dipahami).

Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: minat pribadi, selera pembaca, dan keinginan penerbit atau penguasa. Dalam sebuah karya sastra, disamping ada tema sentral, seringkali ada pula tema sampingan. Tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Adapun tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.



2.      Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang terhadap pembaca melalui karyanya, yang akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarang dalam keseluruhan cerita. Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya.

Amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.

3.      Tokoh
Penokohan adalah : Pemberian watak terhadap pelaku-pelaku cerita dalam sebuah karya sastra. Tokoh Cerita terdiri atas : Tokoh Protagonis : tokoh dalam karya sastra yang memegang peranan baik. Tokoh Antagonis : tokoh dalam karya sastra yang merupakan penantang dari tokoh utama,biasanya memegang peranan jahat. Tokoh Tambahan : tokoh yang tidak memegang peranan dan tidak mengucapkan sepatah katapun, bahkan dianggap tidak penting sebagai individu. Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)        Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif.
2)        Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.

Adapun menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM, ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu:
1)   Melalui apa yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya, terutama bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
2)   Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
3)   Melalui penggambaran fisik tokoh.
4)   Melalui pikiran-pikirannya
5)   Melalui penerangan langsung

4.      Alur (Plot)
Alur : rangkaian peristiwa / jalinan cerita dari awal sampai kimaks serta penyelesaian. Macam-macam Alur yaitu:
1)   Alur mundur : jalinan peristiwa dari masa kini ke masa lalu.
2)   Alur maju : jalinan peristiwa dari masa lalu ke masa kini
3)   Alur gabungan : gabungan dari alur maju dan alur mundur secara bersama-sama.
Dan secara umum Alur terbagi ke dalam bagian-bagian berikut;
1)      Pengenalan situasi : memperkenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antar tokoh.
2)      Pengungkapan peristiwa : mengungkap peristiwa yang menimbulakan berbagai masalah.
3)      Menuju adanya konflik : terjadi peningkatan perhatian ataupun keterlibatan situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.

Alur dapat disusun berdasarkan tiga hal, yaitu:
1)   Berdasarkan urutan waktu terjadinya (kronologi). Alur yang demikian disebut alur linear.
2)   Berdasarkan hubungan sebab akibat (kausal). Alur yang demikian disebut alur kausal.
3)   Berdasarkan tema cerita. Alur yang demikian disebut alur tematik. Dalam cerita yang beralur tematik, setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami.

Adapun struktur alur adalah sebagai berikut:
1)   Bagian awal, terdiri atas: 1) paparan (exposition), 2) rangsangan (inciting moment), dan 3) gawatan (rising action).
2)   Bagian tengah, terdiri atas: 4) tikaian (conflict), 5) rumitan (complication), dan 6) klimaks.
3)   Bagian akhir, terdiri atas: 7) leraian (falling action), dan 8- selesaian (denouement).
Adapun hal yang harus dihindari dalam alur adalah lanturan (digresi). Lanturan adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.

5.      Latar (setting)
Latar/ setting : bagian dari sebuah prosa yang isinya melukiskan tempat cerita terjadi dan menjeaskan kapan cerita itu berlaku. Macam-macam Setting:
1)      Tempat : di rumah, di sekolah, di jalan.
2)      Waktu : pagi hari, siang hari, sore hari.
3)      Suasana : sedih, senang, tegang.
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok:
1)      Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
2)      Latar waktu, berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
3)      Latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial bisa mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta status sosial.

6.      Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang : pandangan pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Macam-macam sudut pandang:
1)   Orang pertama : pengarang menjadi pelaku utama dan memakai istilah “Aku” dan “Saya”.
2)   Orang ketiga : pengarang yang menceritakan ceritanya atau berperan sebagai pengamat dan menggunakan itilah “Dia”,”Ia”,atau nama orang. Sudut pandang adalah cara memandang dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu.

Sudut pandang orang pertama masih bisa dibedakan menjadi dua:
1)   ‘Aku’ tokoh utama. Dalam sudut pandang teknik ini, si ‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniyah, dalam diri sendiri, maupun fisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ‘aku’ menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ‘aku’, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ‘aku’ menjadi tokoh utama (first person central).
2)   Aku’ tokoh tambahan. Dalam sudut pandang ini, tokoh ‘aku’ muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ‘aku’ hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ‘aku’ tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah. Dengan demikian si ‘aku’ hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ‘aku’ pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.

Sudut pandang orang ketiga (third person point of view)
Dalam cerita yang menpergunakan sudut pandang orang ketiga, ‘dia’, narator adalah seorang yang berada di luar cerita, yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Sudut pandang ‘dia’ dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya:
1)   ‘Dia’ mahatahu. Dalam sudut pandang ini, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ‘dia’ tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ‘dia’ yang satu ke ‘dia’ yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
2)   ‘Dia’ terbatas (‘dia’ sebagai pengamat). Dalam sudut pandang ini, pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya, terbatas pengetahuannya (hanya menceritakan apa yang dilihatnya saja).

7.      Gaya bahasa
Gaya bahasa yaitu bahasa yang digunakan pengarang dalam menulis cerita yang berfungsi untuk menciptakan hubungan antara sesama tokoh dan dapat menimbulkan suasana yang tepat guna, adegan seram, cinta ataupun peperangan maupun harapan. Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh diksi (pemilihan kata) yang tepat. Namun, diksi bukanlah satu-satunya hal yang membentuk gaya bahasa.

Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitamya. Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda: berterus terang, satiris, simpatik, menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. Bahasa dapat menciptakan suasana yang tepat bagi adegan seram, adegan cinta, adegan peperangan dan lain-lain.
Unsur Extrinsik Prosa
Unsur Ekstrinsik adalah Unsur yang terdapat di luar karya sastra.
Unsur Ekstrinsik Prosa meliputi:
1) Norma : aturan yang digunakan si pengarang dalam menulis Prosa.
2) Biografi Pengarang : daftar riwayat hidup si pengarang.



A.    Unsur Intrinsik Hikayat Panji Semirang
1.      Tema
Kedengkian membutakan mata hati seseorang
2.      Alur
Maju, Karena rangkaian ceritanya dimulai dari yang paling awal sampai peristiwa terakhir.
3.      Penokohan
1)      Galuh Ajeng                : Jahat, iri hati, licik
2)      Cendera Kirana           : Lemah lembut, sopan, baik hati
3)      Paduka liku                 : Jahat, pendendam , licik, Iri hati
4)      Sang Ratu                   : Baik, penyayang
5)      Sang Nata                   : Baik, bijaksana
6)      Menteri                        : Jahat, pantang menyerah
7)      Petapa                         : Sakti
4.      Setting
1)      Tempat                        : Kerajaan Negeri Daha, hutan
2)      Waktu                         : Siang, Sore, dan Malam hari
5.      Point of View
Orang ketiga , Pengarang berperan sebagai pengamat
6.      Gaya Bahasa
Mudah dipahami dan menggunakan bahasa melayu serta adanya majas hiperbola yaitu majas yang melebih-lebihkan. Kutipannya : :Hidup di Istana bagaikan hidup dibara Api”.
7.      Amanat
1)      Janganlah menjadi orang yang pendendam dan iri hati
2)      Janganlah mencelakakan orang lain yang senantiasa baik kepadamu
3)      Janganlah merebut kebahagiaan yang telah menjadi milik saudaramu sendiri
4)      Kita tidak boleh memaksakan kehendak keada orang lain
5)      Milikilah hati yang baik, lemah lembut dan bertingkah laku santun
8.      Suasana 
Membahagiakan, Mengkhawatirkan.



B.     Unsur Intrinsik Dongeng (Legenda) Danau Toba
1.      Tema                                 : Legenda Danau Toba
2.      Penokohan
1)      Toba                            : Antagonis
Bukti “Amarah Toba semakin bertambah ketika anaknya mengaku bahwa dia yang memakan sebagian besar dari nasi itu”, karena dia telah melanggar janjinya terhadap istrinya.
2)      Ibunya samosir            : Protagonis
Bukti : Samosir sangat dimanjakan ibunya
3)      Samosir                       : Antagonis
Bukti: Telah makan makanan yang seharusnya di makan oleh ayahnya (Toba), pada kalimat: Anak itu sangat dimanjakan ibunya yang mengakibatkan anak itu bertabiat kurang baik dan pemalas.
3.      Latar
1)      Tempat                        :
a.       Di rumah Toba
Bukti: Toba sangat terkejut ketika ia melihat ada seorang wanita yang sangat cantik dan berambut panjang sedang memasak didapur rumahnya
b.      Di ladang
Bukti: Suatu hari, anak itu disuruh ibunya mengantarkan nasi keladang untuk ayahnya.
c.       Di sungai
Bukti: Lalu sang ibu berlari menuju sungai yang tidak begitu jauh letaknya dari dari rumah mereka.
2)      Waktu
a.       Sore hari
Bukti: Karena hari sudah mulai gelap maka Toba pun bergegas hendak pulang ke rumah.
b.      Siang hari
Bukti: Suatu hari, anak itu disuruh ibunya mengantarkan nasi keladang untuk ayahnya.
4.      Suasana cerita                   : Menegangkan
Bukti: Lalu sang ibu berlari menuju sungai yang tidak begitu jauh letaknya dari dari rumah mereka. Ketika dia tiba ditepi sungai itu kilat menyambar disertai bunyi guruh yang menggelegar. Sesaat kemudian dia melompat kedalam sungai dan tiba-tiba berubah menjadi seekor ikan besar. pada saat yang sama, sungai itupun banjir besar dan turun pula hujan yang sangat lebat.
5.      Sudut Pandang                 : Orang ketiga.
Alasannya karena menggunakan kata nya, dan nama tokoh.
6.      Amanat
Jika kita mempunyai janji haruslah kita tepati , dan jangan sekali-sekali kita melanggar perjanjian yang telah kita sepakati.
7.      Gaya bahasa
Majas Sarkasme karena majas ini mengungkapkan sindiran secara langsung dengan kata- kata yang kasar dan kerang.
Kutipannya: “Dasar anak ikan!”
8.      Alur                                   : Gabungan
Alasannya: karena  cerita tersebut merupakan gabungan dari alur maju dan alur mundur.



C.    Unsur Instrinsik Cerpen Godlob
1.    Tema :  kemanusiaan
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra. Tema disaring dari motif- motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas dan abstrak.

Cerpen Godlob karya Danarto bertemakan kemanusiaan karena tidak adanya hak saling menghargai dan menjujung hak orang lain. Dijelaskan pada tokoh sang ayah yang membunuh anaknya sendiri demi gelar kepahlawanan. Terlihat pada kutipan dibawah ini:
‘’Anakku, maafkan ayahmu. Kau harus kubunuh!’’
‘’Ayah dengan cara demikian ayah hendak menjadikan ku pahlawan? Ayah menghalalkan?
Dan juga tokoh sang ibu yang membalasdendamkan kematian anaknya dengan membunuh ayah. Terlihat pada k utipan dibawah ini:
“Tiba-tiba perempuan itu mencabut pistol dari pinggangnya dan sejenak menggelegar bunyinya memenuhi sudut-sudut kota dan sejenak laki-laki tua yang ada di hadapannya itu. Perlahan perempuan itu berjongkok di depannya. Ait matanya meleleh.
Suaminya menggeliat menoleh kepadanya”.

Banyak manusia yang dibutakan pikirannya dengan pekerjaan, jabatan atau pangkat, harta, keluarga sehingga manusia tidak mengenal keindahan dan kebenaran hidup. Manusia mengahalalkan segala cara untuk bertahan hidup, agar dipandang, menyenangkan diri sendiri tanpa memikirkan dan memedulikan nasib orang lain. Hingga merenggut hak orang lain untuk mencapai kebahagian dan kesejahteraan hidup, bahkan yang lebih membutuhkan sekali pun pada mereka.  Terlihat pada kutipan dibawah ini:
‘’Menurut hukum yang bagaimanakah seorang berhak menyebut orang lain penghianat atau pahlawan? Kemarin kubawa mayat anakku, anak yang penghabisan dari empat orang lainnya yang sudah hancur duluan. Perang demi perang telah memeluk anak-anakku dengan mesranya. Dalam sekejap mata mayat ini diangkat jadi phlawan. Aku sudah mengira, aku sudah menduga. Sementara kalian dengan berkaleng-kaleng air mata mengantarkan ke kuburan, aku dengan tertawa terpingkal-pingkal!’’

2.    Alur : maju
Didalam cerpen ini alur yang digunakan adalah alur maju karena dalam cerpen ini menyajikan sebuah peristiwa ke peristiwa yang lain berdasarkan urutan waktu secara runtut dari awal hingga akhir secara runtut. Sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh dan padu.
Tahapan alur:
a.    Tahap Pengenalan
Perkenalan, penjelasan awal cerita.
Kutipan:
Tiap mayat berpuluh-puluh gagak yang berpesta pora bertengger-tengger di atasnya, hingga padang gundul itu sudah merupakan gundukan-gundukan semak hitam yang bergerak-gerak seolah-olah kumpulan kuman-kuman dalam luka yang mengerikan.
b.    Tahap Pertikaian
Konflik mulai timbul. Kepentingan tokoh sudah mulai muncul. Akhirnya konflik mulai tampak.
Kutipan:
Dan gagak-gagak itu bubar berkerumun kembali. Lalu ganti berganti: bau busuk-kerbau gontai, bau busuk-sore redup, bau busuk-derap gerobak, bau busuk-kaok gagak.
”Malam datang, Anakku. Sedang gagak-gagak itu masih belum juga kenyang.’’
Keadaan telah gelap gulita, hanya sekali-kali jauh dsana melayang-layang pistol cahaya, mencari-cari nyawanya yang masih hinggap di badan.
‘’kalau malam gelap seperti ini, aku sangsi apa besok matahari sanggup menembusnya. Semuanya menyaksikan saya. Siang berganti siang. Malam berganti malam. Tidak ada sesuatu yang baru dalam hidup kita. Rutin, Rutin.
c.    Tahap Penanjakan Konflik
Penanjakan konflik. Konflik sudah mulai meruncing. Kepentingan individu/ kelompok   mulai menunjukkan kerumitannya/ kegawatannya.
Kutipan:
Orang tua itu bangkit dan seandainya ada cahaya yang menerangi wajahnya, akan tampak betapa tegang urat-uratnya dan menyerengai merah. Lalu ia berkata keras-keras,‘’Anakku, maafkan ayahmu. Kau harus kubunuh!’’
‘’Ayah dengan cara demikian ayah hendak menjadikan ku pahlawan? Ayah menghalallkank? Aku dan Aya adalah dua manusia. Di mata Tuhan, kita masing-masing berdiri sendiri-sendiri. Aku mempunyai Sang Nasib Pengasuhku sendiri! Ayah di atur oleh yang lain!
‘’Anakku, kali ini pengasuhmu menyerahkanmu kepadaku!’’
‘’Tidak! Tidak mungkin! Pengasuhku bekerja konstruktif!’’
‘’Ayah!!!’’http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Anakku!!!’’
‘’Ayah . . ..’’http://remajasampit.blogspot.com/
‘’Anakku . . ..’’
d.   Tahap Klimaks
Klimaks/ puncak konflik. Konflik sampai pada puncaknya.Pada tahap ini mungkin terjadi perkela-hian, perdebatan,kontak fisik.
Kutipan:
Tiba-tiba perempuan itu mencabut pistol dari pinggangnya dan sejenak menggelegar bunyinya memenuhi sudut-sudut kota dan sejenak laki-laki tua yang ada di hadapannya itu. Perlahan perempuan itu berjongkok di depannya. Ait matanya meleleh.
Suaminya menggeliat menoleh kepadanya.
e.    Tahap Penyelesaian
Puncak konflik/klimaks yang sudah mulai menurun.
Kutipan:
‘’Perang demi perang berlalu, iseng demi iseng berpadu.’’
Kemudian ia meraih mayat anaknya dan jatuh.
Suasana hening. Sekaliannya dipaku di tempat berdirinya masing-masing.
Perempuan itu berdiri. Dengan wajah termangu ia memandang ke atas:
‘’Oh, nasibku, nasibku. Sedang kepada setan pun tak kuharapkan nasib yang demikian.’’
3.    Setting
Sebuah cerita pada hakikatnya ialah peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan pada tempat tertentu. Latar ialah penempatan waktu dan tempat beserta lingkungannya dalam prosa fiksi.
1.    Setting tempat :
Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu.
a.    Lapangan tempur
Tak henti-hentinya memenuhi seluruh padang bekas pertempuran itu.
b.    Balai kota
-          Sehari sehabis pengangkatan prajurit muda itu sebagai pahlawan oleh para pembesar di balai kota.
-          Hari berikutnya, sehabis penguburan, matahri mencambuk-cambuk kulit, ketika tiba-tiba jalan di depan balai kota di gemparkan oleh seorang perempuan membopong mayat.
c.    Di atas gerobak penuh jerami
Kemudian ia lari dan tertawa-tawa, meloncat ke dalam gerobak.
d.   Pemakaman
Pagi harinya iring-iring jenazah yang panjang itu menuju makam pahlawan dengan kemegahan upacara militer.
e.    Padang
-          Dari padang gundul itu, berderak-derak sebuah gerobak tanpa atap yang ditarik dua ekor kerbau.
-          Tiap mayat berpuluh-puluh gagak yang berpesta pora bertengger-tengger di atasnya, hingga padang gundul itu sudah merupakan gundukan-gundukan semak hitam yang bergerak-gerak seolah-olah kumpulan kuman-kuman dalam luka yang mengerikan.
2.    Setting waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah ”kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah ”kapan” teersebut biasanya dihubungkan dengan waktu.
a.    Siang hari
Siang hari ingar-bingar oleh daging-daging yang menguap.
b.    Malam hari
-          “Malam datang, Anakku. Sedang gagak-gagak itu masih belum juga kenyang.’’
-          Dan malam hari terasa pengap, seolah-olah mayat-mayat itu ada dalam kaleng.
-          Keadaan telah gelap gulita, hanya sekali-kali jauh dsana melayang-layang pistol cahaya, mencari-cari nyawanya yang masih hinggap di badan.
c.    Sore 
Matahari sudah condong, bulat-bulat tidak membara dan membakar padang gundul yang luas itu, yang diatasnya berkaparan tubuh-tubuh yang gugur, prajurit-prajurit yang baik, yang sudah mengorbankan satu-satunya milik yang tidak bisa dibeli: nyawa ! Ibarat sumber yang mati mata airnya, hingga tamatlah segala kegiatan menangis karena habisnya susu ibu.


3.    Setting suasana
Latar suasana berisi penggambaran suasana dalam sebuah cerpen.
a.    Mencekam
Suara-suaranya bagai kaleng-kaleng yang ditendang-tendang di atas lantai ubin, merupakan panduan suara lagu-lagu maut yang dahsyat, tak henti-hentinya memenuhi seluruh padang bekas pertempuran itu, jalinan-jalinan nada yang kacau-balau seolah setan-setan itu ketakutan oleh ancaman setan-setan lain atau sebuah persidangan tempat terjadi perdebatan-perdebatan yang tak menentu, dengan hasil yang gilang-gemilang, yaitu kemampuan memberikan rakyat berkaparan di tong-tong sampah.
b.    Sepi
Suasana siang terasa sepi. Pintu-pintu rumah tertutup rapat. Anak-anak tidak bermain-main di halaman seperti biasanya. Angin bertiup keras, hingga keadaan jalan yang panas kemarau itu penuh bertebaran debu-debu.

4.    Sudut Pandang
Didalam cerpen ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu adalah pengarang tidak terlibat langsung dalam cerita ditandai penggunaan kata ganti orang dia, mereka, dan sebagainya atau menggunakan nama tokoh.
Terlihat pada kutipan berikut ini:
‘’Ini daia orangnya! Ia adalah suamiku, namun sejak kugali mayat anakku ini, ia telah kuceraiakn. Semalam ia telah bercerita panjang lebar tentang garis depan. Akhirnya ia pulang membawa tiupan-tiupan buat kita. Mayat ini sama sekali bukan pahlawan. Dan seandainya ia sanggup banhun, ia akan berkata kepada kita bahwa ia tdak ingin jadi pahlawan, aku tahu tabiat anak-anakku. Daialah! Orang laki-laki ini yang membikinnya jadi pahlawan! Dia membunuhnya! Dia menipu kita!’’.

5.     Perwatakan
Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama , yang oleh pembaca ditafsirkan memilki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diespresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sedangkan penokohan ialah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
1)   Ayah : sebagai manusia yang ambisius, penasaran, dan haus akan keadilan. Dibuktikan dengan membunuh anaknya sendiri sebagai sumbangan untuknya agar anaknya menjadi pahlawan. Mencari ide-ide hebat agar tidak dirugikan lagi. Kutipan :
“Berbangga? Aku telah kenyang dengannya. Sekarang aku harus memutuskan seseuatu yang hebat, biar aku tak dirugikan habis-habisan.”
2)   Anak : memiliki sikap kepasrahan dan ketidakberdayaan pada diri manusia. Dibuktikan dengan dirinya yang menerima nasib hidupnya dihubungkan dengan disebutnya “tentara” dalam cerpen. Kutipan :
“Ayah, cukuplah. Seharusnya keluarga kita berbangga. Perang yang susul menyusul, kita telah mampu menyumbangkan tenaga kita.”
3)   Perempuan : penyayang, dan pendendam. Dibuktikan ketika ia mengetahui anaknya mati dibunuh ayahnya, bukan mati karena peperangan, perempuan itu marah dan ia menembakkan pistol kepada lelaki tua untuk membalas dendam. Kutipan :
“Ini dia orangnya! Ia adalah suamiku, namun sejak kugali mayat anakku ini, ia telah kuceraikan. Semalam ia telah bercerita panjang lebar tentang garis depan. Akhirnya ia pulang dengan membawa tipuan-tipuan buat kita. Mayat ini sama sekali bukan pahlawan. Aku tahu tabiat anak-anakku. Dialah! Orang laki-laki ini yang membikinnya jadi pahlawan! Dia membunuhnya! Dia menipu kita!”.
4)   Penduduk : berduka, sedih, marah, dan kecewa. Dibuktikan ketika para masyarakat merasa ditipu oleh para pembesar atau petinggi Negara karena peperangan itu mereka kehilangan keluarga yang mereka cintai. Kutipan:
‘’Sebaiknya, aku kena tipu oleh mereka!’’ Tangis laki-laki itu sambil menunjuk dengan garangnya kepada para pemvesar. Yang ditunjuk melongo dan menarik dadanya undur.
‘’Kita semuanya kena tipu mentah-mentah. Lihatlah aku! Keluargaku ludes! Tidak ada satu pun yang kudapat!’’.

6.    Amanat
Amanat merupakan pesan moral yang disampaikan oleh penulis kepada pembaca melalui cerpen. Didalam cerpen “Godlob” karya Danarto mempunyai amanat yaitu jangan terlalu berambisi dalam mendapatkan suatu hal yang menguntungkan diri sendiri, hingga keadilan dan hak-hak seseorang ditelan mentah. Sebagai seorang pemimpin seharusnya mempedulikan rakyatnya tidak semenah-menah dengan kekuasaan yang dimilikinya sehingga tercapai kedamain dan kesejahteraan bersama.

D.    Unsur Intrinsik Novel “Atheis”
1.      Tema
Seorang pemuda yang mengalami kegoncangan kepercayaan yang disebabkan tidak adanya keseimbangan antara hubungan dengan manusia dan hubungan dengan Allah swt.Sebagaimana dijelaskan di halaman 76 “Keras aku mengucapkan nama tuhan itu pada tiap kali aku berubah sikap. Keras-keras supaya bisa mengatasi suara hati dan pikiran. Keras-keras pula nama tuhan itu kuucapkan dalam hati. Tapi tak lama kemudian melentur-lentur lagi pikiran itu, sekarang malah makin simpang siur makin kacau rasanya”, juga terdapat pada halaman 135 “sembahyang hanya kadang-kadang saja lagi kulakukan, yaitu apabila aku meras terlalu berat tertimpa oleh tekanan kesedihan yang tak terpikul agi oleh batinku. Puasa sama sekali sudah kupandang suatu perbuata yang sesat. Dan tidak muntah-muntah atau merasa jijik lagi kalau makan-makan direstoran cina.

2.      Latar/ Setting
Di dalam novel Atheis banyak sekali latar yang dipergunakan misalnya;
1)      Latar Tempat
a.    Kantor Kenpeitai,  ( halaman 1) “sempoyongan Kartini keluar dari sebuah kamar dalam kantor Kenpeitai”
b.   Gang Asmi halaman 86 (bagian IV) “ tiba –tiba persis didekat simpangan gang asmi terdengarlah seseorang lari menyusul”
c.    Kantor Gementee, Bandung  (halaman 20) “Ketika baru-baru ini dia bekerja dikantor Gementee”.
d.   Kebun Manggu (halaman30) “Sambil mendayung keg an Kebon Manggu”
e.    Lengkong Besar (halaman 175) “Tidak tetap langkahku ketika malam itu kira-kira pukul tujuh malam aku berjalan kerumah kartini di Lengkong besar”
f.    Halte Wanaraja (hal 139) “Aku, Anwar dijemput dengan sebuah delman yang sengaja dikirim oleh ayahku ke halte wanaraja)
g.   Kuburan Garawangsa (halaman 162) “Kami berangkt lagi ke kuburan Garawangsa”
h.   Loket Kotaparaja (bagian IV halaman 26) “loket bagian jawatan air dari Kotaparaja tidak begitu ramai seperti biasa”
i.     Lereng gunung telaga bodas (bagian III halaman 10) “Di lereng gunung telaga bodas ditengah-tengah pegunungan priangan yang indah”
2)      Latar Waktu
a.    Sore hari “hari itu baik sorenya”. Halaman  55 (Bagian IV)
b.   Malam hari “malam itu aku kecewa karena sudah masak ku idam-idamkan akan berkunjung kerumah Rusli sore itu, tapi Rusli pergi”halaman  57 (bagian IV)
c.    Malam rabu ketika Hasan bertemu Kartini di Gang Asmi  “tiba –tiba persis didekat simpangan gang asmi terdengarlah seseorang lari menyusul, kami persis berjalan dibawah lampu(hal 80-86).
d.   Pukul tujuh malam ““Tidak tetap langkahku ketika malam itu kira-kira pukul Tujuh malam aku berjalan kerumah kartini di Lengkong besar” halaman 175 (bagian IV)
e.    12 Februari 1941 saat Hasan menikah dengan Kartini. “12 Februari 1941 sejak aku kawin dengan kartini  (halaman l 177)
f.    1 Oktober setelah Hasan dan Kartini menikah kira-kira tiga tahun setengah  (hal 177))
3)      Latar Suasana
a.    Sedih ketika Hasan meninggal dunia.(halaman 4) “Hasan ternyata sudah meninggal dunia, beberapa menit yang lalu. Bercucuran air matanya ia sekan-akan berpijak di atas dunia yang tidak dikenalnya lagi”
b.   Mengharukan saat Hasan berpisah dengan Rukmini, saat Hasan berdebat dengan kedua orang tuanya.
c.    Menakutkan saat Hasan dan Anwar berjalan menyusuri kuburan Garawangsa. (halaman 160) “makin dekat ke kuburan makin berat perasaanku takut menindas jiwaku”.


3.      Alur
Campuran
Alur ceritanya adalah sebagai berikut :
1)      Penyelesaian
Hasan meninggal dunia. (Bagian I, halaman  4) “Hasan ternyata telah meninggal dunia, beberapa menit yang lalu hal itu diketahui oleh Kartini. Rupanya bada hasan yang lemah berpenyakit tbc tidak sanggup mengatasi segala  siksaan algojo-algojo  kenpei yang kejam itu.
2)      Perkenalan awal
Tokoh “aku” ketika bersama Hasan (Bagian II, halaman 6) “Ketika itulah perkenalanku dengan seorang laki-laki yang memerlukan datang pada suatu sore kerumahku”
3)      Perkenalan
Perkenalan tokoh-tokoh serta latar tempat, waktu dalam novel oleh tokoh “aku” sebagai Hasan. (Bagian III, halaman 10) “kampong Payeredan adalah kampungku, disalah sebuah rumah setengah batu itu tinggal orang tuaku Raden Wiradikarta.”
4)      Konflik 1
Melihat cara bergaul Kartini dan Rusli yang menyimpang, Hasan ingin menyadarkan mereka menuju jalan yang benar. (Bagian IV halaman 52) “tidak, kalau ada orang yang harus membawa dia ke jalan yang benar  ialah mesti orang-orang yang alim, yang saleh, yang rajin beramal ibadat, bukan macam si rusli itu, jalan agama yang telah dirintis oleh Rosul-Nya, jalan inilah yang harus ditempuh oleh kartini.”
5)      Konflik 2
Hasan mulai menyukai Kartini. (Bagian IV)
6)      Konflik 3
Hasan sedikit terpengaruh oleh cara bergaul Kartini dan Rusli. (Bagian IV)
7)      Konflik 4
Hasan tidak menyukai sikap Anwar saat mereka bertemu. (Bagian V)
8)      Konflik 5
Hasan benar-benar terjerumus ke dalam pergaulan atheis. (Bagian VI-VII)
9)      Konflik 6
Hasan pulang kampung ke Garut dan berdebat dengan ayahnya. (Bagian IX)
10)  Konflik 7
Hasan menikah dengan Kartini. (Bagian  XI)
11)  Konflik 8
Kartini menemukan surat-surat yang membuatnya tidak percaya terhadap Hasan. (Bagian XII)
12)  Klimaks
Hasan bertengkar hebat dengan Kartini hingga Kartini dipukuli olehnya. Sampai akhirnya Kartini berniat pergi ke kampung halamannya, namun ia bertemu dengan Anwar. Lalu mereka pergi ke sebuah penginapan. (Bagian XII-XIV)
13)   Peleraian
Mengetahui ayahnya meninggal, Hasan mulai sadar untuk kembali ke jalan yang benar. Pada saat itu ia mengetahui bahwa Kartini pernah ke penginapan bersama Anwar. Hasan pun mencari Anwar untuk membuat perhitungan. (Bagian XV)
14)  Penyelesaian
Hasan tertembak, lalu meninggal dunia. (Bagian XV)

4.      Penokohan
1.      Tokoh Utama
a.  Hasan
a)    Penurut
Bukti  : aku merasa bahwa aku adalah seorang anak yang mau...(hal 21)
b)   Sering berbohong
Bukti  : .....jawabku berbohong (hal 50)
c)    Pencemburu
Bukti :Kadang-kadang ia suka pula membikin aku cemburuan...(hal 110)
d)   Tidak berpendirian tetap
Bukti  : Tidak setia pada pendirian sendiri.....(hal 137)
e)    Penakut
Bukti : pada Bagian IX.
b.   Kartini
a)    Berideologi tegas dan radikal
Bukti  : Ya bung pengalamannya .....(hal 38)
b)   Setia
Bukti  : terdapat pada Bagian XIV
c.    Anwar
a)    Periang
Bukti  :.....ternyata seorang periang. (hal 102)
b)   Tidak konsekwen
Bukti  : ...tidak konsekwen. (hal 132)
c)    Anarkhis
d)   Suka mencuri
e)    Tidak sopan
f)    Cari perhatian
2.      Tokoh Sampingan
a.       Rusli                                  : pandai, atheis.
b.      Raden Wiradikarta            : sangat saleh dan alim (hal 16)
c.       Ibu Hasan                          : sangat saleh dan alim (hal 16)
d.      Haji Dahlan                       : penasehat yang baik (hal 18)
e.       Kiyai Mahmud                  : seorang guru tarekat yang baik (hal 19)
f.       Fatimah                             : baik hati, rajin, penurut
g.      Bung Parta                                    : pandai (hal 112)
h.      Bibi Hasan                                    : baik (hal 47), rajin beribadat (hal 48)
i.        Minah                                : penurut, baik
j.        Mimi                                  : baik, jujur, selalu ingin tahu
k.      Ibu Kartini                                    : serakah (hal 38-39)
l.        Pak Artasan                       : sopan (hal 142), pandai mendongeng (Hal 143)
m.    Pak Ahim                          : sopan (hal 142), penakut
n.      Amat                                 : terbuka, jujur
o.      Siti                                     : pandai mendongeng, rajin beribadat (hal 23)
TOKOH ANTAGONIS         : Batin Hasan
TOKOH PROTAGONIS       : Hasan.
TOKOH TRITAGONIS        : Batin Hasan

5.      Sudut Pandang
Di dalam novel Athes selain menggunakan gaya aku, pengarang juga menggunakan pula gaya dia. Dengan demikian sudut pandang pengarang ( point of view ) ialah campuran ( multiple ) antara orang pertama sebagai pelaku utama dengan orang ketiga yang mengetahui segalanya.

6.      Gaya Bahasa
Sebagian besar novel Atheis menggunakan bahasa yang mudah dipahami, tapi tidak sedikit yang menggunakan bahasa kiasan seperti:
1)      Majas Asosiasi atau Perumpamaan
Suaranya menggores tajam dalam hatiku seperti suara paku diatas batu tulis. (hal 10)
Seperti kucing yang sabar menunggu-nunggu kesempatan untuk menyergap tikus yang sedang diintainya, ......(hal 65)
Rupanya perkataan Ayah laksana jari yang melepaskan cangkolan gramopon yang baru diputar. (hal 17)
2)      Majas Hiperbola
Semuanya kelihatannya sangat lesu juga. Serupa onggokan- onggokan daging juga yang tak berdaya apa-apa pula. (hal 7)
Aku agak malu , terasa darah membakar telinga lagi. Hidung bergerak tak keruan. (hal 42)
3)      Majas Metafora
Sungguh lokomotip yang rakus ia! (hal 65)

Selain itu pengarang juga menggunakan bahasa Belanda seperti :
1)      In de nood leert men bidden (hal 20)
2)      Zeer eenvoudig(hal 104).
3)      Ik ben een god in het diepst van mijngedachten (hal 104).
4)      Heerlijk zeg! Gestolen vruchten smaken inderdaas zoet (hal 162).

7.      Amanat
Novel Atheis mengandung pesan yaitu, seseorang dalam menjalankan kehidupan di dunia ini haruslah seimbang antara kehidupan vertikal dan horizontal yaitu hubungan sesama manusia dan hubungan dengan Allah swt. Agar seseorang bahagia hidupnya di dunia dan akhirat.


UNSUR EKSTRINSIK


Unsur-unsur Ekstrinsik Cerpen “Godlob” karya Danarto
1.      Latar Belakang Pengarang
Lahir di Sragen dari Siti Aminah, seorang pedagang eceran di pasar kabupaten, dengan Djakio Hardjosoewarno, seorang buruh pabrik gula Modjo, Danarto adalah anak keempat dari lima bersaudara. Menikah dengan Siti Zainab Luxfiati, seorang psikolog.

Selama kuliah di ASRI Yogyakarta, dia aktif dalam Sanggar Bambu pimpinan pelukis Sunarto Pr, dan ikut mendirikan Sanggar Bambu Jakarta. Tahun 1979-1985 bekerja di majalah Zaman, tahun 1976 mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Tahun 1983 menghadiri Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda.

Ia pernah bergabung dengan Teater Sardono, yang melawat ke Eropa Barat dan Asia, 1974. Di samping berpameran Kanvas Kosong (1973) ia juga berpameran puisi konkret (1978). Pada 1 Januari 1986, Danarto mengakhiri masa bujangannya dengan menikahi Siti Zainab Luxfiati, yang biasa dipanggil Dunuk. Sayangnya, rumah tangga Danarto tidak berlangsung lama. Danarto dan Zainab bercerai setelah lebih kurang 15 tahun berumah tangga.

Perjalanan hidup Danarto kaya dengan pengalaman baik di dalam negeri dan di luar negeri. Selain sebagai sastrawan, ia dikenal juga sebagai pelukis, yang memang ditekuni sejak masa muda. Sebagai pelukis ia pernah mengadakan pameran di beberapa kota. Sebagai budayawan dan penyair ia pernah mengikuti program menulis di luar negeri diantaranya di Kyoto, Jepang.

2.      Kondisi Masyarakat Saat Karya Sastra Diciptakan
Cerpen Godlob karya Danarto dibuat pada tahun 1967, cerpen ini sendiri menjadi judul sebuah kumpulan cerpen yang berjudul sama, Godlob. Dari beberapa sumber yang saya baca, Danarto bukanlah sastrawan yang produktif mengeluarkan cerpen karena dalam kurun waktu 12 tahun (1975-1987) hanya ada 3 kumpulan cerpen yang muncul. Kumpulan cerpen Godlob termasuk terbitan tahun 1975. Tentang peristiwa kehidupan masyarakat pada umumnya dan fakta sosial atau fakta kemanusiaan yang terjadi di negara Israel-Palestina dari dimulainya peperangan.

3.      Nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen Godlob
1)      Nilai sosial
Nilai sosial adalah nilai yang bisa dipetik dari interaksi-interaksi tokoh-tokoh yang ada di dalam cerpen dengan tokoh lain, lingkungan dan masyarakat sekitar tokoh.
Dalam cerpen Godlob tersebut menunjukan rasa semangat berjuang dalam peperangan hingga peperangan berakhir. Seperti pada kutipan berikut:
-          ‘’Malam datang, Anakku. Sedang gagak-gagak itu masih belum juga kenyang.’’ Keadaan telah gelap gulita, hanya sekali-kali jauh dsana melayang-layang pistol cahaya, mencari-cari nyawanya yang masih hinggap di badan.
-          Semacam manusia yang percaya kepada manusia lain, sehingga kepasrahan ini mampu mendorng nya untuk mengorbankan segala-galanya, harta bendanya, keluarganya, dan nyawanya.’’
2)      Nilai agama
Nilai agama adalah hal-hal yang bisa dijadikan pelajaran yang terkandung di dalam cerpen yang berkaitan dengan ajaran agama.
Di dalam cerpen Godlob menceritakan bahwa dalam keadaan peperangan mereka tidak melupakan Tuhan mereka dan selalu bersyukur atas apa yang telah terjadi. Seperti pada kutipan berikut:
‘’Ya manusia yang mulia di mata Tuhan.’’kata orang tua itu.’’Ayah, kenapa aku tak memilih lapangan yang lain ?Seandainya pilihanky itu sesuatu bencana bagiku, sang nasiblah yang mengantarkan aku ke sana, jadi seharusnya manusia merasa senang juga.

3)      Nilai moral
Nilai moral adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita dan berkaitan dengan akhlak atau etika yang berlaku di dalam masyarakat. Di dalam suatu cerpen, nilai moral bisa menjadi suatu nilai yang baik maupun nilai yang buruk.
Dalam cerpen Godlob menceritakan bahwa peperangan yang terjadi karena para politikus atau para petinggi Negara yang saling bersaing untuk memperebutkan kekuasaan tanpa memperdulikan apa akibat pada masyarakatnya. Seperti pada kutipan berikut:.
‘’Nasibkulah, Anakku! Nasibkulah yang menyebabkan aku berbicara, sehingga tidak cukup sekian saja. Aku sudah menyerahkan empat nyawa anak-anakku kepada sang Politikus dan tidak ada satupun yang kuterima. Sekarang ia merenggut anakku yang terakhir dan nyawanya paling kusayangi, kau! Kau! Sesuatu yang bagaimanakah dan bentuk kebenaran macam apakah menghallalkan itu semuanya? Anakku! Anakku! Tak bisa kutanggungkan lagi . . ..’’


Unsur-unsur Ekstrinsik Dalam Novel “Atheis”
1.      Latar Belakang Sosial Budaya
Dalam segi sosial budaya novel Atheis menyuguhkan dua macam anggota  masyarakat yang memiliki latar belakang lingkungan hidup yang berbeda, yaitu kelompok masyarakat tertutup dan kelompok masyarakat terbuka.

2.      Latar Belakang Agama
Dalam segi agama novel Atheis menyuguhkan dua macam kelompok masyarakat yang berlainan kepercayaan; Kelompok masyarakat yang pertama ialah kelompok masyarakat yang mempercayai adanya Tuhan ( Theis ) dan sangat taat beribadah dalam memeluk agama Islam, sedangkan kelompok masyarakat yang kedua ialah kelompok masyarakat yang tidak mempercayai adanya Tuhan ( Atheis ), melainkan menganggap mesin atau teknologi sebagai Tuhan mereka. 

3.      Hal yang menarik di dalam novel Atheis  
Ketika Hasan beristirahat disebuah penginapan, ia melihat daftar tamu di penginapan itu, ia menemukan nama Kartini dan Anwar. Setelah mendapat penjelasan dari pelayan hotel, Hasan yakin bahwa Kartini telah berbuat serong dengan Anwar, Ia lari keluar pada malam gelap untuk membalas dendam, tapi terdengar suara serene mengaung-ngaung tanda bahaya, tapi Hasan tidak menghiraukannya, lari terus, akhirnya ia ditembak oleh tentara Jepang karena disangka mata-mata musuh. Hasan tersungkur, dangan bibir melepas kata “Allahu Akbar“, tak bergerak lagi.
4.      Hal Yang Kurang Menarik Dalam Novel Atheis
Ketika Hasan dan Kartini pergi berjalan-jalan selepas menonton bioskop. Mereka berjalan-jalan ke sebuah taman lalu duduk di salah satu bangku taman, sambil memandangi bulan yang begitu indah.

5.      Hubungan Cerita Dengan Kehidupan sehari-hari
Banyak orang di lingkungan kita yang cara hidupnya tidak seimbang antara keperluan dunia dan keperluan akhirat contohnya:
1)      Ada orang yang lebih mementingkan kehidupan dunianya dibanding kehidupan akhiratnya dan sebaliknya.
2)      Ada orang yang lebih mementingkan kehidupan akhiratnya dan  tidak memikirkan kehidupan.


Unsur Ektrinsik Hikayat “Panji Semirang”
1.      Latar Belakang Pengarang
Pengarang melihat kejadian tentang ini sehingga ia gambarkan apa yang ia lihat dan fahami dalam bentuk tulisan.
2.      Agama : Agama yang tergambar didalam hikayat ini yaitu beragam Budha.
3.      Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial yang kurang baik karena banyak terdapat perpecahan antara mereka terlebih jelas telah di gambarkan konflik yang jelas terdapat unsur benci, iri dan dendam.
4.      Moral
Moral sang pengarang, disisi lain menunjukan ke sesuatu yang baik, tetapi disisi lainnya lagi menunjukan ke sesuatu yang kurang baik.
5.      Pendidikan      : Pendidikan yang baik karena amat yang didapat sangat mendukung.
6.      Pemakaian Bahasa




Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKS MC ACARA DRAMA

Makalah Presuposisi (Praanggapan) PRAGMATIK

ANALISIS UNSUR SEBUAH PUISI