KAJIAN PUISI SOSIOLOGIS


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Makalah ini di latar belakangi oleh Konsep sosiologi sastra yang didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya, dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya (Soemanto, 1993).
Dapat dikatakan sebuah puisi didominasi oleh zaman atau tahun pembuatan dengan berbagai peristiwa penting yang terjadi kala itu. Pada zaman itu para penyair berlomba-lomba menuangkan aspirasinya pada sajak, yang didominasi akan segala hal yang terkait pemerintahan, politik dan ekonomi.
Dalam makalah ini akan membahas sosiologis yang terdapat pada puisi berjudul “Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis, Lalu Kalian Paksa Kami Masuk Masa Penjajahan Baru, Kata si Tonikarya Taufiq Ismail.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan sosiologi sastra?
2.      Bagaimana teori tentang pendekatan sosiologi sastra?
3.      Bagaimana penerapan sosiologi sastra dalam menganalisis sebuah puisi?

C.    Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini antara lain:
1.      Agar dapat mengetahui pengertian pendekatan sosiologi sastra?
4.      Mengetahui teori tentang pendekatan sosiologi sastra?
5.      Mengetahui dan Memahami penerapan sosiologi sastra dalam menganalisis sebuah karya sastra?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kajian Teori
Puisi sebagai karya sastra diciptakan oleh penyairnya dengan tujuan agar dapat dinikmati masyarakat luas, yang merupakan hasil pemikiran dan aspirasi penciptanya. Penyair sendiri merupakan anggota dari masyarakat sosial, yang juga mengalami realita sosial masyarakat
Sosiologi adalah ilmu objektf kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini (das sain) bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen). Sebaliknya karya sastra bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif. Sedangkan Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan disini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada diluar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa di observasi, di foto, dan di dokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra.
Dalam makalah ini, puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis, Lalu Kalian Paksa Kami Masuk Masa Penjajahan Baru, Kata si Toni, akan dikaji dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Untuk lebih jauh dalam menganalisis unsur sosial akan digunakan teori Sosial Karl Marx, Lenin dan Stalin. Untuk mendukung teori sosial, dalam penyusunan makalah ini digunakan Teori Hegemoni Gramscian. Pertama , teori sosial yang intinya perjuangan kelas, dimana kaum buruh yang selalu ditindas oleh kaum proletar selaku kaum pemilik modal. Kedua adalah teori hegemoni yang merupakan aliran dari faham marxis, yang mengandung ide-ide tentang usaha untuk mengadakan perubahan sosial secara radikal dan revolusioner.
B.     Teori Pendekatan Sosiologi Sastra
Wellek dan Warren (1956: 84, 1990: 111) membagi sosiologi sastra sebagai berikut :
1.      Sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan institusi sastra, masalah yang berkaitan disini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status pengarang, dan idiologi pengarang yang terlibat dari berbagai kegiatan pengarang diluar karya sastra, karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan memiliki peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang.
2.      Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial.
3.      Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra, pengarang dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat, seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentuknya. Banyak orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan diterapkan dalam kehidupannya.
Klasifikasi Sosiologogi Sastra Menurut Ian Watt (dalam Damono, 1989 : 3-4) meliputi hal-hal berikut:
1.      Konteks Sosial Pengarang
Ada kaitannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat, dan kaitannya dengan masyarakat, pembaca termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi karya sastranya, yang terutama harus diteliti yang berkaitan dengan :
a.       Bagaimana pengarang mendapat mata pencahariannya, apakah ia mendapatkan dari pengayoman masyarakat secara langsung, atau pekerjaan yang lainnya;
b.      Profesionalisme dalam kepengaragannya
c.       Masyarakat apa yang dituju oleh pengarang.
2.      Sastra Sebagai Cermin Masyarakat
Maksudnya seberapa jauh sastra dapat dianggap cermin keadaan masyarakat. Pengertian “cermin” dalam hal ini masih kabur, karena itu, banyak disalah tafsirkan dan disalah gunakan. Yang harus diperhatikan dalam klasifikasi sastra sebagai cermin masyarakat adalah:
a.       Sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ditulis, sebab banyak ciri-ciri masyarakat ditampilkan dalam karya itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis
b.      Sifat “lain dari yang lain” seorang pengarang sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya
c.       Genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh mayarakat
d.      Sastra yang berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat secermat-cermatnya mungkin saja tidak dapat dipercaya sebagai cermin masyarakat.
Sebaliknya, sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan masyarakat mungkin masih dapat digunakan sebagai bahan untuk mendapatkan informasi tentang masyarakat tertentu. Dengan demikian, pandangan sosial pengarang diperhitungkan jika peneliti karya sastra sebagai cermin masyarakat.
3.      Fungsi Sosial Sastra
Maksudnya seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai-nilai sosial. Dalam hubungan ini ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a.       Sudut pandang ekstrim kaum Romantik yang menganggap sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Karena itu, sastra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak
b.      Sastra sebagai penghibur saja
c.       Sastra harus mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur.

Menurut Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S.U. (2009: VI) dalam bukunya, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut:
1.      Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, dan ketiganya adalah anggota masyarakat.
2.      Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat yang pada gilirannya juga di fungsikan oleh masyarakat.
3.      Medium karya sastra baik lisan maupun tulisan dipinjam melalui kompetensi masyarakat yang dengan sendirinya telah mengandung masalah kemasyarakatan.
4.      Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetik, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentigan terhadap ketiga aspek tersebut.
5.      Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra dapat meneliti melalui tiga perspektif. Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, persepektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.

C.    AnalisisSosiologis
1.      Puisi tahun 1998
Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis,
Lalu Kalian Paksa Kami Masuk Masa Penjajahan Baru,
Kata si Toni

Karya: Taufik Ismail

Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri
Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa-tekankan
Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami
Sejak lahir sampai dewasa ini
Jadi sangat tepergantung pada budaya
Meminjam uang ke mancanegara
Sudah satu keturunan jangka waktunya
Hutang selalu dibayar dengan hutang baru pula
Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni
Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia
Kita gadaikan sikap bersahaja kita
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta
Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka
Harta kita mahal tak terkira, harga diri kita
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia
Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama
Kepada Amerika, Jepang, Eropa dan Australia
Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi
Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri
Sambil kepala kita dimakan begini
Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti
Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi
Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni
Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama
Menggigit dan mengunyah teratur berirama

Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagi
Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini
Bagai ikan kekurangan air dan zat asam
Beratus juta kita menggelepar menggelinjang
Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang
Kita menjebakkan diri ke dalam krangkeng budaya
Meminjam kepeng ke mancanegara
Dari membuat peniti dua senti
Sampai membangun kilang gas bumi
Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi
Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi
Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri
Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis
Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis
Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa
Tertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa
Jadilah kami generasi sangat kurang rasa percaya
Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami
Kalian lah yang membuat kami jadi begini
Sepatutnya kalian kami giring ke lapangan sepi
Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini

2.      Analisi Sosiologis
a.       Kutipan Puisi
Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri
Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa-tekankan
Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami
Sejak lahir sampai dewasa ini
Jadi sangat tepergantung pada budaya
Meminjam uang ke mancanegara
Pengkajian : “Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri” berarti generasi baru yang bingung akan melangkah dan kosong, karena generasi sebelumnya tidak memberikan bekal yang bagus untuk pembangunan Negara, generasi sebelumnya hanya meninggalkan budaya berupa budaya hutang ke Negara lain.
b.      Kutipan Puisi
Sudah satu keturunan jangka waktunya
Hutang selalu dibayar dengan hutang baru pula
Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni
Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
Pengkajian : “Sudah satu keturunan jangka waktunya” yang mengisyaratkan jangka Waktu utang tersebut (satu keturunan sekitar 10 tahun lebih), akan tetapi setelah hutang lunas malah membuka hutang baru lagi, yang dapat dijumpai pada baris,
Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni
            Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi
Yang mempunyai persamaan dengan peribahasa “Gali Lubang Tutup Lubang.”
c.       Ditinjau dari strukturnya terdapat pertanyaan retoris, yaitu pertanyaan yang tanpa dijawab kita sudah tahu jawabannya, terdapat pada baris,
Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
d.      Dilihat dari strukturnya terdapat juga enjambemen, pada baris,
            Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini
Disini dapat dilihat terjadi perloncatan kesatuan sintaksis ke baris lain kata “jadi” yang seharusnya menjadi satu dengan kalimat “kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini” dipisahkan dari kesatuan sintaksisnya.
e.       Kutipan Puisi
     Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia
Kita gadaikan sikap bersahaja kita
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta
                        Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka
                        Harta kita mahal tak terkira, harga diri kita
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia
                        Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama
                        Kepada Amerika, Jepang, Eropa dan Australia
                        Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi
                        Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri
                        Sambil kepala kita dimakan begini
Pengkajian : “bangsa kita” dalam kutip bangsa si penyair mempunyai sifat gengsi jika dianggap bangsa yang miskin. Untuk mengatasi semua hal tersebut dengan cara hutang ke Negara asing agar dapat membeli berbagai barang-barang mereka. Secara tersirat pengarang menyebutkan Amerika, Jepang, Eropa dan Australia, yang juga mereka secara tersirat menjajah secara hegemoni. “kondisi yang harus dipahami, sebagaimana dijelaskan melalui teori hegemoni adalah kesadaran untuk selalu waspada agar kita tidak terjebak ke dalam arena ‘permainan’ yang sengaja disediakan oleh Negara dominan”(Faruk, 2010: 182) , karena semua hal itu terjadi ada alas an dibalik semuanya, tidak mungkin melakukan hal tanpa mengetahui dampak yang akan terjadi, jadi tidak dipungkiri jika Negara-negara dominasi (disebutkan negara multi-kolonialis yaitu : Amerika, Jepang, Eropa dan Australia) mempunyai kepentingan dibalik semua itu, yang tak lain kepentingan yang menguntungkan mereka sendiri dan tak khayal merugikan bangsa yang menjadi kepentingan tersebut, seperti dijelaskan pada baris,
Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri
Sambil kepala kita dimakan begini
f.       Kutipan Puisi
     Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti
                        Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi
                        Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni
Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama
                        Menggigit dan mengunyah teratur berirama
Pengkajian : sebenarnya sesuatu yang tidak disadari adalah suatu penjajahan, penjajahan dengan halus yang dinikmati oleh yang dijajah, disampaikan tersirat pada baris,
Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi
Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni
Penjajahan seperti ini disebut dengan hegemoni, yang berarti bukan penjajahan secara fisik, Seperti yang disebutkan dalam teori hegemoni (Faruk : 2010) hegemoni terjadi dimana penjajah melakukan suatu kepentingan ideology dan politik dengan kekuasaan suatu Negara yang dijajah.
g.      Kutipan Puisi
                        Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagi
                        Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini
                        Bagai ikan kekurangan air dan zat asam
                        Beratus juta kita menggelepar menggelinjang
                        Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang
                        Kita menjebakkan diri ke dalam krangkeng budaya
                        Meminjam kepeng ke mancanegara
Pengkajian : Perasaan sedih menjadi bangsa yang tidak merasakan kemerdekaan lagi karena dijerat hutang-hutang luar negeri, dimana bangsa kita sendiri yang mejabakkan pada budaya hutang.
“Bagai ikan kekurangan air dan zat asam”
Pada baris diatas penyair menggunakan peribahasa pengandaian yang berarti Negara ini akan mati, sama halnya dengan ikan yang kekurangan air dan zat asam.
h.      Kutipan Puisi
Dari membuat peniti dua senti
Sampai membangun kilang gas bumi
Pengkajian : dua baris diatas mempunyai makna dalam, berkaitan dengan segala penjajahan yang tidak disadari. Penyair dengan cerdas mengandaikan, berawal dari lubang dengan peniti sedalam dua senti yang tak disadari dari lubang tersebut menjadi kilang gas bumi yang menyedot habis kekayaan bangsa. Tentu saja pembuat lubang peniti disini adalah bangsa multi-kolonialis dengan kekuasaan hegemoninya.
i.        Kutipan Puisi
Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi
Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi
Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri
Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis
Pengkajian : penyair menyebutkan kata sofistikasi, yang berarti gaya hidup yang wewah,glamor dan boros, dengan selalu mengimpor barang luar negeri dan menjadikan masyarakat bersifat konsumtif, yang kesemuanya adalah gaya hidup palsu atau imitasi yang diajarkan pada generasi sebelumnya.
j.        Kutipan Puisi
                        Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis
                        Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa
                        Tertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa
                        Jadilah kami generasi sangat kurang rasa percaya
                        Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami
                        Kalian lah yang membuat kami jadi begini
                        Sepatutnya kalian kami giring ke lapangan sepi
                        Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini
Pengkajian : kata “kalian” berarti generasi sebelumnya yang memberikan warisan budaya hutang yang secara kasar dikatakan pengemis oleh penyair, budaya tersebut terjadi selama tiga dasawarsa (30 tahun), yang merupakan tenggang waktu era kekuasaan generasi sebelumnya. Hal tersebut yang membuat rasa kurang percaya diri pada generasi penerus untuk melangkah maju, mengingat peninggalan dari generasi sebelumnnya hanya hutang-hutang.
Sepatutnya kalian kami giring ke lapangan sepi
            Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini
Pada baris diatas mengungkapkan kebencian panyair kepada generasi sebelummnya dengan mengatakan Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini.

D.    Maksud Nilai Sosiologis
Tema dalam puisi karya Taufik Ismail ini bertemakan kritik dan bersifat demonstrasi dan didalamnya tedapat nilai sosiologis karena puisi ini menceritakan kehidupan sosial yang dialami masyarakat pada masa orde lama.
Pesan Dalam puisi berjudul “Kalian cetak kami jadi bangsa pengemis,Lalu kalian paksa kami masuk masa penjajahan baru,Kata si Toni” karya Taufiq Ismail yaitu generasi penurus adalah generasi reformasi dan setelah reformasi, generasi sebelumnya adalah zaman orde baru. Penyair menuliskan keadaan sosial saat puisi ini lahir ketika tumbangnya rezim orde baru dan terjadi reformasi sebagai mana tertulis pada tahun 1998.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sastra dapat dikatakan sebagai cermin masyarakat, atau diasumsikan sebagai salinan kehidupan, tidak berarti struktur masyarakat seluruhnya dapat tergambar dalam sastra, hanya gambaran masalah masyarakat secara umum yang ditinjau dari sudut lingkungan tertentu yang terbatas. Sosiologi sastra lebih memperoleh tempat dalam penelitian sastra karena sumber-sumber yang dijadikan acuan mencari keterkaitan antara permasalahan dalam karya sastra dengan permasalahan dengan masyarakat lebih mudah diperoleh.
Puisi Taufiq Ismail bila ditinjau secara keseluruhan berisikan sindiran terhadap pemerintahan orde lama (sebelumnya). Dilihat tahun penciptaannya pada puisi Taufiq saat itu, terjadi tumbangnya rezim orde baru disusul dengan reformasi yang memberikan harapan penuh akan perubahan. Hal menarik disini adalah reformasi yang dikira memberikan perubahan baru terlihat sama saja bahkan makin parah dengan hutang-hutang luar negeri dan penguasaan hegemoni Negara multi-kolonial.
Diharapkan bagi intelektual akademis, teori hegemoni lebih  dipahami lagi dalam rangka globalisasi dimana politik dan ekonomi yang dikuasai oleh Negara-negara besar yang memperoleh simpati dari Negara-negara berkembang. Berbagai hal yang dirasakan enak seperti, shopping center, mall, berbagai bentuk hiburan dan pemanfaatan fasilitas canggih, tidaklah menutup kemungkinan didalamnya terkandung maksud-maksud tersembunyi dari politik hegemoni.

B.     Saran
Dengan mempelajari sastra, berupa pengkajian terhadap puisi yang condong ke sosiologi sastra diharapkan para intelektual dapat berfikir secara kritis dengan melihat terhadap realita sosial yang sebenarnya terjadi, sehingga tidak ditananamkan rasa acuh maupun menutup diri terhadap lingkungan sosial sekitarnya, dan harapan kedepannya segera bangkit untuk melakukan parubahan yang bersifat membangun dari keterpurukan oleh politik hegemoni di negeri ini.Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKS MC ACARA DRAMA

ANALISIS UNSUR SEBUAH PUISI

Makalah Presuposisi (Praanggapan) PRAGMATIK