ANALAISISIS UNSUR CERPEN PEMUJA KETAMPANAN
Perempuan Pemuja Ketampanan
Tampan,
itu kesan pertama. Tubuh tinggi tegap, rambut hitam agak ikal,wajah bersih
dengan kumis manis bertengger diatas bibirnya.
“Yopi,”
ulurkan tangannya hangat
“Kasih.”
Aku menyambutnya
“siapa?”
katanya sambil mendekatkan telinganya ke wajahku. Deru bis kota di siang hari
menutupi pendengarannya.Aroma keharuman tubuhnya menawarkan kehangatan,memacu
jantung lebih cepat berdetak ketika wajah yang bersih itu hampir menyentuh
wajahku.
“Sakti
Kinasih,biasa dipanggil Kasih!” Jawabku agak risih. Ia tersenyum. Kutangkap
basah, ia menatap dan menelusuri wajahku.
Yopi,
mahasiswa teknik,teman sekampusku itu adalah laki-laki tampan pertama yang jadi
kekasihku di Yogya. Bersamanya, aku damai. Sampai, suatu sore dibelakang kantin
ketika kampus sepi, aku memergoki Yopi berciuman dengan Purwantini, mahasiswi
semester 1. Berciuman. Lama. Dipojok kantin, dibawah perdu yang rimbun, aku
menatap mereka. Betapa nelangsa, jika dihianati. Maka, tanpa ampun, aku putuskan. Tus! Dan kucoret namanya dengan sepidol
merah dalam kehidupanku. Sreett!
Laki-laki
tampan ke dua,Hendro lulusan arsitek asal Madiun. Hati yang kedua penghianatan
Yopi memudahkan kepalaku bersandar di dada bidangnya. Hendri tampan dan dewasa.
Berjalan berdua di Malioboro atau jalan Solo adalah bahagia. Gadis lain akan
memandangku iri karena Hendro adalah kekasih yang romantis. Pantai adalah
tempat kesukaannya. Beberapa pantai di Yogya telah kami kunjungi. Ia selalu
melarangku menulis namanya dipasir pantai.
“Kenapa?”
tanyaku suatu senja ketika langit dipenuhi awan hitam. Ia mendekap mesra dan
membisik dibelakang telinga.
“Yang,
tulislah nama kita di batu karang!” Katanya tanpa melepas pelukan “Hm…aku lebih
suka menulisnya di pasir “ kataku. Ia menyentik hidungku
“Nama
kita akan hilang terkena ombak, tapi kalau kau menulisnya di batu karang? Cinta
kita akan abadi!” Kata-katanya bagai mutiara.
“Begitukah?”
tanyaku.
“Ya,
ayok kita coba!” Setelah itu, aku dan Hendro menulis nama kami di bibir pantai.
Benar saja, tak lama kemudian tersapu ombak. Kami pun berjingkatan menghindari
ombak yang tinggi itu.
“Percaya
sekarang?” tanyanya lagi. Aku ,mengangguk percaya.
“Jadi,
kita harus menulisnya di batu karang! Ni batu karangnya di sini!” ia menunjuk
dadanya yang bidang. Aku tersanjung, apalagi ia menutup pertemuan kami sore itu
dengan kata-kata yang indah.
“Yang
, namamu sudah kutoreh di sini. Di dadaku, forever!” katanya indah
menghanyutkan perasaan perempuan seperti
aku yang sedang jatuh cinta.
Pulang
dari pantai, langit mulai mendung. Di perjalanan, hujan turun bagai tercurah
dari langit. Hendro mengajakku mampir ke tempat kostnya. Turun dari motor,
belum sempat kubereskan rambut yang basah, seorang perempuan setengah baya
menghadang kami di pintu kamar Hendro. Ia menatapku tajam. Hendro tanpak gugup,
apalagi aku. Dari penampilannya aku tebak , pasti ibunya atau ibu kostnya!
“Hendro
dari mana hujan-hujan begini? Masuk!”
suaranya melengking mengalahkan curah hujan sore itu. Aku terkejut
mendengarnya.
“Kamu
dari mana? Ibu datang sejak pagi. Jadi, seharian kamu pergi dengan perempuan
ini?” suara perempuan setengah baya itu bagai petir menyambar wajahku. “Siapa
perempuan, ini?” tatapannya menelusuri wajah dan tubuhku yang basah. Belum
sempat dijawab oleh Hendro, ia menatapku tajam.
“Kamu
siapa?” tanyanya lagi, yang kusesali, Hendo tak memebelaku.
“Saya
teman kuliah Hendro, Bu!” aku berusaha menghormatinya dan bermaksud menyalami
dan mencium tangannya. Tapi ee… perempuan itu melengos dan tidak memeperdulikan
niatku.
“Teman!
Teman kuliah?, yang jujur saja, kamu itu siapa?” gaya bicara dan tatapan matanya sangat
menyepelekan aku. Maka, keangkuhanku muncul karna harga diriku seolah
diinjak-injak.
“Saya
pacar Hendro, bu!”
“Pacar?”
suaranya melengking mengalahkan curah hujan sore itu.
“Ya,Bu,
tapi kalau ibu tidak menyukai saya, mulai sekarang larang anak ibu menemui saya di manapun!” Jawabku yang
membuat perempuan itu terbelalak
matanya. Hendro hanya diam salah tingkah.
“Hendro, benar ia kekasihmu?”Tanya
perempuan itu. Hendro tidak mengangguk, tidak juga berani mentapku apalagi
berani menatap ibunya. Ihh...aku gemas melihat laki-laki tampan, berdada
bidang, tapi berjiwa banci seperti itu. Sikap Hendro itu sudah memberi gambaran
siapa dan bagaimana sesungguhnya ia dihadapan ibunya. Bukan tipeku memiliki
pacar dan calon suami yang tidak punya kepribadian. Romantis dan menggombal
janji manis pada percaya, tapi layu bagai kembang tak jadi di hadapan ibunya.
Ih, banci banget!
“Sudahlah, Bu. Tidak usah ditanya. Saya juga tidak akan
mempertahankan hubungan dengan Hendro lagi. Kita putus!”kataku sambil menatap
laki-laki yang berdiri dibelakang ibunya seperti anak kucing. Itu kata-kata
terakhir yang kuucapkan di hadapan Hendro.
Dunia hancur? O tidak! Hatiku
terbuat dari batu? May be! Teman-teman satu kost sering tidak mengerti mengapa
aku begitu tenangnya jika putus pacaran. Tidak seperti gadis lain, yang selalu
menangis bermalam-malam dan menutup hati untuk lelaki lain berbulan-bulan
bahkan bertahun lamanya. Entah! Aku dilahirkan dari seorang ibu yang tegar. Ia
perempuan perkasa yang dapat bertahan hidup sekaligus menjadi ayah bagi
anak-anaknya. Aku tidak boleh kalah dengan ibu yang tegar, aku harus kuliah dan
lulus! Masa hanya karena putus cinta, bunuh diri! Sorry ya!
Laki-laki tampan ketiga yang jadi
kekasihku adalah Aris, anak Solo, lengkapnya Aris Subagyo. Sikapnya halus. Yang
paling kusukai darinya adalah senyumnya. Manis, menggoda, dan menggetarkan
hati! Gadis pemuja ketampanan seperti diriku, akan bahagia jika duduk dan
berjalan berdua dengan laki-laki tampan. Ujian-ujianku lulus dengan nilai
bagus, bahkan nilai ujian sekipsiku juga memuaskan.
Ibu memelukku hangat berurai air
mata saat hari wisuda tiba. Adik-adikku bangga memandangku pakai toga. Selesai
wisuda, aku mulai gelisah. Aris, kekasihku itu tidak tampak batang hidungnya padahal
sejak kemarin ia menemaniku mempersiapkan hari wisuda. Hp-nya tidak aktif,
teman-temannya kuhubungi, tidak ada yang tahu. Aku sangat kecewa, tapi ibu
tampak lebih kecewa. Aku sudah berjanji memperkenalkan Aris kepada ibu pada
saat hari bahagia ini, tapi ternyata aku tidak bisa memenuhinya. Mengapa tidak
datang? Kenapa ia tidak menghubungiku? Apa karena tahu aku akan memperkenalkan
Aris sebagai calon suami kepada ibu? Ingat percakapan hari-hari terakhir kami:
“Apa? Aku akan dikenalkan sebagai
calon suami?” Tanya Aris waktu itu. Wajah tampannya tampak cemas.
“Ya, kenapa? Apa aku tidak boleh
memperkenalkan Mas Aris sebagai calon suami kepada ibuku?” aku balik bertanya,
sedikit heran, dan tidak menyangka ia tampak keberatan.
“Kita belum lama menjalin hubungan
ini, Sih. Aku perlu waktu!” jawabnya waktu itu yang kini membuatku curiga.
Mungkinkah ini alasannya tidak datang saat wisuda? Artinya ia tidak berani
bertemu ibu dan tidak siap menjadi calon menantu ibu!
Aris bagai ditelan bumi. Setelah ibu
dan adik-adik pulang kampung, aku masih di Yogya mengurus ijazah. Di tempat
kost Aris tidak ada, katanya pulang ke Solo. Beberapa hari kemudian, pagi-pagi sepucuk
surat kutemukan di bawah pintu. Selembar surat dari Aris berisi kalimat dari
Aris yang merajam hati.
Kasih panggil aku pengkhianat
karena aku mengkhianati cintamu
Sebut
aku pengecut karena aku tak kuasa bertemu dengnmu
Tapi ingatlah selalu, aku tidak
menyesal telah mencintaimu
Dengan wajah dan hati yang terasa
terbakar, aku meremas surat itu. Hp-nya masih tidak aktif. Dengan perasan
marah, kutodongkan pisau kecil ke perut Syaiful, sahabatnya.”Sabar, sabar, sih!
Ada apa?”
“Alah, jangan pura-pura ndak tahu.
Jelaskan padaku, siapa sesungguhnya laki-laki pengkhianat itu?”Syaiful
menenangkanku.
“Sudahah Ful, aku bukan perempuan
bego yang bisa kamu dan Aris bohongi. Lihat wajahmu itu, sudah jelas tergambar,
kamu yang menyelipkan surat di kostku tadi pagi kan? Sekarang masih balik tanya
siapa laki-laki pengkhianat itu? Atau aku tusuk perut gendutmu dengan pisau
ini,” aku tekan sedikit pisau lipat itu ke perutnya.
“Oo…sabarlah, Sih. Aku ndak mau mati
gara-gara cintamu dengan Aris.’ Mimik wajah lucu.
“makanya, cepet katakan di mana dia
sekarang?” aku sudah tak sabar. Syaiful memandangku dan memintaku duduk tenang.
“ia pulang ke Solo, sih” kata
Syaiful. Suranya datar.
“Oh, jadi ia pulang ke Solo. Antar
aku ke sana!” tekadku.
“Oke, tapi kamu harus siap menerima
apa pun yang terjadi dan berjanjilah demi aku, Sih, kamu tidak buat keributan
di sana!. Syaiful memohon. Aku tidak menjawab.
Siang itu juga kami berangkat.
Perjalanan Yogya - Solo yang ditempuh satu jam lebih tidak membuatku tertarik
untuk bicara dengan Syaiful. Aku hanya ingin segera sampai ke rumah Aris dan
ingin menemukan jawaban dari suratnya itu.
Syaiful menghentikan mobilnya
dipinggir jalan. Ia mematikan mesin mobil dan menatapku.
“Ada apa lagi? Kenapa berhenti di
sini?” tanyaku gemes.
“Aku hanya ingin engkau berjanji
dan memastikan saja,”
“Memastikan apa? Aku baik-baik
saja!” ketus terdengar suaraku.
“Sih, aku mengenalmu sudah lama,
jauh sebelum kamu mengenal Aris kan? Menurutku, kamu itu perempuan hebat yang
tidak pernah sakit hati kalau putus cinta, iya kan?” aku diam saja mendengar
celoteh Syaiful.
“Maksudmu, berhenti di sini hanya
untuk mengatakan aku perempuan hebat?” nada suaraku meninggi, jengkel.
“Ya! Tepat, itu maksudku!” jawab
Syaiful.
“Terus? Apa hubungannya perempuan
hebat dengan tujuan kita ke sini!”`
“Perempuan hebat seperti kamu
tidak akan menangis jika putus cinta kan? Kamu juga pasti tidak akan menangis
jika Aris memutuskan hubungannya denganmu, kan? Apa pun alasannya.
“Ful, kalau jelas alasannya dan
masuk akal aku tidak akan menangis! Janji aku tidak akan menangis!” janjiku.
“Sip, satu lagi, sih!”
“Apa? Belum cukup?”
“Aku juga ingin kamu janji tidak
membuat keributan dengan Aris dan keluarganya!” Syaiful menyodorkan jari
kelingkingnya, minta aku janji dan menyodorkan jari kelingkingku juga.
“Aku hanya ingin bicara dengan
Aris, tidak perlu bertemu dengan keluarga besarnya kan? Gitu aja kok susah!
Ayolah jangan berhenti di sini, keburu sore!” aku segera meminta Syaiful
melanjutkan perjalanan.
Langit di kota Solo mendung, awan
hitam menggantung. Syaiful menghentikan mobil di depan sebuah rumah sederhana
“Itu rumahnya! Aku pegang janjimu!”
Hatiku
menggelepar jika ingat wajah Aris yang tampan. Oo...akutidak ingin kehilangan
senyum manisnya yang menggoda itu. Laki-laki tampan itu harus jadi milikku aku
tidak bisa membayangkan hidup tanpa laki-laki tampan!
Di atas rumah Aris kekasihku itu,
awan hitam. Aku belum juga turun dari mobil. Syaiful membiarkanku. Langkahku
terasa berat membayangkan Aris sudah tidak bersamaku lagi. Mengapa, ia katakan
dirinya pengkhianat cinta? Pelan-pelan aku keluar mobil.
“Sih!” Syaiful memanggilku ketika
aku akan menyeberang jalan. Aku memandangnya, wajah Syaiful tampak cemas “Ingat
janji ya, kamu tetap perempuan hebat, kan?” teriaknya. Aku tersenyum kecut
kemudiansegera menyeberang jalan menuju rumah bercat hijau itu.
Rumah
itu sederhana tapi berhalaman luas. Daun-daun jatuh dan dibiarkan berserakan.
Pohon-pohon rindang pasti teduh kalau siang. Langit temaram, mendung
menggantung, sesekali terdengar gelegar pertanda akan turun hujan besar. Sampai
di teras rumah, tampak sepi. beberapa pot bunga menghiasi sudut teras. Tanganku
hendak mengetuk pintu, aku melongok ke jendela. Dalam keremengan, aku melihat
Aris memeluk perempuan muda. Deg! Hatiku, oo hatiku terkesiap, darahku terasa
naik ke atas kepala. Siapa perempuan itu? Aku tidak jadi mengetuk pintu, aku
amati perempuan dan Mas Aris. Benar itu Mas Aris, kekasihku, tapi perempuan
itu? Muda, cantik, dan.....oo ia tampak ringkih! Perempuan itu baru melahirkan.
Kulihat bayi dalam pelukannya. Kecantikan wajah perempuan yang baru melahirkan
itu memancar. Kulihat Aris di sampingnya. Kebanggaan seorang ayah baru di wajah
Aris, kekasihku itu,mencabik-cabik jantungku. Benar-benar laki-laki
pengkhianat! Ini jawaban itu. Ia telah mengaku menjadi pengkhianat dan tidak
menyesal mencintaiku!!! Oh Gusti, laki-laki tampan ini harapanku terakhir. Aku
ingin seperti perempuan lain, menikah setelah lulus kuliah tapi aku ingin
menikah dengan laki-laki tampan seperti Aris. Kini...Aris mengkhianatiku, mesti
mengaku tidak menyesal mencintaiku. Jadi? Selama ini kuhabiskan waktu untuk
cinta yang sia-sia. Aku ingat ibu yang ingin melihatku segera menikah!
Laki-laki tampan itu begitu sering menyakitiku, meskipun kata Syaiful aku
perempuan hebat.
Gerimis mendung tampak menghitam, kota Solo di
guyur hujan aku segera bersijingkat meninggalkan teras rumah Aris. Air mataku
terhapus air hujan, rambutku basah, bajuku basah sesampainya di depan mobil.
Syaiful dengan sigap membuka pintu dan membiarkan aku masuk dalam keadaan basah
kuyup! Sebagai pelampiasan, kukealkan tangan dan kuhantamkan keperut Syaiful
berkali-kali. “Brengsek! Laki-laki brengsek!” jeritku. Syaiful diam saja tapi
wajahnya berseringai. Dia pasti memahami perasaanku. Ia juga ikut merasa
bersalah menutupi rahasia sahabatnya. Tidak ada yang keluar dari mulut Syaiful.
Ia tahu aku telah mendapatkan jawabannya. Sepanjang jalan Solo-Yogya hujan
terus turun. Dalam mobil, badanku basah, hatiku mendesah, laki-laki tampan itu
telah menjadi milik orang lain!
Kebencianku
semakin bertampah kepada laki-laki tampan.Yopi, Hendro, dan kini Aris, semuanya
tampan, dan aku cinta pada ketampanan mereka. Nama-nama mereka mulai terukir
dalam sejarah perjalanan cintaku. Herannya, dalam suasana hati yang kalut, aku
diterima bekerja di sebuah perusahaan asing yang sejak dulu kuincar. Menurut
ibu, aku adalah perempuan yang banyak mendapat keberuntungan, tapi aku tahu,
aku tidak beruntung dalam cinta. Hm...seperti mimpi, gajiku cukup besar.
Kucurahkan pengkhianatan Aris dengan bekerja lembur dan terus bekerja tanpa
kenal lelah.
Selama bekerja di perusahaan
asing itu, aku mulai berpikir untuk mencoba mencari pacardengan wajah
biasa.tapi tak pernah berhasil. Aku tidak bisa membohongi diri bahwa aku sama
sekali tidak punya ketertarikan pada laki-laki berwajah biasa. Meski kata
orang, laki-laki yang naksir aku itu baik, jujur, dan bertanggung jawab, hatiku
tetap tidak seerrr! Tapi kalau bertatapan dengan laki-laki tampan,
duh.....seakan darah dan jantungku berhenti berdetak! Sejak itu aku mulai menyimpulkan
diri bahwa aku benar-benar perempuan pemuja ketampanan.
Waktu cepat berlalu, adikku
satu-satu meminta izin melangkahiku menikah lebih dulu. Aku ikut senang adikku
menikah karenaitu juga berarti mengurangi tanggung jawabku sebagai anak sulung
tapi aku tahu perasaan ibu. Ia menangis setiap kali adikku ijab. Bukan hanya
bahagia karena salah satu anaknya mendapat jodoh tapi juga sedih karena aku
belum menemukan pasangan hidup.
Tak terasa, usiaku menjelang tiga
puluh tahun. Tiga orang adikku sudah menikah dan memiliki anak. Suatu sore, ibu
memperkenalkan padaku seorang yang tampan. Memang tidak muda,mungkin beberapa
tahn di atas usiaku. Gunawan namanya. Laki-laki itu mengaku duda dengan anak
dua. Melihat laki-laki tampan, seperti biasa, darahku terkesiap dan jantungku
seakan berhenti berdetak. Laki-laki tampan itu melamarku langsung pada ibu.
Tanpa banyak komentar , demi kebahagiaan ibu yang selalu gelisahmemikirkan
jodohku, aku setuju. Bukankah darah yang terkesiap dan jantung yang berhenti
berdetak itu ketika berkenalan pertanda aku bakal jatuh cinta kepadanya? Jadi
untuk apa kutolak. Kulihat ibu ceria, langkahnya ringan. Beliau segera segera
pesan undangan!
Saat undangan telah dipesan, berita
buruk itu kudengar. Ibu mengunci diri di kamar. Ia tidak mau makan, tidak mau
minum, tidak mau bertemu dengan saudara. Adik-adik juga diam tak banyak bicara.
Kucari tahu kebenaran berita itu. Gunawan membohongi ibu, membeli harga diriku.
Ia bukan duda dengan anak dua, tapi suami dari dua istri yang cantik-cantik!
Kuketahui bahwa Gunawan adalah laki-laki yang senang mengoleksi istri cantik!
Ibu tidak ikhlas jika aku jadi istri ketiga. Duh gusti...inikah karma yang
harus kuterima? Aku perempuan pemuja laki-laki tampan. Gunawan adalah laki-laki
yang suka perempuan-perempuan cantik. Bukankah itu tidak salah? Laki-laki dan
perempuan pemuja kemolekan fisik bertemu? Oo tapi Gunawan adalah penipu, aku
tidak sudi jadi istri kedua apalagi istri ketiga. Hm....aku tidak tahu apa yang
ada dalam pikiran Gunawan untuk melamarku jadi istrinya. Apa kiranya, perempuan
yang telat kawin, tidak akan menolak lamaran laki-laki setampan dia?
Huh....terlalu!
Hujan rintik-rintik, sesekali
terdengar halilintar membelah bumi. Hari perkawinanku tinggal sepuluh hari. Aku
minta undangan tidak disebarkan dulu. Ibu sakit, tubuhnya kurus sekali. Tidak
ada makanan yang masuk ke dalam tubuhnya. Matanya cekung! Segera kuangkat ibu
ke rumah sakit.adik-adik mengelilingi ibu. Aku hanya menatapnya dari jauh. Maka,
ketika adik-adik menangis tertolong-tolong memanggil nama ibu,aku keluar
meninggalkan lorong rumah sakit.
Hujan di luar rintik-rintik.
Kupakai jaket, bawa kunci mobil, dan kuselipkan pisau lipat yang sudah kuasah
sejak sore. Tujuanku satu, ke rumah Gunawan. Akan kucari, di mana pun dia
berada. Apakah dia di rumah istri pertama, istri kedua, atau istri simpanannya!
Gedongan
Baru, 2004
KAJIAN
STRUKTURAL PROSA FIKSI
“PEREMPUAN
PEMUJA KETAMPANAN”
1. Tema
Gagasan, ide, atau pikiran utama
yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Atau gampangnya, tema adalah
sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu
yang menjadi pokok masalah dalam cerita.
Tema dalam prosa fiksi perempuan
pemuja ketampanan adalah : percintaan yang selalu kandas karena tokoh utama
seorang perempuan pemuja ketampanan
2. Tokoh/Penokohan
Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan
pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam berbagai
peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula
berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Tokoh- tokoh dalam cerpen
tersebut adalah
- Kinasih
- Yopi
- Hendro
- Aris
- Ibu Kinasih
- Saiful
Tokoh dapat dibedakan menjadi dua
yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak
mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
- Tokoh sentral protagonis, yaitu
tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai
positif . dalam cerpen perempuan pemuja ketampanan tokoh protagonist ialah
:
- ibu kinasih seperti dalam kalimat “aku dilahirkan
dari seorang ibu yang tegar. Ia perempuan perkasa yang dapat bertahan
hidup dan sekaligus menjadi ayah bagi anak- anaknya”
- Saiful seperti dalam kalimat “Sih, aku mengenalmu
sudah lama, jauh sebelum kamu mengenal aris kan ? menurutku, kamu
perempuan hebat yang tidak pernah sakit hati jika putus cinta iya kan ? “
“perempuan
hebat seperti kamu tidak akan menangis jika putus cinta kan ? kamu juga pasti
tidak akan menangis jika Aris memutuskan hubungannya denganmu,kan ?apapun
alasannya”
- Tokoh sentral antagonis, yaitu
tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau
menyampaikan nilai-nilai negatif.
- Ibu Hendro seperti dalam kalimat “Hendro dari mana
hujan-hujan begini? Masuk!” suara perempuan setengah baya itu bagai
petir menyambar wajahku.
- “teman? Teman kuliah!, yang jujur saja kamu itu
siapa?” gaya bicara dan tatapan matanya sangat menyepelekan aku.
- “pacar?” suaranya melengking mengalahkan curah hujan
sore itu.
Adapun tokoh bawahan adalah
tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan
menjadi tiga, yaitu:
- Tokoh andalan. Tokoh andalan
adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (baik
protagonis ataupun antagonis).
- Saiful adalah teman dari Aris dan kasih
- Tokoh tambahan. Tokoh tambahan
adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
- Adik-adik Kinasih
- Teman-teman kost Kinasih
3. Latar (setting)
Latar adalah segala keterangan,
petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi
terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur
pokok:
a.Latar tempat, mengacu pada lokasi
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi
- “Di halte” terlihat dalam kutipan dibawah ini :
“Yopi”
uluran tangannya hangat.
“Kasih”
aku menyambutnya.
“siapa?”
katanya sambil mendekatkan telinganya kewajahku. Deru bis kota di siang hari
menutupi pendengarannya.
- “Di pojok
kantin” terlihat dalam kutipan dibawah ini :
Berciuman.
Lama. Di pojok kantin, di bawah perdu yang rimbun, aku menatap mereka. Betapa
nelangsa jika hati dihianati.
- “Malioboro” terlihat dalam kutipan dibawah ini :
Hendro
tampan dan dewasa. Berjalan berdua dengannya di Malioboro atau jalan Solo
adalah bahagia.
- “Pantai Yogya”terlihat dalam kutipan di bawah ini :
Gadis
lain akan memandangku iri, karena Hendro adalah kekasih yang romantis. Pantai
adalah tempat kesukaannya. Beberapa pantai di Yogya telah kami kunjungi.
- “Di kost-kostan”terlihat dalam kutipan di bawah ini :
Pulang
dari pantai, langit mulai mendung. Diperjalanan, hujan turun bagai tercurah
dari langit. Hendro mengajakku mampir ke tempat kostnya. Turun dari motor,
belum sempat ku bereskan rambut yang basah, seorang perempuan setengah baya
menghadang kami di pintu kamar Hendro. Ia menatapku tajam. Hendro tampak gugup
apalagi aku. Dari penampilannya aku tebak pasti ibunya atau ibu kostnya!.
- “Di kampus”terlihat dalam kutipan dibawah ini :
Ibu
memelukku hangat berurai air mata saat hari wisud tiba. Adik-adikku bangga
melihatku memakai toga.
- “Rumah sakit”terdapat dalam kutipan dibawah ini :
Adik-adik
mengelilingi ibu. Aku hanya menatapnya dari jauh. Maka, ketika adik-adik
menangis melolong- lolong memanggil nama ibu. Aku keluar meninggalkan lorong
rumah sakit.
b.Latar waktu, berhubungan dengan
masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi.
- “Siang hari” terdapat dalam
kutipan di bawah ini :
“Yopi”
uluran tangannya hangat.
“Kasih”
aku menyambutnya.
“siapa?”
katanya sambil mendekatkan telinganya kewajahku. Deru bis kota di siang hari
menutupi pendengarannya.
Siang
itu juga kami berangkat. Perjalanan Yogya – Solo yang ditempuh satu jam lebih
tidak membuatku tertarik untuk bicara lagi dengan Saiful.
- “Sore hari” terlihat dalam
kutipan di bawah ini :
Sampai
suatu sore di belakang kantin ketika kampus sepi, aku memergoki Yopi berciuman
dengan Purwantini mahasiswi semester 1.
c.Latar emosional adalah sebuag
ungakapn perasaan seseorang bisa bahagia atau sedih
“Sedih” terlihat dalam kutipan di
bawah ini :
Sampai suatu sore di belakang kantin ketika
kampus sepi, aku memergoki Yopi berciuman dengan Purwantini mahasiswi semester
1. Berciuman. Lama. Di pojok kantin, di bawah pohon perdu yang rindang.
“Bahagia”
terlihat dalam kutipan di bawah ini :
Laki-laki
tampan ke dua Hendro, lulusan arsitek asal Madiun. Hari yang luk Hendro tampan
dan dewasa. Berjalan berdua dengannya di Malioboro atau jalan Solo adalah
bahagia.
“Kecewa”
terlihat dalam kutipan di bawah ini :
Pulang
dari pantai, langit mulai mendung. Diperjalanan, hujan turun bagai tercurah
dari langit. Hendro mengajakku mampir ke tempat kostnya. Turun dari motor,
belum sempat ku bereskan rambut yang basah, seorang perempuan setengah baya menghadang
kami di pintu kamar Hendro. Ia menatapku tajam. Hendro tampak gugup apalagi
aku. Dari penampilannya aku tebak pasti ibunya atau ibu kostnya!.
“Marah”terlihat
dalam kutipan di bawah ini :
Saat undangan telah dipesan, berita
buruk itu kudengar. Ibu mengunci diri di kamar. Ia tidak mau makan, tidak mau
minum, tidak mau bertemu dengan saudara. Adik-adik juga diam tak banyak bicara.
Kucari tahu kebenaran berita itu. Gunawan membohongi ibu, membeli harga diriku.
Ia bukan duda dengan anak dua, tapi suami dari dua istri yang cantik-cantik!
Kuketahui bahwa Gunawan adalah laki-laki yang senang mengoleksi istri cantik!
Ibu tidak ikhlas jika aku jadi istri ketiga.
Hujan rintik-rintik, sesekali terdengar
halilintar membelah bumi. Hari perkawinanku tinggal sepuluh hari. Aku minta
undangan tidak disebarkan dulu. Ibu sakit, tubuhnya kurus sekali.
4. Alur (Plot)
Alur adalah urutan atau jalannya
cerita di dalam cerpen yang disampaikan oleh penulis. Dalam menyampaikan cerita
ada beberapa tahapan alur yang disampaikan oleh sang penulis, yaitu :
Alur yang di gunakan cerpen
Perempuan Pumuja Ketampanan adalah alur maju (progresif)
- Perkenalan : Kinasih berkenalan dengan Yopi di sebuah
halte bus siang hari sepulang dari kuliah mereka tak sengaja bertemu.
- Penanjakan : Mereka kemudian berpacaran, namun cinta
Kasih kandas karena penghianatan Yopi.
- Klimaks : Kejadian serupa kembali terulang tiga kali
berturut-turut gadis itu menjalin hubungan dengan pria tampan namun kisah
cintanya selalu kandas di tengah jalan. Hingga usia 35 tahun Kasih belum
juga menikah padahal ke tiga adiknya sudah melangkahinya
- Anti Klimak : Ibu Kinasih mencoba mencarikan jodoh
untuk anaknya dan dapatlah Gunawan seorang yang mengadu duda beranak dua.
Namun itu bohong ternyata Gunawan laki-laki yang memiliki dua istri.
Kebohongannya menyebabkan ibu Kinasih masuk rumah sakit.
- Penyelesaian : Kasih ingin mencari gunawan di rumahnya.
5.
Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara memandang
dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi
tertentu. Dalam hal ini, ada dua macam sudut pandang yang bisa dipakai:
a. Sudut pandang orang pertama
sebagai pelaku utama (first person point of view)
Dalam pengisahan cerita yang
mempergunakan sudut pandang orang pertama, ‘aku’, narator adalah seseorang yang
ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ‘aku’ tokoh yang berkisah, mengisahkan
kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui,
dilihat, didengar, dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh)
lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara
terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si ‘aku’ tersebut.
6.
Gaya Bahasa
Definisi gaya bahasa yaitu cara
bagaimana pengarang cerita mengungkapkan isi pemikirannya lewat bahasa-bahasa
yang khas dalam uraian ceritanya sehingga dapat menimbulkan kesan tertentu
a. Parelisme
Adalah gaya bahasa yang mengulangi
isi kalimat yang mengulang isi kalimat yang dimaksud tujuannya serupa.
“Kamu tidak akan menangis jika putus
cinta kan ? kamu juga pasti tidak akan menangis jika aris memutuskan
hubungannya denganmu, kan ?”
“Aku tidak akan menangis ! janji aku
tidak akan menangis! Janjiku”
b.
Hiperbola
Merupakan gaya bahasa yang
melebih-lebihkan suatu hal.
“Aroma keharuman tubuhnya menawarkan
kehangatan, memacu jantungku lebih cepat berdetak ketika wajah tampan dan
bersih itu hamper menyentuh wajahku”
“Suara perempuan setengah baya itu
bagai petir menyambar wajahku”
“Kekasih itu, mencabik-cabik
jantungku”
c.
Persinifikasi
Merupakan bahasa kiasan yang
mempersamakan benda mati dengan manusia.
“Suara perempuan itu bagai petir
menyambar wajahku”
d.
Metafora
Metafora adalah bahasa kiasa seperti
perbandingan.
“Ku tangkap basah, ia menatap dan
menelusuri wajahku”
“suaranya melengking mengalahkan curah
hujab sore itu”
7.
Amanat
Pesan yang ingin disampaikan
pengarang kepada pembaca.
Pesan dari cerpen Perempuan Pemuja
Ketampanan adalah cintailah seseorang dengan tulus, jangan hanya memandang
fisik, karena wajah tampan atau cantik tidak menjamin kebahagiaan, dan sebagai
wanita kita jangan mudah jatuh cinta dan mudah terpengaruh rayuan manis
laki-laki.
8.
Nilai Pendidikan
. Cerpen “Perempuan Pemuja Ketampanan” (Hendro dengan ibunya)
Hendro, pacar kedua kasih yang
sangat romantis ternyata mempunyai sifat kepatuhan terhadap orang tua. Ia rela
diputus Kasih dan patuh terhadap ibunya yang galak, seperti dalam kutipan
berikut:
“Hendro, benar ia kekasihmu?” tanya perempuan itu. Hendro
tidak mengangguk, tidak juga berani menatapku apalagi berani menatap ibunya.
Ihh...aku gemas melihat laki-laki tampan, berdada bidang, tapi berjiwa banci
seperti itu. Sikap Hendro itu sudah memberi gambaran padaku siapa dan bagaimana
sesungguhnya ia di hadapan ibunya.” (halaman 29).
Amanat
yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca dalam cerpen ini adalah agar
sebagai anak kita patuh dengan perintah orang tua.
9.
Nilai Budaya
Nilai
budaya hubungan manusia dengan manusia lain ini dalam karya sastra sangat
membantu penyampaian makna atau amanat oleh pengarang kepada pembaca. Interaksi
antartokoh dalam cerpen “Perempuan Pemuja Ketampanan” membuat suatu karya satra
dapat diambil pelajaran dan diterapkan dalam kehidupan nyata.
Cerpen “Perempuan Pemuja Ketampanan”
Kasih awalnya sangat menaruh harapan
besar terhadap Aris. Setelah tahu ia laki-laki beistri dan punya anak, ia tidak
jadi meminta Aris untuk menikahinya, seperti dalam kutipan berikut:
“Kulihat Aris di sampingnya. Kebanggaan seorang ayah baru di
wajah Aris, kekasihku itu, mencabik-cabik jantungku. Benar-benar laki-laki
penghianat!” (halaman 34).
Datang
Gunawan untuk menikahinya. Awalnya Kasih mau, hingga sepuluh hari menjelang
pernikahannya diketahui bahwa Gunawan sudah punya dua istri dan akan menjadikan
Kasih sebagai istri ketiga. Batal nikah membuat ibunya sakit dan meninggal.
Hati Kasih sakit, konflik tersebut yang mendorongnya untuk mengasah pisau lipat
untuk dipakai membunuh Gunawan. Konflik yang dialami Kasih ini mempunyai
penyelesaian dengan mengutamakan keinginan pribadi, ia sangat sedih ditinggal
oleh ibunya, seperti dalam kutipan berikut:
“Maka, ketika adik-adik menangis
terlolong-lolong memanggil nama ibu, aku keluar meninggalkan lorong rumah
sakit. Hujan di luar rintik-rintik. Kupakai jaket, bawa kunci mobil, dan
kuselipkan pisau lipat yang sudah kuasah sejak sore. Tujuanku ke rumah
Gunawan.” (halaman 37).
Komentar
Posting Komentar