KAJIAN PUISI SOSIOLOGIS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Makalah ini di latar belakangi oleh Konsep sosiologi sastra yang didasarkan
pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang
merupakan a salient being, makhluk
yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan
demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan
sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa
sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan
masyarakatnya, dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra
dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya (Soemanto, 1993).
Dapat dikatakan sebuah puisi didominasi oleh zaman atau tahun
pembuatan dengan berbagai peristiwa penting yang terjadi kala itu. Pada zaman
itu para penyair berlomba-lomba menuangkan aspirasinya pada sajak, yang
didominasi akan segala hal yang terkait pemerintahan, politik dan ekonomi.
Dalam makalah ini akan membahas sosiologis yang terdapat pada puisi
berjudul “Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis, Lalu Kalian Paksa Kami Masuk
Masa Penjajahan Baru, Kata si Toni” karya
Taufiq Ismail.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan pendekatan sosiologi sastra?
2.
Bagaimana teori tentang
pendekatan sosiologi sastra?
3.
Bagaimana penerapan
sosiologi sastra dalam menganalisis sebuah puisi?
C.
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini antara lain:
1.
Agar dapat mengetahui
pengertian pendekatan sosiologi sastra?
4.
Mengetahui teori
tentang pendekatan sosiologi sastra?
5.
Mengetahui dan Memahami
penerapan sosiologi sastra dalam menganalisis sebuah karya sastra?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kajian Teori
Puisi sebagai karya sastra diciptakan oleh penyairnya dengan tujuan agar
dapat dinikmati masyarakat luas, yang merupakan hasil pemikiran dan aspirasi
penciptanya. Penyair sendiri merupakan anggota dari masyarakat sosial, yang
juga mengalami realita sosial masyarakat
Sosiologi adalah ilmu objektf kategoris, membatasi diri pada apa yang
terjadi dewasa ini (das sain) bukan
apa yang seharusnya terjadi (das solen).
Sebaliknya karya sastra bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif.
Sedangkan Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi
kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan
pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya
dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan.
Kenyataan disini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang
berada diluar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Demikianlah,
pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra,
dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret
fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi
di sekeliling kita sehari-hari, bisa di observasi, di foto, dan di
dokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana
baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi,
imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra.
Dalam makalah ini, puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul Kalian
Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis, Lalu Kalian Paksa Kami Masuk Masa Penjajahan
Baru, Kata si Toni, akan dikaji dengan
menggunakan teori sosiologi sastra. Untuk lebih jauh dalam menganalisis unsur
sosial akan digunakan teori Sosial Karl Marx, Lenin dan Stalin. Untuk mendukung
teori sosial, dalam penyusunan makalah ini digunakan Teori Hegemoni Gramscian.
Pertama , teori sosial yang intinya perjuangan kelas, dimana kaum buruh yang
selalu ditindas oleh kaum proletar selaku kaum pemilik modal. Kedua adalah
teori hegemoni yang merupakan aliran dari faham marxis, yang mengandung ide-ide
tentang usaha untuk mengadakan perubahan sosial secara radikal dan
revolusioner.
B.
Teori
Pendekatan Sosiologi Sastra
Wellek dan Warren (1956: 84, 1990: 111) membagi sosiologi sastra sebagai
berikut :
1.
Sosiologi pengarang,
profesi pengarang, dan institusi sastra, masalah yang berkaitan disini adalah
dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status pengarang, dan
idiologi pengarang yang terlibat dari berbagai kegiatan pengarang diluar karya
sastra, karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari
sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi
ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini,
informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan
memiliki peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang.
2.
Sosiologi karya sastra
yang memasalahkan karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya
atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya.
Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen
sosial sebagai potret kenyataan sosial.
3.
Sosiologi sastra yang
memasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra, pengarang dipengaruhi dan
mempengaruhi masyarakat, seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga
membentuknya. Banyak orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan
diterapkan dalam kehidupannya.
Klasifikasi Sosiologogi Sastra Menurut Ian Watt (dalam
Damono, 1989 : 3-4) meliputi hal-hal berikut:
1. Konteks Sosial Pengarang
Ada kaitannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat, dan
kaitannya dengan masyarakat, pembaca termasuk juga faktor-faktor sosial yang
dapat mempengaruhi karya sastranya, yang terutama harus diteliti yang berkaitan
dengan :
a. Bagaimana pengarang mendapat mata pencahariannya, apakah ia mendapatkan
dari pengayoman masyarakat secara langsung, atau pekerjaan yang lainnya;
b. Profesionalisme dalam kepengaragannya
c. Masyarakat apa yang dituju oleh pengarang.
2. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat
Maksudnya seberapa jauh sastra dapat dianggap cermin keadaan masyarakat.
Pengertian “cermin” dalam hal ini masih kabur, karena itu, banyak disalah
tafsirkan dan disalah gunakan. Yang harus diperhatikan dalam klasifikasi sastra
sebagai cermin masyarakat adalah:
a. Sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu
ditulis, sebab banyak ciri-ciri masyarakat ditampilkan dalam karya itu sudah
tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis
b. Sifat “lain dari yang lain” seorang pengarang sering mempengaruhi pemilihan
dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya
c. Genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu kelompok tertentu, dan
bukan sikap sosial seluruh mayarakat
d. Sastra yang berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat
secermat-cermatnya mungkin saja tidak dapat dipercaya sebagai cermin
masyarakat.
Sebaliknya, sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan
masyarakat mungkin masih dapat digunakan sebagai bahan untuk mendapatkan
informasi tentang masyarakat tertentu. Dengan demikian, pandangan sosial
pengarang diperhitungkan jika peneliti karya sastra sebagai cermin masyarakat.
3. Fungsi Sosial Sastra
Maksudnya seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai-nilai sosial.
Dalam hubungan ini ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Sudut pandang ekstrim kaum Romantik yang menganggap sastra sama derajatnya
dengan karya pendeta atau nabi. Karena itu, sastra harus berfungsi sebagai
pembaharu dan perombak
b. Sastra sebagai penghibur saja
c. Sastra harus mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur.
Menurut Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S.U. (2009: VI)
dalam bukunya, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra
memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam
kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut:
1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita,
disalin oleh penyalin, dan ketiganya adalah anggota masyarakat.
2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang
terjadi dalam masyarakat yang pada gilirannya juga di fungsikan oleh
masyarakat.
3. Medium karya sastra baik lisan maupun tulisan dipinjam melalui kompetensi
masyarakat yang dengan sendirinya telah mengandung masalah kemasyarakatan.
4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat dan tradisi yang
lain, dalam karya sastra terkandung estetik, etika, bahkan juga logika.
Masyarakat jelas sangat berkepentigan terhadap ketiga aspek tersebut.
5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas,
masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra dapat
meneliti melalui tiga perspektif. Pertama,
perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisisnya sebagai sebuah
refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, persepektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi
pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar
kehidupan sosial, budayanya. Ketiga,
perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap
teks sastra.
C.
AnalisisSosiologis
1.
Puisi tahun
1998
Kalian Cetak Kami Jadi
Bangsa Pengemis,
Lalu Kalian Paksa Kami
Masuk Masa Penjajahan Baru,
Kata si Toni
Karya: Taufik Ismail
Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri
Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa-tekankan
Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami
Sejak lahir sampai dewasa ini
Jadi sangat tepergantung pada budaya
Meminjam uang ke mancanegara
Sudah satu keturunan jangka waktunya
Hutang selalu dibayar dengan hutang baru pula
Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni
Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia
Kita gadaikan sikap bersahaja kita
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta
Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka
Harta kita mahal tak terkira, harga diri kita
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia
Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama
Kepada Amerika, Jepang, Eropa dan Australia
Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi
Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri
Sambil kepala kita dimakan begini
Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti
Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi
Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni
Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama
Menggigit dan mengunyah teratur berirama
Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagi
Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini
Bagai ikan kekurangan air dan zat asam
Beratus juta kita menggelepar menggelinjang
Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang
Kita menjebakkan diri ke dalam krangkeng budaya
Meminjam kepeng ke mancanegara
Dari membuat peniti dua senti
Sampai membangun kilang gas bumi
Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi
Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi
Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri
Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis
Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis
Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa
Tertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa
Jadilah kami generasi sangat kurang rasa percaya
Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami
Kalian lah yang membuat kami jadi begini
Sepatutnya kalian kami giring ke lapangan sepi
Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini
2.
Analisi Sosiologis
a.
Kutipan Puisi
Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri
Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa-tekankan
Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami
Sejak lahir sampai dewasa ini
Jadi sangat tepergantung pada budaya
Meminjam uang ke mancanegara
Pengkajian : “Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri”
berarti generasi baru yang bingung akan melangkah dan kosong, karena generasi
sebelumnya tidak memberikan bekal yang bagus untuk pembangunan Negara, generasi
sebelumnya hanya meninggalkan budaya berupa budaya hutang ke Negara lain.
b.
Kutipan Puisi
Sudah satu keturunan
jangka waktunya
Hutang selalu dibayar
dengan hutang baru pula
Lubang itu digali
lubang itu juga ditimbuni
Lubang itu, alamak,
kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan
budaya berhutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
Pengkajian : “Sudah satu keturunan
jangka waktunya” yang mengisyaratkan jangka Waktu
utang tersebut (satu keturunan sekitar 10 tahun lebih), akan tetapi setelah
hutang lunas malah membuka hutang baru lagi, yang dapat dijumpai pada baris,
Lubang itu digali
lubang itu juga ditimbuni
Lubang itu, alamak, kok
makin besar jadi
Yang mempunyai persamaan dengan peribahasa “Gali Lubang Tutup Lubang.”
c. Ditinjau dari strukturnya terdapat pertanyaan retoris, yaitu pertanyaan
yang tanpa dijawab kita sudah tahu jawabannya, terdapat pada baris,
Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
d. Dilihat dari strukturnya terdapat juga enjambemen, pada baris,
Lubang itu, alamak, kok
makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan
budaya berhutang ini
Disini dapat dilihat terjadi perloncatan kesatuan sintaksis ke
baris lain kata “jadi” yang seharusnya menjadi satu dengan kalimat “kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini” dipisahkan dari kesatuan
sintaksisnya.
e. Kutipan Puisi
Karena
rendah diri pada bangsa-bangsa dunia
Kita gadaikan sikap bersahaja kita
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta
Kita pinjam uang mereka
membeli benda mereka
Harta kita mahal tak
terkira, harga diri kita
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia
Menekur terbungkuk kita
berikan kepala kita bersama
Kepada Amerika, Jepang,
Eropa dan Australia
Mereka negara
multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi
Dan ramai-ramailah
mereka pesta kenduri
Sambil kepala kita
dimakan begini
Pengkajian : “bangsa kita” dalam kutip bangsa si penyair mempunyai
sifat gengsi jika dianggap bangsa yang miskin. Untuk mengatasi semua hal
tersebut dengan cara hutang ke Negara asing agar dapat membeli berbagai
barang-barang mereka. Secara tersirat pengarang menyebutkan Amerika, Jepang,
Eropa dan Australia, yang juga mereka secara tersirat menjajah secara hegemoni.
“kondisi yang harus dipahami, sebagaimana dijelaskan melalui teori hegemoni
adalah kesadaran untuk selalu waspada agar kita tidak terjebak ke dalam arena
‘permainan’ yang sengaja disediakan oleh Negara dominan”(Faruk, 2010: 182) ,
karena semua hal itu terjadi ada alas an dibalik semuanya, tidak mungkin
melakukan hal tanpa mengetahui dampak yang akan terjadi, jadi tidak dipungkiri
jika Negara-negara dominasi (disebutkan negara multi-kolonialis yaitu :
Amerika, Jepang, Eropa dan Australia) mempunyai kepentingan dibalik semua itu,
yang tak lain kepentingan yang menguntungkan mereka sendiri dan tak khayal
merugikan bangsa yang menjadi kepentingan tersebut, seperti dijelaskan pada
baris,
Dan ramai-ramailah
mereka pesta kenduri
Sambil kepala kita
dimakan begini
f. Kutipan Puisi
Kita
diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti
Dalam upacara masuk masa
penjajahan lagi
Penjajahnya banyak
gerakannya penuh harmoni
Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama
Menggigit dan mengunyah
teratur berirama
Pengkajian : sebenarnya sesuatu yang tidak disadari adalah suatu
penjajahan, penjajahan dengan halus yang dinikmati oleh yang dijajah,
disampaikan tersirat pada baris,
Dalam upacara masuk
masa penjajahan lagi
Penjajahnya banyak
gerakannya penuh harmoni
Penjajahan seperti ini disebut dengan hegemoni, yang berarti bukan
penjajahan secara fisik, Seperti yang disebutkan dalam teori hegemoni (Faruk :
2010) hegemoni terjadi dimana penjajah melakukan suatu kepentingan ideology dan
politik dengan kekuasaan suatu Negara yang dijajah.
g. Kutipan Puisi
Sedih, sedih, tak
terasa jadi bangsa merdeka lagi
Dicengkeram kuku negara
multi-kolonialis ini
Bagai ikan kekurangan
air dan zat asam
Beratus juta kita
menggelepar menggelinjang
Kita terperangkap
terjaring di jala raksasa hutang
Kita menjebakkan diri ke
dalam krangkeng budaya
Meminjam kepeng ke
mancanegara
Pengkajian : Perasaan sedih menjadi bangsa yang tidak merasakan
kemerdekaan lagi karena dijerat hutang-hutang luar negeri, dimana bangsa kita
sendiri yang mejabakkan pada budaya hutang.
“Bagai ikan
kekurangan air dan zat asam”
Pada baris diatas penyair menggunakan peribahasa pengandaian yang berarti
Negara ini akan mati, sama halnya dengan ikan yang kekurangan air dan zat asam.
h. Kutipan Puisi
Dari membuat peniti
dua senti
Sampai membangun kilang gas bumi
Pengkajian : dua baris diatas mempunyai makna dalam, berkaitan dengan
segala penjajahan yang tidak disadari. Penyair dengan cerdas mengandaikan,
berawal dari lubang dengan peniti sedalam dua senti yang tak disadari dari
lubang tersebut menjadi kilang gas bumi yang menyedot habis kekayaan bangsa.
Tentu saja pembuat lubang peniti disini adalah bangsa multi-kolonialis dengan
kekuasaan hegemoninya.
i.
Kutipan Puisi
Dibenarkan serangkai
teori penuh sofistikasi
Kalian memberi contoh
hidup boros berasas gengsi
Dan fanatisme
mengimpor barang luar negeri
Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis
Pengkajian : penyair menyebutkan kata sofistikasi,
yang berarti gaya hidup yang wewah,glamor dan boros, dengan selalu
mengimpor barang luar negeri dan menjadikan masyarakat bersifat konsumtif, yang
kesemuanya adalah gaya hidup palsu atau imitasi yang diajarkan pada generasi
sebelumnya.
j.
Kutipan Puisi
Kalian cetak kami jadi
Bangsa Pengemis
Ketika menadahkan tangan
serasa menjual jiwa
Tertancap dalam
berbekas, selepas tiga dasawarsa
Jadilah kami generasi
sangat kurang rasa percaya
Pada kekuatan diri
sendiri dan kayanya sumber alami
Kalian lah yang membuat
kami jadi begini
Sepatutnya kalian kami
giring ke lapangan sepi
Lalu tiga puluh ribu
kali, kami cambuk dengan puisi ini
Pengkajian : kata “kalian” berarti generasi sebelumnya yang memberikan
warisan budaya hutang yang secara kasar dikatakan pengemis oleh penyair, budaya tersebut terjadi selama tiga
dasawarsa (30 tahun), yang merupakan tenggang waktu era kekuasaan generasi sebelumnya. Hal tersebut yang
membuat rasa kurang percaya diri pada generasi penerus untuk melangkah maju,
mengingat peninggalan dari generasi sebelumnnya hanya hutang-hutang.
Sepatutnya kalian
kami giring ke lapangan sepi
Lalu tiga puluh ribu kali,
kami cambuk dengan puisi ini
Pada baris diatas mengungkapkan kebencian panyair kepada generasi
sebelummnya dengan mengatakan Lalu tiga
puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini.
D.
Maksud Nilai Sosiologis
Tema dalam puisi karya Taufik Ismail ini
bertemakan kritik dan bersifat demonstrasi dan didalamnya tedapat nilai
sosiologis karena puisi ini menceritakan kehidupan sosial yang dialami
masyarakat pada masa orde lama.
Pesan Dalam puisi berjudul “Kalian cetak kami jadi bangsa pengemis,Lalu kalian paksa kami masuk masa
penjajahan baru,Kata si Toni” karya Taufiq Ismail yaitu generasi penurus adalah generasi reformasi dan
setelah reformasi, generasi sebelumnya adalah zaman orde baru. Penyair
menuliskan keadaan sosial saat puisi ini lahir ketika tumbangnya rezim orde
baru dan terjadi reformasi sebagai mana tertulis pada tahun 1998.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sastra dapat dikatakan sebagai cermin masyarakat, atau diasumsikan sebagai
salinan kehidupan, tidak berarti struktur masyarakat seluruhnya dapat tergambar
dalam sastra, hanya gambaran masalah masyarakat secara umum yang ditinjau dari
sudut lingkungan tertentu yang terbatas. Sosiologi sastra lebih memperoleh
tempat dalam penelitian sastra karena sumber-sumber yang dijadikan acuan
mencari keterkaitan antara permasalahan dalam karya sastra dengan permasalahan
dengan masyarakat lebih mudah diperoleh.
Puisi Taufiq Ismail bila ditinjau secara keseluruhan berisikan
sindiran terhadap pemerintahan orde lama (sebelumnya). Dilihat tahun
penciptaannya pada puisi Taufiq saat itu, terjadi tumbangnya rezim orde baru
disusul dengan reformasi yang memberikan harapan penuh akan perubahan. Hal
menarik disini adalah reformasi yang dikira memberikan perubahan baru terlihat
sama saja bahkan makin parah dengan hutang-hutang luar negeri dan penguasaan
hegemoni Negara multi-kolonial.
Diharapkan bagi intelektual akademis, teori hegemoni lebih dipahami lagi dalam rangka globalisasi dimana
politik dan ekonomi yang dikuasai oleh Negara-negara besar yang memperoleh
simpati dari Negara-negara berkembang. Berbagai hal yang dirasakan enak
seperti, shopping center, mall, berbagai bentuk hiburan dan pemanfaatan
fasilitas canggih, tidaklah menutup kemungkinan didalamnya terkandung maksud-maksud
tersembunyi dari politik hegemoni.
B. Saran
Dengan mempelajari sastra, berupa pengkajian terhadap puisi yang
condong ke sosiologi sastra diharapkan para intelektual dapat berfikir secara
kritis dengan melihat terhadap realita sosial yang sebenarnya terjadi, sehingga
tidak ditananamkan rasa acuh maupun menutup diri terhadap lingkungan sosial
sekitarnya, dan harapan kedepannya segera bangkit untuk melakukan parubahan
yang bersifat membangun dari keterpurukan oleh politik hegemoni di negeri ini.Semoga
Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Komentar
Posting Komentar