Makalah Presuposisi (Praanggapan) PRAGMATIK


MAKALAH
“PRESUPOSISI (PRAANGGAPAN)”
Disusun sebagai tugas Mata Kuliah Pragmatik
Dosen Pengampu Ibu Veria Septianingtyas, M.Hum.






Disusun oleh,
Kelompok VI
1.      Didi Setiadi ()
2.      Tessi Wenti Yolanti ()
3.      Ike Ratnasari ()
4.      Ria Destiana (15040030)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2017


KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami mengucapakan terima kasih kepada dosen mata kuliah Pragmatik dosen pengampu Ibu Veria Septianingtyas dan teman- teman lain yang telah mendukung dalam kelancaran pembuatan makalah ini serta Orang Tua yang selalu mendoakan dan memotivasi serta mendukung kami.
Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Pragmatik. Didalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kekeliruan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menyusun makalah lain dalam tugas- tugas berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat tidak hanya bagi kami tetapi juga bagi para pembaca.
Wassalamuallaikum Wr. Wb


                                                                                                Pringsewu, 15 Oktober 2017

                                                                                                               Penyusun









DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang........................................................................................................
B.     Rumusan Masalah....................................................................................................
C.     Tujuan dan Manfaat................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Praanggapan..........................................................................................
B.     Jenis- Jenis Praanggapan..........................................................................................
C.     Bentuk Praanggapan................................................................................................
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan..............................................................................................................
B.     Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam ilmu bahasa kita mengenal istilah linguistic yang kita artikan sebagai ilmu bahasa yang membahasa seluk beluk bahasa, di dalam linguistic terdapat beberapa cabang ilmu di antaranya Fonologi, Morfologi, Sintaksis, Pragmatik dan Semantik, meskipun sama-sama cabang dari ilmu linguistic namun dari lima cabang ilmu bahasa tersebut mempunyai fungsi dan ranah pembahasan yang berbeda.

Pragmatik ialah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu. Dari pengertian pragmatic tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pragmatic merupakan salahsatu cabang ilmu bahasa yang menitikberatkan pada hal yang berkenaan pantas atau sesuai tidaknya konteks penggunaan bahasa dalam tuturan atau komunikasi.

Dalam pragmatik terdapat banyak sub-sub bagian pembahasan, seperti yang akan dibahas dalam makalah ini yakni mengenai Praanggapan (preuposisi)

B.     Rumusan Masalah
Adapaun rumusan yang ada dalam pembahasan ini yaitu:
1.      Apa Pengertian Praanggapan?
2.      Apa Saja Jenis- jenis Praanggapan?
3.      Apa sajakah bentuk dari Praanggapan?

C.    Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah pragmatik serta pembahasan ini dapat bermanfaat karena kita dapat mengetahui antaralain:
1.      Pengertian Praanggapan
2.      Jenis- jenis Praanggapan
3.      Bentuk dari Praanggapan?

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Presuposisi (Praanggapan)
Menurut Stalnaker dalam Brown dan Yule (1996:29) Praanggapan adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan.
Presuposisi adalah anggapan dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa yang ditentukan batas-batasnya berdasarkan pengetahuan kita tentang dunia.

Nababan (1987:46) memberikan pengertian bahwa praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.

Louise Cummings (1999:42) menyatakan bahwa praanggapan adalah ansumsi- ansumsi atau inferensi- inferensi yang tersirat dalam ungkapan- ungkapan linguistik tertentu.

Jadi, praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang disampaikannya dapat dipahami oleh mitra tuturnya.


B.     Jenis-Jenis Praanggapan
Menurut Yule (2006) mengungkapkan dalam analisis tentang bagaimana asumsi-asumsi penutur diungkapkan secara khusus, Presuposisi sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur. Yule menganggap bentuk-bentuk linguistik ini sebagai petunjuk-petunjuk presuposisi potensial, yang hanya akan menjadi presuposisi yang sebenarnya dalam konteks dengan penutur.

Presuposisi potensial (potential presupposition) adalah suatu asumsi yang secara khusus dikaitkan dengan penggunaan bentuk-bentuk kebahasaan, misalnya penggunaan kata “menyesal” dalam kalimat “Sofyan menyesal telah melakukan itu” yang mengandung asumsi bahwa Sofyan sebenarnya melakukan itu.

Presuposisi potensial terbagi menjadi enam jenis yaitu:
1)      Praanggapan Eksistensial
Presuposisi eksistensial (existential presupposition) merupakan presupposisi yang ada tidak hanya diasumsikan terdapat dalam susunan possesif, tetapi juga lebih umum atau lebih luas lagi ke dalam frasa nomina tertentu. Praanggapan ini menunjukkan kepemilikan, tetapi lebih luas lagi keberadaan atau eksistensi dari pernyataan dalam tuturan tersebut.

Praanggapan eksistensial menunjukkan bagaimana keberadaan atas suatu hal dapat disampaikan lewat praanggapan. Misalnya pada contoh tuturan berikut.
Ayah saya memiliki mobil sedan keluaran terbaru.

Praanggapan dalam tuturan tersebut menyatakan kepemilikan, yaitu Ayah saya memiliki mobil. Apabila ayah saya memang benar memiliki mobil sedan keluaran terbaru, maka tuturan tersebut dapat dinyatakan keberadaannya.

2)      Praanggapan Faktual
Presuposisi faktual (factive presupposition) muncul dari informasi yang ingin disampaikan dinyatakan dengan kata-kata yang menunjukkan suatu fakta atau berita yang diyakini kebenarannya. Kata-kata yang bisa menyatakan fakta dalam tuturan adalah kata sifat yang dapat memberikan makna pasti dalam tuturan tersebut. Misalnya pada contoh tuturam berikut.
Eka  tidak menyadari bahwa dirinya sakit demam.

Dalam tuturan di atas, praanggapannya adalah Eka sedang sakit. Pernyataan itu menjadi faktual karena telah disebutkan dalam tuturan. Penggunaan kata “sakit” dari tuturan “Eka tidak menyadari bahwa dirinya sakit demam” merupakan „kata sifat‟ yang dapat diyakini kebenarannya.

3)      Praanggapan Non-faktual
Non berarti sesuatu yang bersifat negatif atau bertentangan. Nonfaktual berarti tidak faktual. Berarti nonfaktual ialah sesuatu yang tidak sesuai kenyataan, atau sesuatu yang tidak mengandung kebenaran.
Menurut Yule Presuposisi nonfaktual (non-factive presupposition) merupakan suatu pressuposisi yang diasumsikan tidak benar. Praanggapan ini masih memungkinkan adanya pemahaman yang salah karena penggunaan kata-kata yang tidak pasti dan masih ambigu. Misalnya pada contoh tuturan berikut.
Dia bermimpi bahwa dirinya menang kuis.

Praanggapan yang muncul dari tuturan tersebut adalah dia tidak menang kuis. Penggunaan tuturan “Dia bermimpi bahwa dirinya menang kuis” bisa memunculkan praanggapan nonfaktual, karena kalimat tersebut memunculkan praanggapan mengenai keadaan yang tidak sesuai dengan kenyataannya yaitu memenangkan kuis. Tuturan tersebut jika dibuat kalimat lain bisa menjadi “andai saja dia menang kuis” dan kata “andai” merupakan bentuk dari pressupusisi nonfaktual. Selain itu, praanggapan nonfaktual bisa diasumsikan melalui tuturan yang kebenarannya masih diragukan dengan fakta yang disampaikan.

4)      Praanggapan Leksikal
Makna leksikal merupakan makna dasar sebuah kata yang sesuai dengan kamus. Makna dasar ini melekat pada kata dasar sebuah kata. Yule (2006:47) menjelaskan, pada umumnya di dalam presuposisi leksikal (lexical presupposition), pemakaian suatu bentuk dengan makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan pressuposisi bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan) dipahami. Praanggapan ini merupakan praanggapan yang didapat melalui tuturan yang diinterpretasikan melalui penegasan dalam tuturan.

Bedanya dengan presuposisi faktual, tuturan yang merupakan presuposisi leksikal dinyatakan dengan cara tersirat sehingga penegasan atas praanggapan tuturan tersebut bisa didapat setelah pernyataan dari tuturan tersebut. Misalnya pada contoh tuturan berikut.
Pak Sugeng berhenti kerja.

Praanggapan dari tuturan di atas adalah dulu Pak Sugeng pernah bekerja. Praanggapan tersebut muncul dengan adanya penggunaan kata “berhenti” dari tuturan “Pak Sugeng berhenti kerja” yang menyatakan bahwa dulu Pak Sugeng pernah bekerja, namun sekarang sudah tidak lagi.

5)      Praanggapan Struktural
Presuposisi struktural (struktural presupposition) merupakan struktur kalimat-kalimat tertentu yang telah dianalisis sebagai pressuposisi secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya (Yule, 2006:49). Praanggapan struktural merupakan praanggapan yang dinyatakan melalui tuturan yang strukturnya jelas dan langsung dipahami tanpa melihat katakata yang digunakan. Misalnya pada contoh tuturan berikut.
Silakan mencoba produk kecantikan tersebut!

Tuturan di atas menunjukkan praanggapan, yaitu ada produk kecantikan. Praanggapan yang menyatakan „produk kecantikan‟ sebagai obyek yang dibicarakan dapat dipahami oleh penutur melalui struktur kalimat bertanda seru (di akhir tuturan) yang menyatakan „ajakan‟. Selain itu terdapat makna „mengapa‟ dalam tuturan “Silakan mencoba produk kecantikan tersebut” yang bisa saja mengandung makna bahwa jika mencoba produk kecantikan tersebut kulit akan menjadi cantik, putih, dan lain sebagainya.

6)      Praanggapan Konterfaktual
Presuposisi konterfaktual (counterfactual presupposition) adalah praanggapan yang menghasilkan pemahaman yang berkebalikan dari pernyataannya atau kontradiktif. Misalnya pada contoh tuturan berikut.
Andaikan aku kaya, pasti akan membeli rumah yang besar.

Dari contoh tuturan di atas, dapat dilihat praanggapan yang muncul adalah sekarang saya miskin. Praanggapan tersebut muncul dari kontradiksi kalimat dengan adanya penggunaan tuturan “Andaikan aku kaya”. Penggunaan kata „andaikan‟ membuat praanggapan yang kontradiktif dari tuturan yang disampaikan.

C.    Bentuk Praanggapan
Praanggapan terdiri dari 2 bentuk yaitu :
1.      Praanggapan Semantik
Praanggapan semantik adalah praanggapan yang dapat ditarik dari pernyataan atau kalimat melalui leksikon atau kosakatanya.
Contoh: Bu Lusi tidak jadi berangkat kuliah. Anak bungsunya demam.
Dari kata-kata yang ada dalam pernyataan itu dapat ditarik praanggapan sebagai berikut:
a.       Bu Lusi seharusnya berangkat kuliah.
b.      Bu Lusi mempunyai beberapa anak.

2.      Praanggapan Pragmatik
Praanggapan pragmatik adalah anggapan yang ditarik berdasarkan konteks suatu kalimat atau pernyataan itu diucapkan. Konteks disini dapat berupa situasi, pembicara, lokasi dan lain-lain.
Contoh:
“Harganya murah sekali”, sebagai jawaban pertanyaan,”Berapa harganya?”
Praanggapan tak dapat kita berikan kalau konteksnya tidak kita ketahui karena mungkin kata “murah” itu berarti “mahal sekali”.

Praanggapan adalah sesuatu yang dijadikan oleh pembicara sebagai dasar pembicaraan.
Untuk melihat perbedaan antara praanggapan semantik dengan praanggapan pragmatik, dapat dilihat dalam contoh berikut ini.
Suatu hari pak Izhar bertamu ke rumah pak Muntazir. Keduanya bercakap-cakap sambil merokok dan minum kopi. Ketika sudah habis sebatang rokok, pak Izhar memegang kotak tempat rokok pak Muntazir dan sambil mengamati kotak kayu yang sudah kosong itu berkata. Pak Izhar :“ Alangkah bagus kotak rokok ini, dimana pak Muntazir beli?“ Sambil mencabut dompet yang kempes dari kantongnya, pak Mutazirr berkata. Pak Munir :“ Kotak itu kubeli bersama dompet ini tempo hari.“ Pak Izhar :“Oooh“.

Praanggapan semantik kalimat pak Izhar itu adalah: Pak Muntazir telah membeli sebuah kotak rokok yang bagus. Namun secara pragmatik praanggapan itu tidaklah demikian. Praanggapan yang telah ditentukan oleh konteks itu adalah sebagai berikut:
1.      Sebenarnya, pak Izhar ingin merokok lagi, tetapi rokok sudah habis terlihat kotak rokok sudah kosong.
2.      Sebenarnya pak Izhar ingin minta rokok.
Jadi praanggapannya adalah:
a.       Pak Izhar meminta sesuatu.
b.      Pak Izhar mengatakan sesuatu.

Pak Muntazir yang paham akan kalimat pak Izhar, tidak menjawab di mana kotak rokok itu dibelinya, tetapi menunjukkan isi dompetnya yang lagi kempes, yang berarti lagi tidak punya uang.
Jadi praanggapannya adalah: Pak Muntazir mengatakan tentang uang. Dari uraian contoh tersebut jelas bahwa sangat berbeda antara praanggapan semantik dengan praanggapan pragmatik.

Suatu kalimat A berpraanggapan semantik, jika :
a.       Dalam semua keadaan dimana A benar, maka B juga benar.
b.    Dalam semua keadaan dimana A tidak benar, maka B (tetap) benar.
Perbedaannya dengan praanggapan pragmatik adalah pada praanggapan semantik hubungan antarkalimat, sedangkan pada praanggapan pragmatik adalah hubungan antarpernyataan ( Lubis, 2011:63).

Teori praanggapan pragmatik biasanya menggunakan dua konsep dasar, yaitu kewajaran dan pengetahuan bersama. Bila praanggapan dapat ditarik dari pernyataan itu melalui leksikonnya, maka praanggapan itu adalah praanggapan semantik. Bila hanya dapat ditarik melalui konteksnya, maka praanggapan itu adalah praanggapan pragmatik.






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan ini bahwa di dalam pragmatik, praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang disampaikannya dapat dipahami oleh mitra tuturnya.
Praanggapan memiliki beberapa jenis yaitu:
1.      Praanggapan Eksistensial
2.      Praanggapan Faktual
3.      Praanggapan Non- Faktual
4.      Praanggapan Leksikal
5.      Praanggapan Struktural
6.      Praanggapan Konterfaktual
Bentuk praanggapan ada dua yaitu Bentuk Praanggapan Semantik dan Pragmatik.

B.     Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kelompok kami pada khususnya. Dan dengan adanya pembahasan ini kami berharap agar dalam berinteraksi sosial pragmatik khusunya praanggapan bisa membantu untuk terjalinnya komunikasi yang baik.













DAFTAR PUSTAKA















MAKALAH
“PRESUPOSISI (PRAANGGAPAN)”
Disusun sebagai tugas Mata Kuliah Pragmatik
Dosen Pengampu Ibu Veria Septianingtyas, M.Hum.






Disusun oleh,
Kelompok VI
1.      Didi Setiadi ()
2.      Tessi Wenti Yolanti ()
3.      Ike Ratnasari ()
4.      Ria Destiana (15040030)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2017


KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami mengucapakan terima kasih kepada dosen mata kuliah Pragmatik dosen pengampu Ibu Veria Septianingtyas dan teman- teman lain yang telah mendukung dalam kelancaran pembuatan makalah ini serta Orang Tua yang selalu mendoakan dan memotivasi serta mendukung kami.
Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Pragmatik. Didalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kekeliruan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menyusun makalah lain dalam tugas- tugas berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat tidak hanya bagi kami tetapi juga bagi para pembaca.
Wassalamuallaikum Wr. Wb


                                                                                                Pringsewu, 15 Oktober 2017

                                                                                                               Penyusun









DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang........................................................................................................
B.     Rumusan Masalah....................................................................................................
C.     Tujuan dan Manfaat................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Praanggapan..........................................................................................
B.     Jenis- Jenis Praanggapan..........................................................................................
C.     Bentuk Praanggapan................................................................................................
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan..............................................................................................................
B.     Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam ilmu bahasa kita mengenal istilah linguistic yang kita artikan sebagai ilmu bahasa yang membahasa seluk beluk bahasa, di dalam linguistic terdapat beberapa cabang ilmu di antaranya Fonologi, Morfologi, Sintaksis, Pragmatik dan Semantik, meskipun sama-sama cabang dari ilmu linguistic namun dari lima cabang ilmu bahasa tersebut mempunyai fungsi dan ranah pembahasan yang berbeda.

Pragmatik ialah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu. Dari pengertian pragmatic tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pragmatic merupakan salahsatu cabang ilmu bahasa yang menitikberatkan pada hal yang berkenaan pantas atau sesuai tidaknya konteks penggunaan bahasa dalam tuturan atau komunikasi.

Dalam pragmatik terdapat banyak sub-sub bagian pembahasan, seperti yang akan dibahas dalam makalah ini yakni mengenai Praanggapan (preuposisi)

B.     Rumusan Masalah
Adapaun rumusan yang ada dalam pembahasan ini yaitu:
1.      Apa Pengertian Praanggapan?
2.      Apa Saja Jenis- jenis Praanggapan?
3.      Apa sajakah bentuk dari Praanggapan?

C.    Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah pragmatik serta pembahasan ini dapat bermanfaat karena kita dapat mengetahui antaralain:
1.      Pengertian Praanggapan
2.      Jenis- jenis Praanggapan
3.      Bentuk dari Praanggapan?

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Presuposisi (Praanggapan)
Menurut Stalnaker dalam Brown dan Yule (1996:29) Praanggapan adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan.
Presuposisi adalah anggapan dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa yang ditentukan batas-batasnya berdasarkan pengetahuan kita tentang dunia.

Nababan (1987:46) memberikan pengertian bahwa praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.

Louise Cummings (1999:42) menyatakan bahwa praanggapan adalah ansumsi- ansumsi atau inferensi- inferensi yang tersirat dalam ungkapan- ungkapan linguistik tertentu.

Jadi, praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang disampaikannya dapat dipahami oleh mitra tuturnya.


B.     Jenis-Jenis Praanggapan
Menurut Yule (2006) mengungkapkan dalam analisis tentang bagaimana asumsi-asumsi penutur diungkapkan secara khusus, Presuposisi sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur. Yule menganggap bentuk-bentuk linguistik ini sebagai petunjuk-petunjuk presuposisi potensial, yang hanya akan menjadi presuposisi yang sebenarnya dalam konteks dengan penutur.

Presuposisi potensial (potential presupposition) adalah suatu asumsi yang secara khusus dikaitkan dengan penggunaan bentuk-bentuk kebahasaan, misalnya penggunaan kata “menyesal” dalam kalimat “Sofyan menyesal telah melakukan itu” yang mengandung asumsi bahwa Sofyan sebenarnya melakukan itu.

Presuposisi potensial terbagi menjadi enam jenis yaitu:
1)      Praanggapan Eksistensial
Presuposisi eksistensial (existential presupposition) merupakan presupposisi yang ada tidak hanya diasumsikan terdapat dalam susunan possesif, tetapi juga lebih umum atau lebih luas lagi ke dalam frasa nomina tertentu. Praanggapan ini menunjukkan kepemilikan, tetapi lebih luas lagi keberadaan atau eksistensi dari pernyataan dalam tuturan tersebut.

Praanggapan eksistensial menunjukkan bagaimana keberadaan atas suatu hal dapat disampaikan lewat praanggapan. Misalnya pada contoh tuturan berikut.
Ayah saya memiliki mobil sedan keluaran terbaru.

Praanggapan dalam tuturan tersebut menyatakan kepemilikan, yaitu Ayah saya memiliki mobil. Apabila ayah saya memang benar memiliki mobil sedan keluaran terbaru, maka tuturan tersebut dapat dinyatakan keberadaannya.

2)      Praanggapan Faktual
Presuposisi faktual (factive presupposition) muncul dari informasi yang ingin disampaikan dinyatakan dengan kata-kata yang menunjukkan suatu fakta atau berita yang diyakini kebenarannya. Kata-kata yang bisa menyatakan fakta dalam tuturan adalah kata sifat yang dapat memberikan makna pasti dalam tuturan tersebut. Misalnya pada contoh tuturam berikut.
Eka  tidak menyadari bahwa dirinya sakit demam.

Dalam tuturan di atas, praanggapannya adalah Eka sedang sakit. Pernyataan itu menjadi faktual karena telah disebutkan dalam tuturan. Penggunaan kata “sakit” dari tuturan “Eka tidak menyadari bahwa dirinya sakit demam” merupakan „kata sifat‟ yang dapat diyakini kebenarannya.

3)      Praanggapan Non-faktual
Non berarti sesuatu yang bersifat negatif atau bertentangan. Nonfaktual berarti tidak faktual. Berarti nonfaktual ialah sesuatu yang tidak sesuai kenyataan, atau sesuatu yang tidak mengandung kebenaran.
Menurut Yule Presuposisi nonfaktual (non-factive presupposition) merupakan suatu pressuposisi yang diasumsikan tidak benar. Praanggapan ini masih memungkinkan adanya pemahaman yang salah karena penggunaan kata-kata yang tidak pasti dan masih ambigu. Misalnya pada contoh tuturan berikut.
Dia bermimpi bahwa dirinya menang kuis.

Praanggapan yang muncul dari tuturan tersebut adalah dia tidak menang kuis. Penggunaan tuturan “Dia bermimpi bahwa dirinya menang kuis” bisa memunculkan praanggapan nonfaktual, karena kalimat tersebut memunculkan praanggapan mengenai keadaan yang tidak sesuai dengan kenyataannya yaitu memenangkan kuis. Tuturan tersebut jika dibuat kalimat lain bisa menjadi “andai saja dia menang kuis” dan kata “andai” merupakan bentuk dari pressupusisi nonfaktual. Selain itu, praanggapan nonfaktual bisa diasumsikan melalui tuturan yang kebenarannya masih diragukan dengan fakta yang disampaikan.

4)      Praanggapan Leksikal
Makna leksikal merupakan makna dasar sebuah kata yang sesuai dengan kamus. Makna dasar ini melekat pada kata dasar sebuah kata. Yule (2006:47) menjelaskan, pada umumnya di dalam presuposisi leksikal (lexical presupposition), pemakaian suatu bentuk dengan makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan pressuposisi bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan) dipahami. Praanggapan ini merupakan praanggapan yang didapat melalui tuturan yang diinterpretasikan melalui penegasan dalam tuturan.

Bedanya dengan presuposisi faktual, tuturan yang merupakan presuposisi leksikal dinyatakan dengan cara tersirat sehingga penegasan atas praanggapan tuturan tersebut bisa didapat setelah pernyataan dari tuturan tersebut. Misalnya pada contoh tuturan berikut.
Pak Sugeng berhenti kerja.

Praanggapan dari tuturan di atas adalah dulu Pak Sugeng pernah bekerja. Praanggapan tersebut muncul dengan adanya penggunaan kata “berhenti” dari tuturan “Pak Sugeng berhenti kerja” yang menyatakan bahwa dulu Pak Sugeng pernah bekerja, namun sekarang sudah tidak lagi.

5)      Praanggapan Struktural
Presuposisi struktural (struktural presupposition) merupakan struktur kalimat-kalimat tertentu yang telah dianalisis sebagai pressuposisi secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya (Yule, 2006:49). Praanggapan struktural merupakan praanggapan yang dinyatakan melalui tuturan yang strukturnya jelas dan langsung dipahami tanpa melihat katakata yang digunakan. Misalnya pada contoh tuturan berikut.
Silakan mencoba produk kecantikan tersebut!

Tuturan di atas menunjukkan praanggapan, yaitu ada produk kecantikan. Praanggapan yang menyatakan „produk kecantikan‟ sebagai obyek yang dibicarakan dapat dipahami oleh penutur melalui struktur kalimat bertanda seru (di akhir tuturan) yang menyatakan „ajakan‟. Selain itu terdapat makna „mengapa‟ dalam tuturan “Silakan mencoba produk kecantikan tersebut” yang bisa saja mengandung makna bahwa jika mencoba produk kecantikan tersebut kulit akan menjadi cantik, putih, dan lain sebagainya.

6)      Praanggapan Konterfaktual
Presuposisi konterfaktual (counterfactual presupposition) adalah praanggapan yang menghasilkan pemahaman yang berkebalikan dari pernyataannya atau kontradiktif. Misalnya pada contoh tuturan berikut.
Andaikan aku kaya, pasti akan membeli rumah yang besar.

Dari contoh tuturan di atas, dapat dilihat praanggapan yang muncul adalah sekarang saya miskin. Praanggapan tersebut muncul dari kontradiksi kalimat dengan adanya penggunaan tuturan “Andaikan aku kaya”. Penggunaan kata „andaikan‟ membuat praanggapan yang kontradiktif dari tuturan yang disampaikan.

C.    Bentuk Praanggapan
Praanggapan terdiri dari 2 bentuk yaitu :
1.      Praanggapan Semantik
Praanggapan semantik adalah praanggapan yang dapat ditarik dari pernyataan atau kalimat melalui leksikon atau kosakatanya.
Contoh: Bu Lusi tidak jadi berangkat kuliah. Anak bungsunya demam.
Dari kata-kata yang ada dalam pernyataan itu dapat ditarik praanggapan sebagai berikut:
a.       Bu Lusi seharusnya berangkat kuliah.
b.      Bu Lusi mempunyai beberapa anak.

2.      Praanggapan Pragmatik
Praanggapan pragmatik adalah anggapan yang ditarik berdasarkan konteks suatu kalimat atau pernyataan itu diucapkan. Konteks disini dapat berupa situasi, pembicara, lokasi dan lain-lain.
Contoh:
“Harganya murah sekali”, sebagai jawaban pertanyaan,”Berapa harganya?”
Praanggapan tak dapat kita berikan kalau konteksnya tidak kita ketahui karena mungkin kata “murah” itu berarti “mahal sekali”.

Praanggapan adalah sesuatu yang dijadikan oleh pembicara sebagai dasar pembicaraan.
Untuk melihat perbedaan antara praanggapan semantik dengan praanggapan pragmatik, dapat dilihat dalam contoh berikut ini.
Suatu hari pak Izhar bertamu ke rumah pak Muntazir. Keduanya bercakap-cakap sambil merokok dan minum kopi. Ketika sudah habis sebatang rokok, pak Izhar memegang kotak tempat rokok pak Muntazir dan sambil mengamati kotak kayu yang sudah kosong itu berkata. Pak Izhar :“ Alangkah bagus kotak rokok ini, dimana pak Muntazir beli?“ Sambil mencabut dompet yang kempes dari kantongnya, pak Mutazirr berkata. Pak Munir :“ Kotak itu kubeli bersama dompet ini tempo hari.“ Pak Izhar :“Oooh“.

Praanggapan semantik kalimat pak Izhar itu adalah: Pak Muntazir telah membeli sebuah kotak rokok yang bagus. Namun secara pragmatik praanggapan itu tidaklah demikian. Praanggapan yang telah ditentukan oleh konteks itu adalah sebagai berikut:
1.      Sebenarnya, pak Izhar ingin merokok lagi, tetapi rokok sudah habis terlihat kotak rokok sudah kosong.
2.      Sebenarnya pak Izhar ingin minta rokok.
Jadi praanggapannya adalah:
a.       Pak Izhar meminta sesuatu.
b.      Pak Izhar mengatakan sesuatu.

Pak Muntazir yang paham akan kalimat pak Izhar, tidak menjawab di mana kotak rokok itu dibelinya, tetapi menunjukkan isi dompetnya yang lagi kempes, yang berarti lagi tidak punya uang.
Jadi praanggapannya adalah: Pak Muntazir mengatakan tentang uang. Dari uraian contoh tersebut jelas bahwa sangat berbeda antara praanggapan semantik dengan praanggapan pragmatik.

Suatu kalimat A berpraanggapan semantik, jika :
a.       Dalam semua keadaan dimana A benar, maka B juga benar.
b.    Dalam semua keadaan dimana A tidak benar, maka B (tetap) benar.
Perbedaannya dengan praanggapan pragmatik adalah pada praanggapan semantik hubungan antarkalimat, sedangkan pada praanggapan pragmatik adalah hubungan antarpernyataan ( Lubis, 2011:63).

Teori praanggapan pragmatik biasanya menggunakan dua konsep dasar, yaitu kewajaran dan pengetahuan bersama. Bila praanggapan dapat ditarik dari pernyataan itu melalui leksikonnya, maka praanggapan itu adalah praanggapan semantik. Bila hanya dapat ditarik melalui konteksnya, maka praanggapan itu adalah praanggapan pragmatik.






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan ini bahwa di dalam pragmatik, praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang disampaikannya dapat dipahami oleh mitra tuturnya.
Praanggapan memiliki beberapa jenis yaitu:
1.      Praanggapan Eksistensial
2.      Praanggapan Faktual
3.      Praanggapan Non- Faktual
4.      Praanggapan Leksikal
5.      Praanggapan Struktural
6.      Praanggapan Konterfaktual
Bentuk praanggapan ada dua yaitu Bentuk Praanggapan Semantik dan Pragmatik.

B.     Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kelompok kami pada khususnya. Dan dengan adanya pembahasan ini kami berharap agar dalam berinteraksi sosial pragmatik khusunya praanggapan bisa membantu untuk terjalinnya komunikasi yang baik.













Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKS MC ACARA DRAMA

ANALISIS UNSUR SEBUAH PUISI