Dasar dasar Kurikulum - TELAAH KURIKULUM
LAPORAN
TELAAH KURIKULUM
“ DASAR- DASAR KURIKULUM ”
Diampu oleh
Dwi Fitriani, S.Pd., M.Pd.
Disusun Oleh,
Kelompok : III
Kelas : IV A
Kelas : IV A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2017
DAFTAR NAMA KELOMPOK
No.
|
NAMA
|
NPM
|
Paraf
|
1
|
|
|
|
2
|
|
|
|
3
|
|
|
|
4
|
|
|
|
5
|
|
|
|
6
|
|
|
|
Dalam
arti yang luas, “kurikulum” mencakupi segala proses pengambilan keputusan yang
relevan bagi semua partisipan. Hasil-hasil proses pengambilan keputusan ini
pada umumnya berada dalam beberapa bentuk konkret dan dapat diamati serta
diperkirakan, misalnya :
a. Dokumen-dokumen
kebijakan,
b. Silabus-silabus,
c. Program-program
pelatihan pengajar,
d. Bahan
dan sumber pengajaran, dan
e. Tindak-tindak
pengajaran serta pembelajaran.
Kerangka
Kerja terdiri dari tiga perangkat kendala pada pengambilan keputusan kurikulum
yaitu:
a. Kebijaksanaan
Suatu
kurikulum yang terlihat dalam segala hal akan berhasil, tetapi yang gagal
mencapai tujuannya, akan sukar dibenarkan, sekalipun berapa banyak partisipan
yang mungkin memperoleh manfaat dari pengalaman mereka dengan cara lain,
misalnya secara sosial atau finansial.
b. Pertimbangan-
pertimbangan Pragmatik
Pertimbangan-pertimbangan
pragmatik seperti waktu dan sumber daya, insani dan material. Setiap rancang
bangun kurikulum harus membuat perhitungan yang tepat terhadap kendala-kendala
ini atau gagal mencapai tujuannya.
c. Partisipan
Para
partisipan dalam proses kurikulum dan cara-cara mereka berinteraksi. Tugas
mereka adalah merukunkan kebijaksanaan dan pragmatik serta mencapai memelihara
hasil-hasil proses pengambilan keputusan, pada setiap tahap perkembangannya,
yang satu sama lain hendaknya konsisten dan harmonis. Kurikulum yang seperti
itu disebut “koheren” atau saling berpautan.
Empat
tahap atau butir keputusan penting dalam implementasi Kebijaksanaan yaitu:
perencanaan kurikulum, perincian tujuan atau sarana, implementasi program, dan
implementasi kelas.
A.
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN KURIKULUM
1.
Perencanaan
Kurikulum
Para pejabat pengambil kebijaksanaan kurikulum sudah
seyogianya memberi tanggapan secara peka pada “kebutuhan-kebutuhan”.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat saja dikemukakan dan dirasakan oleh mereka
sendiri, orang atau pakar lain, ataupun seluruh masyarakat. Semua itu harus
diperhatikan dan dipertimbangkan secara saksama, karena dapat merupakan masukan
yang berharga. Para pengambil keputusan menentukan serta menetapkan keseluruhan
tujuan kurikulum bahasa dan dipengaruhi pula dalam berbagai tingkat dan hal
oleh kelompok-kelompok kepentingan atau interes atau minat yang jelas merupakan
beban berat yang harus dipikul.
Dalam
berbagai konteks pendidikan, berbagai insan akan memainkan peranan sebagai
pengambil kebijaksanaan dan kebijaksanaan tersebut akan dinyatakan secara
formal. Saat ini banyak kursus atau sekolah bahasa yang berbau komersial dengan
kebijakan-kebijakan tertentu seperti yang tertera pada prospektusinya
masing-masing. Tentu saja para siswa yang mau ikut dalam kursus atau sekolah
tersebut akan memutuskan apakah tujuan yang tertera pada prospektus itu sesuai
dengan kemauan atau kebutuhan mereka atau tidak. Kebijakan dalam hal ini
mungkin saja ditentukan terutama sekali oleh kekuatan atau keperluan pasar.
Dalam
kenyataannya memang terdapat bahaya yang menghadang disebabkan adanya
pertarungan yang tidak sehat antara kebijaksanaan dan hasil-hasil pembelajaran
yang dapat dicapai oleh kurikulum yang sedang berjalan itu. Keputusan-keputusan
yang telah diambil pada tahap perencanaan kurikulum, dan apa yang bisa diacu
secara umum sebagai “faktor-faktor kebijaksanaan” itu, mempunyai pengaruh yang
lebih besar pada keberhasilan pengembangan atau perkembangan kurikulum daripada
keputusan-keputusan yang berkaitan dengan implementasi kurikulum itu sendiri.
2.
Perincian
Tujuan Dan Sarana
Betapa
terperincinya pun pernyataan-pernyataan kebijaksanaan dibuat orang, semua itu
hanyalah merupakan petunjuk-petunjuk belaka, bukan merupakan
perincian-perincian yang lengkap dan utuh. Pernyataan-pernyataan kebijakan itu
tidaklah diformulasikan atau dirumuskan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan
perkembangan kurikulum. Perincian tujuan dan sarana merupakan proses yang
berguna bagi pengimplementasian operasional kebijakan dan sarana. Perincian
tujuan seyogianyalah memberi karakterisasi yang tepat mengenai kecakapan
sasaran. Perincian sarana seyogyianyalah menentukan serta menetapkan metode
yang digunakan untuk mencapai kecakapan atau kemahiran sasaran. Insan-insan
yang membuat keputusan-keputusan mengenai perincian-perincian tersebut biasa
disebut sebagai para penulis silabus, dan
hasil formal pembuatan keputusan mereka itu disebut silabus. Kalau perincian-perincian dalam silabus itu tidak memadai,
maka kurikulum tersebut secara potensial menjadi kurang masuk akal, kurang
koheren dan semakin sukar dievaluasi, sulit dinilai, selama kriteria itu harus
pula ditafsirkan terlebih dahulu, jadi belum siap pakai benar-benar.
1)
Perincian
Tujuan
Pengambilan keputusan
dalam ranah ini cenderung mengikuti salah satu dari dua garis perkembangan yang
sangat berlainan. Dalam garis perkembangan yang pertama, perhatian umum
terhadap keefektifan pertanggung jawaban dan biaya seluruh pendidikan ditujukan
pada perincian-perincian maksud dan tujuan dalam bentuk-bentuk behavioral dan
dapat diperiksa secara nyata. Pendekatan ini, sejalan dengan pertumbuhan
pentingnya program-program pengajaran bahasa asing untuk tujuan tertentu, telah
terlihat hasilnya dalam perkembangan pendidikan bahasa, khususnya dalam
teknologi analisis kebutuhan.
2)
Perincian
Sarana
Pembicaraan mengenai
metodologi pengajaran bahasa biasanya dipengaruhi oleh teori pemerolehan bahasa
pertama (PBI) dan pemerolehan bahasa kedua (PB2) serta oleh pertumbuhan
sekumpulan telaah atau kajian observasi kelas. Akan tetapi tidak terdapat
kearifan atau konsesus konvensional yang muncul, seperti yang didemontransikan
oleh perkembangbiakan metode-metode, tuntutan-tuntutan dan kontra-kontra
tuntutan itu, sejak atau selama kemandulan audio-lingualisme tersebut. Sekalipun
kemurnian teoritis dapat diterima, akan tetapi saja kurang penting bagi
implementasi kurikulum efektif ketimbang akomodasi pada kendala-kendala
terhadap konteks pendidikan tertentu yang biasanya tidak murni.
3)
Pertarungan
dalam Perincian Tujuan dan Sarana
Ketidakseimbangan dalam
perincian tujuan dan sarana bukan suatu hal yang mustahil terjadi. Nilai
praktis pradigma teoritis dalam suatu bidang kegiatan ialah menetapkan serta
memantapkan suatu konsensus mengenai suatu cara bergerak maju dan hal-hal yang
akan dilakukan. Terhadap adanya pradigma yang mantap tersebut, maka perincian
lebih terurai menjadi kurang penting, terhadap tiadannya pradigma, maka
perincian-perincian itu sendiri justru memberikan sarana utama bagi pencapaian
koherensi atau hubungan.
Hal terpenting ialah
seharusnya tidak terdapat pertarungan atau ketidakseimbangan yang melibatkan
silabus-silabus atau kurikulum-kurikulum “tersembunyi” atau “terselubung”.
3.
Implementasi
Program
Pada
tahap implementasi program, segala keputusan yang dibuat itu tidak dapat
ditunda sampai para pengajar dan para pembelajar dipersiapkan atau menampilkan
kegiatan-kegiatan kelas. Keputusan-keputusan tersebut berkaitan dengan
perkembangan sumber daya pengajaran dan pembelajaran, serta persiapan untuk
para pengajar menjamin agar sumber-sumber daya digunakan secara efektif,
misalnya sejalan dan sesuai dengan perincian-perincian sarana dan dengan suatu
pemahaman yang jelas tentang tujuan yang akan akan dicapai dan alasan-alasan
untuk mencapainya.
1) Sumber Daya Program
Bahan-bahan pengajaran
dan pembelajaran penyediakan korpus kurikulum. Biasanya semua itu tersedia
sebagai kesatuan-kesatuan fisik dan terbuka bagi analisis, evaluasi dan revisi,
sedangkan kegiatan-kegiatan pengajaran dan pembelajaran tidak demikian halnya dan
semua itu mempunyai pengaruh langsung terhadap segala yang terjadi di dalam
kelas, sedangkan dokumen-dokuemen kebijaksanaan silabus-silabus dan
kursus-kursus pelatihan pengajar tidak demikian halnya.
2) Pelatihan Pengajar
Pelatihan pengajar
hendaknya mempersiapkan jiwa dan semangatnya. Dalam kurikulum yang koheren
pelatihan pengajaran hendaknya menjelaskan tujuan-tujuan kebijaksanaan seperti
yang diekspresikan di dalam silabus, hendaknya memperlihatkan betapa tujuan dan
sarana saling berkaitan erat bagaiman selama itu diwujudkan dalam program
pengajaran dan bagaimana prosedur-prosedur kelas khusus melengkapi bahan-bahan
program serta meningkatkan kesempatan-kesempatan belajar. Pelatih pengajar
mendirikan jembatan antara komite silabus dan kelas, dan secara ideal
ditempatkan untuk memberi kemudahan bagi penilaian formatif, membantu perbaikan
atau revisi silabus serta ikut serta dalam melangsungkan perkembangan kurikulum
bekerja sama dengan para penulis bahan.
Akan tetapi, dalam
kenyataannya justru kebalikan yang ideal itulah yang terjadi. Berdasarkan segi
teoritis, para pelatih pengajar justru cenderung bertindak sebagai para
spesialis dalam linguistik terapan secara umum, dan metodologi secara khusus.
Pengetahuan mereka tentang kurikulum itu manfaatkan secara terbatas, sikap
mereka terhadap hal itu mungkin saja bersifat menolak dan menentang, serta
upaya mereka diarahkan pada tujuan revolusi dan bukan pada tujuan untuk
mengimplementasikannya. Mereka sangat kritis terhadap bahan-bahan program,
tetapi sedikit sekali mengadakan kontak dengan para penulis bahan, dan mungkin
mendorong para pengajar menciptakan sumber daya mereka sendiri.
4.
Implementasi
Kelas
Implementasi
atau pelaksanaan kelas merupakan tahap akhir dalam proses perkembangan
kurikulum dan paling penting karena pada akhirnya tindak atau kegiatan
pembelajaran menentukan hasil-hasil kurikulum. Dalam pelaksanaan suatu program
bahasa di dalam kelas, penyebab utama ketidakseimbangan adalah perbedaan antara
tingkat-tingkat kecakapan aktual para pembelajar dan tingkat yang diperkirakan
oleh penulis bahan. Para penulis bahan terikat untuk menerima dan menyetujui
perincian tujuan dalam silabus sebagai sasaran mereka , kalau tidak bahan-bahan mereka
tidak akan dipakai. Fungsinya ialah memudahkan para siswa untuk berjalan
terus dalam suatu kurikulum bagi mereka.
1)
Tindak-
Tindak Pengajaran
Keberhasilan pengajaran
tergantung pada keyakinan dan responsi- responsi yang berlangsung secara
otomatis dari pengalaman. Perbahan yang radikal, sekalipun termotivasi secara
rapi dari segi kebijaksanaan ataupun tidak termotivasi baik dari segi supaya
pelaksanaanya ditinjau dari segi kemutakhirannya, biasanya berakibat goyahnya
atau pudarnya koherensi, yang untuk memperbaiki atau meremedinya diperlukan
waktu bertahun- tahun. Oleh sebab itu, lebih baik mencegah pudarnya keterpaduan
daripada memperbaikinya setelah pecah berantakan. Dalam hal ini diperlukan
ketenangan berpikir serta menatap jauh ke depan.
2) Tindak- Tindak Pembelajaran
Keputusan- keputusan
yang berkenaan dengan tindak- tindak pembelajaran merupakan hal yang paling
penting dalam penentuan hasil- hasil pembelajaran. Semua itu juga mungkin
bersifat konsisten dengan kurikulum resmi. Dalam beberapa situasi, para pelajar
dapat saja memilih tidak menampilkan peranan mereka yang telah ditentukan.
Pengamatan- pengamatan terhadap para
pembelajar yang tidak terampil sama saja tidak jelasnya mengenai keefektifan
kurikulum resmi itu. Dalam hal ini, para pembelajar tidak mempunyai strategi-
strategi yaitu tidak ada dasar prinsip yang kuat untuk menciptakan penggunaan
konstruktif kesempatan- kesempatan belajar dan seakan- akan penuh keragu-
raguan apakah tndak- tindak yang ditampilkan dalam keadaan- keadaan tersebut
dapat dianggap sebagai fakta- fakta “suatu gaya belajar” yang lebih daripada
gerakan- gerakan seseorang yang tenggelam yang akan dianggap sebagai fakta-
fakta suatu “gaya berenang”.
5.
Penentuan
Dan Pelaksanaan Kebijaksanaan
Penyebab
adanya ketidakseimbangan didalam suatu kurikulum memang banyak dan beraneka
ragam. Akibat yang mungkin tidak terelakkan ini dapat dibuat saja timbul dari
keputusan- keputusan yang dibuat atau tidak dibuat pada tahap perencanaan
kurikulum ataupun dari ketidakmantapan dalam perincian pertukaran tahap. Satu
satunya ciri yang harus dipegang oleh kurikulum- kurikulum tersebut adalah
tidak adanya ketidakseimbangan, mencapai dan memlihara keterpaduan menuntut
tekad dan kerjasama aktif dari semua partisipan selama berlangsungnya suatu
kurikulum. Proses tersebut tergantung pada itikad baik, tetapi juga menuntut
eksistensi struktur- struktur organisasional yang memudahkan pemerolehan
prestasinya kemudian dapat mempertahankan kelangsungannya terus- menerus. Hal
ini jelas menuntut kerja keras dan keterbukaan dari semua pihak.
B.
PERANAN
PARTISIPAN DALAM PENENTUAN DAN PELAKSANAAN
KEBIJAKSANAAN
Dalam
satu interpretasi terhadap kurikulum yang berpusat pada pembelajar, para
pembelajar menentukan kebijaksanaan melalui persepsi- persepsi mereka mengenai
kebutuhan- kebutuhan mereka. Suatu kurikulum yang berpusat pada pengajar akan
memaksimalkan pengaruh sang pengajar, sedangkan yang disebut kurikulum teacher- prof (percobaan pengajar) ingin
dan berupaya benar- benar memaksimalkan hal itu, keputusan- kepuusan yang
berkaitan dengan akta mengajar diambil secara a priori oleh pelatih pengajar dan penulis bahan. Berbagai gaya
pengelolaan atau manajemen menentukan partisipasi dalam proses pengambilan
keputusan dengan berbagai cara dan menempatkan nilai- nilai yang berbeda pada
kontribusi- kontribusi atau sumbangan- sumbangan para partisipan yang berbeda-
beda tersebut.
Gaya
pengelolaan kurikulum yang paling efektif mungkin gaya yang memanfaatkan
kekuatan kedua hal tersebut, tentu saja dengan memperhitungkan kendala- kendala
dalam suatu konteks pendidikan tertentu. Hal ini dapat dianggap sebagai suatu
kewajaran, suatu tuntutan yang tidak berlebihan.
1)
Peran
Partisipan dalam Pendekatan Spesialis
a) Keunggulan
Kurikulum spesialis
mempunyai rangkaian komando atau perintah yang bergaya militer yang singkat,
tegas dan sederhana. Pertanggungjawaban bagi keputusan- keputusan yang berbagai
ragam itu dibatasi secara jelas dan keputusan- keputusan yang dibuat/ diambil oleh
ahli dalam bidangnya masing- masing dan mengetahui dengan jelassumber- sumber
daya apa yang dibutuhkan. Segala keputusan yang melewati rangkaian komando
tersebut secara eksplisit telah dirumuskan sehingga semua itu dapat dimengerti
dan dipahami oleh para ahli tersebut pada tahap berikutnya. Maka itu, kurikulum
tersebut dapat ditransfer yaitu dapat digunakan oleh pakar pengajar dan para
pembelajar, para guru dan para siswa selain daripada semua yang terlibat pada
tahap awal. Semua pengambil keputusan dapat bertanggung jawab atas tindakan-
tindakan mereka dan prakondisi- prakondisi bagi perkembangan selanjutnya serta
inovasi atau pembaharuan yang ada.
b) Kelemahan
Dalam kurikulum ini
arus informasi hanya sau arah saja, dan tidak ada konsultasi ataupun interaksi
diantara para insan yang telah ditentukan memainkan peranan- peranan yang
berbagai ragam itu. Asumsi- asumsi yang keliru atau anggapan- anggapan yang
salah tidak dapat ditantang secara formal dan konsensus atau mufakat tidak
dapat secara mudah dicapai. Arus informasisatu arah itu berarti bahwa para
pengambil atau pembuat kebijaksanaan itu perlu mengetahui dan menyadari semua
kendala pragmatik serta mempertanggungjawabkannya secara penuh bila mereka
menentukan serta melaksanakan kebijaksanaan. Tidak ada suatupun dari kondisi
tersebut yang mungkin dapat dianggap memadai, kedua- duanya lengkap utuh atau
tidak sama sekali, tiada tawar menawar lagi.
2)
Peranan
Partisipan Dalam Pendekatan Berpusat- Pembelajaran
a) Keunggulan
Kurikulum ini berpusat
pada pembelajaran yang memiliki pandangan terpadu terhadap kebijaksanaan. Semua
partisipan turut terlibat dan ikut serta pada setiap tahap pembuatan keputusan
dengan ketentuan maksimum bagi interaksi, konsultasi da kerja sama, potensial
maksimum bagi perkembangan konsensus, komitmen, serta motivasi. Pendekatan ini
tanggap terhadap perubahan- perubahan dalam kebutuhan- kebutuhan yang dirasakan
terhadap gagasan- gagasan yang baik dan terhadap kendala- kendala pragmatik.
b) Kelemahan
Dalam kurikulum ini
terdapat rangkaian komando. Tidak ada yang mempunyai tanggung jawab khusus bagi
pengadaan dan pengambilan keputusan- keputusan. Tidak terdapat para ahli dan
pengertian terbatas pada mulanya paling sedikit mengenai implikasi- implikasi
sumber daya. Konsensus atau kata sepakat adalah kurikulum, yang tidak terdapat
dalam suatu pengertian yang terumus dan eksplisit. Oleh karena itu tidak mudah
diterjemahkan atau ditransfer kepada situasi- situasi pembelajaran baru, tidak
dapat secara formal dinilai dan hanya bertanggungjawab kepada para partisipan
itu sendiri.
3)
Peranan
Partisipan dalam Pendekatan Terpadu Terhadap Penentuan dan Pelaksanaan
Kebijaksanaan.
Dalam kurikulum terpadu
semua pemain peran haruslah menyadari keputusan- keputusan yang diambil pada
semua tahap dalam proses kurikulum dan harus memberi sumbangan terhadap proses
perkembangan tersebut melalui penilaian formatif atau dengan cara atau sarana lain. Oleh
karena itu, kuriulum terpadu mempunyai banyak kebajikan dan kebaikan yang
berasal dari pendekatan yang berfokus pada pembelajaran selama tanggung jawab
bagi pelaksanaan keputusan- keputusan yang diambil dibuat pada setiap tahap
terletak pada segala hal yang dianggap bernilai terbaik.
C.
KENDALA
PRAGMATIK
Banyak
kendala yang harus dihadapi dan diatasi, terutama sekali kendala kebijaksanaan
dan kendala pragmatik. Mengenai kerangka kerja pengambilan keputusan ini sampai
kini terpusat kepada keputusan-keputusan kebijaksaan, dengan kendala-kendala
kebijaksanaan yang beranjak dari kiri ke kanan dari dokumen kebijaksanaan atau
“gagasan baik” menuju akta-akta pembelajaran. Apabila kebijaksanaan menentukan
hal-hal yang dianggap sebagai hasil pembelajaran yang sukses, maka
kendala-kendala pragmatik menentukan apakah hasil-hasil pembelajaran tersebut
dapat dicapai. Kendala-kendala pragmatik beroprasi dari luar dan dalam
kurikulum, mempengaruhi kebijaksanaan, gaya mengajar dan belajar serta isi
program- program maupun hasil-hasil pembelajaran pada akhirnya.
1) Kendala
Pragmatik dari Luar Kurikulum
Banyak diantara
kendala-kendala terhadap apa yang dapat dicapai pada suatu kurikulum tertentu
berada di luar kontrol para partisipan dalam proses kurikuler. Waktu dan dana
yang telah tersedia merupakan contoh-contoh utama, dengan sedikit jangkauan
bagi penjualan/ dagang diantara keduanya; yaitu lebih banyak uang yang
digunakan secara tidak tepat dan tidak cukup waktu yang tidak memadai,
sedangkan lebih banyak waktu dan tindakan-tindakan lain untuk meningkatkan
keunggulan-keunggulan kecakapan cenderung mengakibatkan kenaikan dan biaya,
dengan kelas-kelas yang lebih kecil dan para siswa yang sangat terpilih, suatu
program yang lebih intensif dan para pengajar yang lebih unggul, lebih banyak
sasaran dan sebagainya. Nilai-nilai dari luar kurikulum dapat juga memaksakan
diri dengan cara-cara lain; perdebatantan pada hari tertentu.
2) Kendala
Pragmatik dari Dalam Kurikulum
Kendala-kendala
pragmatik dari dalam kurikulum sendiri mencakupi ilmu pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang dimiliki oleh para partisipan serta yang memaksakan kemampuan
mereka untuk menampilkan peranan-peranan mereka. Oleh karena itu seyogianyalah
kita memikirkan kepentingan mereka, memberi bimbingan dan kemudahan dalam
belajar. Demikian pula mutu para pengajar baik secara akademik, profesional,
pengalaman mereka mengajar sebelumnya dan strategi-strategi pelajaran yang
lebih disukai, serta kemahiran mereka dalam bahasa sasaran, semua itu mau tidak
mau mengurangi kebebasan atau menjadi bahan pemikiran para penulis silabus.
D. PROSES
DAN PRODUK DALAM SETIAP TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN
1) Proses
Pengambilan Keputusan
Keputusan-keputusan
pengelolaan ini dengan sendirinya dapat menjamin bahwa kebijaksaan mencerminkan
keinginan instan tertentu atau kelompok berpengaruh, keinginan masyarakat umum,
kelompok pimpinan suatu lembaga/institusi, atau para pembelajar sendiri.
Keputusan-keputusan mengenai pengadaan analisis kebutuhan, telaah pustaka, atau
penilaian merupakan keputusan-keputusan proses dan mungkin saja secara formal
dilakukan oleh sembarang partisipan, di dalam kerangka kerja kurikulum resmi
ataupun diluarnya. Sebagai contoh keputusan-keputusan proses lainya para
pengajar menentukan apa dan bagaimana dan mungkin barangkali yang
paling penting, apakah perlu mempersispkan pelajaran-pelajaran.
Para
pengajar dapat menolak metodologi “buku pegangan guru” ataupun program magang
dan terus saja mengajar dengan sesuai cara mereka anggap cukup wajar atau tepat
berdasarkan pengalaman mereka selama ini akan tetapi, perlu diingatkan dan
ditegaskan kembali hal ini, kalau kendala-kendala pada pembuatan keputusan itu dinyatakan
secara resmi dan eksplisit, sertakalau proses-proses pembuatan keputusan dan
atau secara efektif, maka produk-produk dari proses pembuatan keputusan itu
mungkin berkaitan dengan kurikulum remi ketimbang pada kurikulum alternatif
atau kurikulum terselubung dan kepincangan atau ketidakseimbangan lebih mudah
sikenali dan paling sedikit saja potensial lebih mudah diremedi.
2)
Produk Pengambilan
Keputusan
Pada
akhir setiap proses pengambilan keputusan terdapatlah suatu “produk”. Suatu
dokumen kebijaksanaan, suatu silabus, seperangkat bahan pengajaran, suatu
program pelatihan pengajar akta-akta pengajaran, dan pembelajaran, merupakan
produk-produk dalam pengertian ini, selam seorang partisipan dapat
menyumbangkan sesuatu pada proses pengambilan keputusan, dan hak untuk
memperkenalkan produk- produk tersebut biayanya diberikan kepada pakar-pakar
spesialis yang ditunjuk yang pengangkatanya merupakan tokoh/pokok bagi
kondisi-kondisi yang keras atau gawat. Para pembelajar harus menuruti serta
memenuhi tuntutan-tuntutan persyaratan masuk tertentu sesuai dengan usia
dan/atau tingkat kecakapan. Untuk meneruskanya, para pembelajar harus memenuhi
persyaratan-persyaratan lain, misalnya kemana mereka pergi dan apa yang mereka
lakukan selama jangka-jangka waktu tertentu. Apabila mereka gagal mengamati
persyaratan-persyaratan tersebut atau tidak dapat memenuhinya, maka mereka
berhenti menjadi para pembelajar dalam kurikulum itu.
Para
pakar spesialis yang telah ditunjuk dan diangkat mempunyai posisi penting dalam
menentukan (bahkan memaksakan) suatu kurikulum alternatif diatas kurikulum
resmi. Para pakar ini berkuasa dan bertanggung jawaab atas produk; dan setiap
produk merupakan kendala kebijaksanaan utama pada tahap berikutnya dalam
pengambilan keputusan.
E.
RANCANG BANGUN SILABUS
Rodgers
(1989:24) mengadakan pembedaan antara tiga tipe atau tingkat perencanaan program
pendidikan, yaitu :
a.
Rancang bangun silabus (syllabus design)
b.
Perkembangan kurikulum (curriculum
development)
c.
Penentuan pengendali (polity determination)
Ada
para pakar yang berkesimpulan bahwa penyebab utama kegagalan program pendidikan
adalah akibat keanehan- keanehan yang ada antara prioritas administratif
dan prioritas pengajar, para
administator mengontrol jalan masuk dan pengangkatan-pengangkatan, oleh karena
itu strategi-strategi bagi pengangkatan dan pelatihan mencakup interaksi dalam
sistem formal. Para pengajar mengamati pelaksanaan strategi-strategi harus
digunakan agar melibatkan dan mencakup jaringan-jaringan kerja yang tidak resmi
dan cara-cara melaksanakan hal-hal yang terdapat dalam setiap sekolah.
1) Silabus
dan Kurikulum
Banyak yang beranggapan
bahwa silabus merupakan program pendidikan. Justru silabus itulah yang yang
memperoleh perhatian terbanyak dalam rancang bangun dan pelaksanaan pendidikan.
Pembaharuan silabus pulalah yang terlihat dan dipandai sebagai pusat atau inti
pembaharuan pendidikan. Apabila tujuan pendidikan baru dicari dalam tujuan lama
dirasakan tidak memadai lagi, maka spesifikasi atau perincian suatu silabus
baru dianggap merupakan pemecahan masalah yang dapat menolong secara khas. Pertimbangan
mengenai perubahan silabus sebagai satu-satunya unsur dalam konstelasi
unsur-unsur yang berkaitan merupakan suatu fenomena yang agak mutakhir dalam
pembicaraan-pembicaraan mengenai pembaharuan pendidikan. Pandangan yang lebih
luas mengenai perencanaan pendidikan ini diberi nama atau sebutan sebagai
perkembangan kurikulum (curriculum development). Oleh karena itu, kita
harus jeli memerhatikan pengertian dan pemakaian kedua istilah ini dalam berbagai kepustakaan, untuk
menghindarkan salah paham. Silabus yang menentukan isi harus dicakup oleh suatu
kursus tertentu, hanya membentuk suatu bagian kecil dari keseluruhan program
sekolah.
Kurikulum merupakan
suatu konsep yang jauh lebih luas. Kurikulum adalah semua kegiatan tempat
anak-anak didik ikut serta terlibat dibawah asuhan dan bimbingan sekolah, Hal
ini mencakupi bukan hanya apa ynag
dipelajari oleh para siswa, tetapi juga bagaimana cara mereka mempelajarinya,
dan bagaimana para guru menolong mereka belajar, menggunakan segala sesuatu
yang menunjang materi, gaya dan metode penilaian.
2) Konvensional
dan Konsultasional
Perhatian yang kurang
terhadap perkembangan dan penyebaran kurikulum diantara para pendidikan B2 berakar
dari dua penyebab utama. Pandangan konvensional mengenai perkembangan kurikulum
diturunkan dan rancang bangun sistem-sistem pemerintahan dan telah diuraikan
oleh beberapa pakar. Model rancang bangun sistem-sistem kurikulum itu bersifat
deskriptif dan penarikan kaidah. Model tersebut membatasi urutan
peristiwa-peristiwa yang linear yang terdiri dari formulasi tujuan-tujuan pemilihan
isi, analisis tugas, rancang bangun kegiatan-kegiatan pembelajaran, batasan
hasil-hasil behavioral dan ukuran-ukuran evaluatif untuk menentukan prestasi
atau non prestasi hasil-hasil tersebut. Model konvensional penilaian program
itu didasarkan pada paradigma deduktif- hipotesis pengetahuan eksperimental dan
mendiktekan/ memaksakan suatu urutan prosedur yang harus dituruti dalam
mengadakan suatu penilaian. Pandangan konvensional mengenai pembuatan keputusan
edukasional tetap mempertahankan bahwa ada dua jenis utama pembuat keputusan
dengan dua jenis keputusan pula. Para
pembuat kebijaksanaan dan administator program.
Para pengkritik/ pengecam
penekatan-pendekatan konvensional terhadap pengembangan kurikulum, evaluasi
program, dan pembuatan keputusan edukasional jadinya cenderung menolak model- model
linear, kuantitatif, atas bawah, peserta terbatas, dan menyetujui serta lebih
mengingini kebebasan atau pilihan yang lebih berdimensi ganda, kualitatif,
interaktif dan perluasan peserta. Mereka mendesak agar proses-proses tersebut
lebih bersifat deliberatif dan kurang deterministik, lebih tenang dan cermat
serta kurang menentukan didalam operasi.
3)
Program
dan Pengendalian
Dalam silabus-silabus mutakhir, isi linguistik tetap dipertahankan
mencakupi bukan hanya kosa kata dan tata bahasa, tetapi juga gagasan- gagasan
atau pikiran- pikiran yang perlu dikomunikasikan pembelajar dan fungsi-fungsi
yang perlu dikomunikasikan pembelajar di dalamya. Dengan demikian, rancang
bangun silabus merupakan proses yang bertugas memilih danmenata isi kebahasaan : kosakata, tatabahasa,
gagasan-gagasan/nosi-nosi, dan fungsi-fungsi. Kurikulum bahasa mencangkupi
princian-perincian untuk menyediakan masukan-masukan bagi rancang bangun
silabus dan bagi pengukuran-pengukuran hasil-hasil pengajaran yang berdasarkan
silabus. Proses pengembangan kurikulum bahasa secaar khas dilihat sebagai
analisis kebutuhan, penentuan tujuan, rancangn abngun silabus, metodelogi dan
evaluasi. Rancang bangun kurikulum pada umumnya diturunkan dari tiga
pertimbangan racang banngun yang disebut :
a.
Pertmbangan-pertimbangan
pembelajar,
b.
Pertimbangan-pertimbangan
pengetahuan,
c.
Pertimbangan-pertimbangan
instruksional/ pengajaran
Penentuan pengendalian meliputi dua hal :
1. Pelaksanaan analisis politis
2. Pembuatan strategi-stratgi politis
1. Pelaksanaan analisis politis
2. Pembuatan strategi-stratgi politis
Kerangka kerja perencanaan pengendalian memang
merupakan suatu sarana merangsang diskusi kelompok, penilaian, dan pemecahan
masalah. Kita mengetahui dan menyadari bahwa pengembangan kurikulum secara khas
merupakan suatu pengembangan proses perencanaan kelompok.
Faktor-faktor yang turut berpengaruh dan harus
diketahui mengenai kerangka perencanaan pengendalian dalam kaitanya dengan
kurikulum bahasa, meliputi :
a. Factor-faktor pengetahuan,
b. Factor-faktor pembelajar,
c. Factor-faktor instruksional/pengajaran,
d. Factor-faktor manajemen/pengelolaan.
Latihan langkah kerja seperti itu mengandung
beberapa keuntungan bagi para perencana, antara lain:
a. Mengkonseptualisasikan perencanaan pendidikan
dengan cara baru,
b. Menemukan apa yang mereka tidk ketahui yan
mereka perlu ketahui,
c. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang
mungkin terjadi/dikerjakan dalam pembaharuan pendidikan.
d. Menjadi lebih peka/sensitive pada hal-hal yang
berkaitan dengan individu-individu dan agen-agen lainya yang terlibat dalam
perubahan pendidikan,
e. Mengenai faktof-faktor yang menuntut analisis
yang lebih terperinci,
f. Merencanakan alokasi waktu, tenaga, serta
sumber-sumber daya.
F. PENDEKATAN
KURIKULUM
Untuk lebih memahami pendekatan sistematis
ini,sebaiknya beranjak langkah demi langkah;
1. Kerangka kerja
Dalam suatu pendekatan sistematis terhadap rancang bangun kurikulum
bahasa seperti ini, pengumpulan informasi dan unsur- unsur organisasional utama
mencakup analisis kebutuhan, tujuan pengajaran dan pengujian (testing).
Informasi dan wawasan yang diperoleh dari kegiatan ini kemudian dapat
dianalisis dalam rancang bangun bahan-bahan dan penyajian pengajaran.
2. Penentuan fokus teoretis
Membuat keputusan mengenai cara menangani ketiga dimensi yang berbeda
dalam proses penilaian. Apakah harus formatif atau sumatif. Formatif dalam arti
bahwa penilaian itu dilakukan terus menerus dengan maksud meningkatkan. Namun
proses ini akan dijelaskan setiap tahun engan laporan penilaian sumatif kepada
pemimpin kita sebagai masukan mengenai hal- hal yang telah dilaksanakan setiap
tahun.
3. Perumusan Masalah Riset
Maksud pengumpulan informasi ini justru untuk meningkatkan
komponen-komponen tersebut dan juga untuk memaparkan secara lebih baik lagi
cara-cara sehingga semua dapat bekerja bersama-sama dengan baik dan lancar.
Komponen kurikulum ditinjau dari 3 persspektif yaitu efektif, efisien dan sikap
para partisipan terhadapnya.
4. Prosedur
Penyeleksian
Dalam
Prosedur penyeleksian ada ada 5 kategori yaitu :
1)
Pengadaan informasi ujian/ tes
2)
Observasi
3)
Wawancara
4)
Pertemuan
5)
Kuesioner
Dengan
menggunakan serta memilih prosedur-prosedur itu, maka kita telah tertolong
untuk mengumpulkan secara rasional berbagai ragam informasi dari keenam
kategori tersebut, dengan menempatkan 50% dari penilai dalam peranan partisipan
dalam proses evaluasi.
5. Pengumpulan
Data
Ada tiga unsur penting yang dapat kita temui dalam upaya
memperlancar proses ini, yaitu:
1)
penataan personel,
2) pengorganisasian, dan
3) penetapan/penentuan aneka tanggung jawab.
6. Analisis dan
Sintesis Informasi
Penyusunan
kepegawaian dan penataan masalah-masalah organisasional yang telah dibicarakan
pada langkah terdahulu telah terbukti penting dalam pelaksanaan proses evaluasi
ini. Pada langkah ini pada akhirnya kita dapat dan mudah melihat informasi dalam
cara/ gaya yang praktis dan berguna, dan
melaksanakan kebutuhan-kebutuhan para pembelajar, dalam aneka tujuan
pengajaran, dalam tes-tes yang mengacu pada norma dan kriteria dalam
bahan-bahan/ materi, serta dalam praktik-praktis
pengajaran pada program kita. Selama hal ini merupakan suatu proses yang
berkesinambungan dan berkelanjutan, maka pada langkah terakhir inilah kita
dapat memulai dengan langkah pertama dengan merumuskan pertanyaan-pertanyaan
baru bagi tahun depan, dan mernandang jauh ke depan membuat
peningkatan-peningkatan mutu yang berkesinambungan dalam pengajaran dan
pembelajaran bahasa yang akan kita persembahkan, pada ratusan bahkan ribuan
pembelajar bahasa setiap tahun.
G. PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pengembangan kurikulum bahasa memberi
perhatian besar pada prinsip- prinsip dan prosedur- prosedur
bagi perencanaan, penyebaran, pengelolaan, dan penilaian pengajaran serta
pembelajaran bahasa. Proses-proses pengembangan kurikulum dalam pengajaran
bahasa terdiri dari analisis kebutuhan, penetapan tujuan, rancang bangun
silabus, metodologi, pengujian dan penilaian. Dalam pengembangan kurikulum
bahasa, analisis kebutuhan bertujuan antara lain untuk:
(1) menyediakan suatu mekanisme untuk
memperoleh suatu jajaran masukan yang lebih luas bagi isi, rancang bangun, dan
implementasi program bahasa melalui pengikutsertaan insan-insan seperti para
pembelajar, pengajar, administrator, dan para majikan dalam proses perencanaan,
(2) mengenali atau mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan bahasa khusus dan umum yang dapat diarahkan bagi
pengembangan maksud, tujuan, dan isi bagi program bahasa, dan
(3) menyediakan serta memberikan data yang
dapat digunakan sebagai dasar peninjauan-ulang serta penilain program yang ada
dan yang sedang berlangsung.
Analisis kebutuhan dapat berfokus pada parameter-parameter
umum program bahasa atau pada kebutuhan komunikatif khusus para pembelajar
bahasa. Ada dua pendekatan yaitu sebagai analisis situasi dan analisis
kebutuhan komunikatif. Jadi, jelaslah bagi kita bahwa kurikulum
merupakan suatu konsep yang luas dan kompleks. Kurikulum mengacu pada semua
aspek perencanaan, implementasi, evaluasi, dan pengelolaan suatu program
edukasional, sedangkan silabus mengancu penyeleksian dan penggolongan
tingkat isi saja.
Kemudian disarankan agar suatu kurikulum yang
minimum hendaknya menawarkan/menyanjikan hal-hal berikut ini.
1) Dalam
Perencanaan
2) Dalam Kajian
Empiris
3)
Dalam Kaitannya dengan Justifikasi/dasar
Kebenaran
Dengan mengambil
seperangkat tujuan kurikulum sebagai titik pemberangkatan kita, maka secara bersamaan
kita menetapkan isi dan mengembangkan tugas-tugas pembelajaran. Dalam model ini,
isi dan tugas dikembangkan bersamaan sehingga isi dapat memberi
saran kepada tugas, dan sebaliknya tugas pun dapat memberi saran kepada isi.
Juga terdapat putaran umpan balik sehingga hasil-hasil evaluasi dapat memberi
umpan balik ke dalam proses perencanaan kurikulum bahasa.
Komentar
Posting Komentar